Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RIAK kecil menerpa PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia menjelang rapat umum pemegang saham pendahuluan, yang digelar pada Senin siang pekan ini. Pemicunya sebuah surat tanpa identitas yang dikirim ke sejumlah pejabat: Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Direksi Bahana Pembinaan, dan direksi Bank BNI.
Surat yang mengatasnamakan karyawan ini meminta pemegang saham mengganti manajemen Bahana Pembinaan. Mereka dianggap memperburuk kinerja keuangan perseroan setelah PT Bahana Securities menjadi penjamin emisi saham PT Garuda Indonesia.
Munculnya surat kaleng kontan menjadi perbincangan hangat di kalangan pegawai Bahana. Serikat karyawan Bahana menggelar pertemuan untuk membahas surat itu, awal November lalu. Dalam pertemuan tersebut, organisasi pekerja Bahana itu mengambil sikap terhadap isi surat. "Kami tak tahu siapa pengirimnya," kata Ketua Serikat Pekerja Bahana Dwityo Pudjomo kepada Tempo pekan lalu. "Tapi kami sependapat dengan isi suratnya," ujar dia.
Kisruh bermula dari keikutsertaan Bahana Securities—anak usaha Bahana Pembinaan—menjadi penjamin emisi saham perdana (IPO) Garuda pada 2-8 Februari lalu. Bahana bersama PT Mandiri Sekuritas dan PT Danareksa Sekuritas membantu Kementerian BUMN menjual 6,27 miliar lembar (26,7 persen). Tapi saham Garuda hanya terjual 3,26 miliar (sekitar 14,7 persen). Sisanya 3,01 miliar lembar (12 persen) senilai Rp 2,25 triliun tak laku. Alhasil, Bahana, Mandiri Sekuritas, dan Danareksa masing-masing harus menyerap empat persen saham Garuda senilai Rp 750 miliar.
Si pengirim surat mengklaim karyawan kecewa kepada manajemen Bahana Pembinaan lantaran menyetujui harga jual saham perdana Garuda Rp 750 per lembar. Padahal harga wajar hasil bookbuilding (semacam harga lelang) hanya Rp 500-600 per lembar.
Karena itu, Bahana harus mencari pinjaman dari Danareksa—sudah diambil alih BNI—Rp 250 miliar untuk menyerap saham Garuda yang tak laku. Bahana berpotensi rugi Rp 300 miliar karena harga saham Garuda masih Rp 400-an per lembar.
Surat itu menyesalkan sikap Direksi Bahana Pembinaan yang menyetujui harga jual saham Garuda dengan alasan diperintah oleh pemegang saham (Kementerian BUMN). Ia menyoroti alasan manajemen bahwa Bahana akan mati karena tak akan mendapat pekerjaan lagi dari Kementerian BUMN. "Dalil itu tak profesional," demikian tertulis dalam surat itu.
Menteri BUMN Dahlan Iskan menyatakan belum menerima surat dari karyawan Bahana itu. "Mungkin masuk ke deputi menteri," ujarnya Selasa malam pekan lalu. Direktur Utama Bahana Pembinaan Heri Sunaryadi belum menanggapi pertanyaan tertulis Tempo. Tapi penjelasan datang dari Direktur Utama Bahana Securities Eko Yuliantoro. "Sebagian besar isi surat itu tak benar," ujarnya.
LIMA puluhan karyawan dan manajemen Grup Bahana menggelar rapat anggaran 2012 di Hotel Morrissey, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Jumat pagi sampai petang awal Oktober lalu. Persamuhan berjalan alot. Hujan pertanyaan dilontarkan sejumlah karyawan setelah manajemen Bahana melakukan presentasi. Beberapa karyawan mempertanyakan prognosis manajemen atas laba bersih tahun depan sekitar Rp 26 miliar.
Topik pertanyaan melebar juga ke masalah penjaminan emisi saham Garuda. Karyawan lainnya menanyakan upaya manajemen menangani saham Garuda di Bahana Securities. Menurut sumber Tempo, manajemen Bahana Pembinaan terkesan cuci tangan menghadapi potensi kerugian dari penjaminan emisi saham Garuda. "Banyak karyawan tak puas dengan jawaban manajemen," ujar sumber itu di Jakarta pekan lalu. "Tampaknya dari sinilah surat kaleng muncul."
