SIDANG IGGI yang barusan usai menyetujui komitmen bantuan
sebesar US$ 2.500 juta. Tapi itu tak berarti seluruhnya
tergolong jenis bantuan lunak. Yang termasuk lunak adalah
bantuan ODA (Official Development Assistance), yakni bantuan
resmi setiap tahun yang disediakan oleh 13 negara donor,
sebanyak US$ 753 juta. Perinciannya dalam US$: Jepang 256 juta,
Amerika Serikat 185,6 juta, Jerman Barat 123,5 juta, Belanda 60
juta (sebagian grant), Australia 40 juta berupa grant (hadiah),
Perancis 40 juta lebih, Kanada 18 juta, Belgia 16 juta, Inggeris
11,8 juta dan Swiss 2,1 juta.
Masih dalam kerangka lunak adalah pinjaman dari badan-badan
internasional, sejumlah US$ 866,4 juta. Seperti dari
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD),
anak perusahaan Bank Dunia, sebanyak US$ 650 juta. Lalu dari
ADB US$ 204 juta dan dari Program Pembangunan PBB (UNDP) US$
1214 juta.
Jepang, seperti juga tahun-tahun sebelumnya, paling unggul.
Dibandingkan tahun lalu yang sekitar US$ 189,6juta, maka
bantuan Jepang tahun ini meningkat 11,7%. Ini adalah realisasi
dari komitmen Jepang yang ditegaskan oleh PM Fukuda setelah
pertemuannya dengan Presiden Jimmy Carter di Washington awal
Mei lalu. Fukuda mengatakan, Jepang telah memutuskan untuk
meningkatkan jumlah bantuannya pada negara-negara berkembang
dalam tiga tahun mendatang.
Kelompok ketiga diharapkan masuk US$ 880 juta dari Eropa Timur
dan Timur Tengah. Tapi itu masih jadi tanda tanya, karena
komitmen dari mereka hingga sekarang belum jelas. Tapi kalau
dalam tahun ini Indonesia masih tetap harus memancingnya,
terbuka kemungkinan untuk meminjam dari perbankan swasta. Sejak
pecahnya krisis Pertamina tempo hari, untuk menutup cadangan
devisanya yang menyusut, Bank Indonesia sudah beberapa kali
memperoleh pinjaman 5 tahun dari konsorsium yang dipimpin Morgan
Guarantee di New York. Juga pernah dari kelompok perbankan
Jepang yang dipimpin Bank of Tokyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini