Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan konstruksi milik negara, PT Adhi Karya (Persero) Tbk., mengantongi kontrak baru Rp 33,3 triliun sampai November 2017. Perolehan kontrak baru itu termasuk perolehan kontrak baru dari proyek kereta ringan atau LRT Jabodebek fase I.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Ki Syahgolang Permata menyatakan perolehan kontrak baru itu termasuk perolehan kontrak baru dari proyek kereta ringan (LRT) Jabodebek fase I. Seperti diketahui, dalam pengumuman Adhi Karya sebelumnya, nilai proyek LRT fase I itu senilai Rp 19,7 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Realisasi perolehan kontrak baru di bulan November 2017 antara lain Jalan Tol Cisumdawu Fase I (JO) senilai Rp 813,6 miliar, Jaringan Irigasi Serayu Sumpiuh (JO) senilai Rp 181,2 miliar, dan Terowongan Nanjung (JO) senilai Rp 157,2 miliar," kata Syahgolang, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 23 Desember 2017.
Kontribusi per lini bisnis dalam perolehan kontrak baru pada November 2017 didominasi oleh lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 96 persen, properti sebesar 3,8 persen dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya.
Berdasarkan segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru terdiri dari pemerintah tercatat 74,1 persen, BUMN sebesar 13,9 persen, sementara swasta atau lainnya sebanyak 12 persen.
Dilihat dari tipe pekerjaan, Syahgolang menjelaskan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek jalan, jembatan dan LRT sebanyak 67,4 persen, proyek gedung sebanyak 23,1 persen. "Serta proyek infrastruktur lainnya sebesar 9,5 persen," ujarnya.
Pemerintah sebelumnya memastikan pembatalan rencana joint venture pembangunan LRT Jabodebek antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan rencana joint venture dibatalkan karena pemerintah akan bertumpu pada Peraturan Presiden Nomor 49/2017 tentang LRT Jabodebek.
Adapun nilai proyek juga dianggarakan senilai Rp 29,9 triliun. “Tidak bisa, karena tidak bisa pemerintah memberikan guarantee, tidak bisa JV (joint venture) karena tidak berkeseimbangan antara Adhi Karya dan PT Kereta Api Indonesia,” ujar Luhut di Gedung BPPT, awal Desember lalu.