Terlepas dari kebenaran isi surat kaleng itu, menurut sumber Tempo lainnya, karyawan Bahana sebenarnya sudah resah. Pemicunya bantuan pinjaman darurat buat karyawan sudah disetop, tak ada kenaikan gaji, dan kemungkinan pembatasan klaim kesehatan non-asuransi. Kondisi semakin tak menentu karena beberapa karyawan andal mengundurkan diri atau dibajak perusahaan lain.
Paling meresahkan, menurut dia, tentu saja kondisi keuangan Bahana Securities dan Bahana Pembinaan. Dalam rapat anggaran di Hotel Morrissey, terungkap dana kas Bahana hanya sekitar Rp 20 miliar atau hanya bisa bertahan sampai pertengahan tahun depan bila tak ada suntikan dana segar. Padahal Bahana Securities harus membayar bunga Rp 6 miliar per bulan atau Rp 72 miliar setahun kepada BNI.
Kondisi modal dan kerugian perusahaan sama buruknya. Menurut sumber Tempo tadi, dalam rapat teknis pembahasan anggaran, Selasa 15 November lalu, manajemen memperkirakan kerugian Bahana Securities tahun ini sekitar Rp 300 miliar. Adapun prognosis kerugian konsolidasi Bahana Pembinaan pada 2011 sekitar Rp 198 miliar. Kondisi itu, kata dia, dengan asumsi harga saham Garuda Rp 500 per lembar. Faktanya, harga saham Garuda sampai Kamis pekan lalu masih Rp 405 per lembar. Gara-gara kerugian dari saham Garuda, ekuitas Bahana Pembinaan semakin tekor dari minus Rp 187 miliar menjadi sekitar Rp 400 miliar akhir tahun ini.
Untuk memperpanjang napas perseroan, masih menurut sumber tadi, dalam rapat teknis itu manajemen Bahana mengusulkan sejumlah opsi penyelamatan, di antaranya menjual saham Garuda, menerbitkan exchangeable bond (surat berharga yang bisa ditukar menjadi saham) dengan jaminan dari Perusahaan Pengelola Aset, dan menjual 52,6 persen saham di PT Graha Niaga Tata Utama.
Karyawan Bahana boleh saja resah, tapi Eko tetap optimistis dengan kinerja perseroannya. Dia meyakinkan bahwa kondisi Grup Bahana cukup sehat. "Bisnis anak-anak usahanya berjalan baik," ujarnya. Bahana punya empat anak usaha, yakni PT Bahana TCW Investment Management, Bahana Securities, PT Bahana Artha Ventura, dan Graha Niaga Tata. Namun Eko mengakui Bahana Securities menderita kerugian akibat "menelan" saham Garuda.
Duit kas Bahana Securities, menurut Eko, memang kecil lantaran kebutuhannya juga rendah. Toh, kata dia, bila ada kesulitan, Bahana masih punya obligasi siap jual senilai puluhan miliar rupiah. Itu belum termasuk saham likuid dan penyertaan modal yang bisa dilego kapan saja.
Untuk masalah saham Garuda, Eko sekarang lebih optimistis setelah Menteri BUMN Dahlan Iskan mengizinkan Bahana menjual saham maskapai penerbangan flag carrier Indonesia itu. Saat ini Bahana sedang berkoordinasi dengan Danareksa dan Mandiri untuk menjual bersama-sama saham berkode GIAA tersebut. "Harganya cukup bagus," ujar Eko.
Setelah saham Garuda terjual, masalah Bahana praktis beres. "Penjualan saham Graha Niaga dan exchangeable bond rasanya tak diperlukan lagi," kata Eko. Tak seperti menteri sebelumnya, Dahlan memang telah menyatakan tak keberatan saham Garuda dijual buat menyelamatkan Bahana. "Daripada nyangkut terus di neraca, lebih baik segera dijual," ujarnya. "Silakan Direksi Bahana mengusulkan, nanti saya setujui."
Angin segar buat Bahana juga berembus dari Perusahaan Pengelola Aset. Dokter penyehatan perusahaan negara itu sudah merampungkan uji tuntas atas Bahana Pembinaan. Sekarang, kata Sekretaris Perusahaan PPA, Reny Rorong, Perusahaan Pengelola Aset sedang menyusun laporan uji tuntas. Reny belum bisa membeberkan opsi penyelamatan atas Bahana. "Intinya memperbaiki ekuitas Bahana dari negatif ke positif," ujarnya.
Di luar penyelamatan itu, kata sumber Tempo lainnya, BNI dan BRI bersedia menolong Grup Bahana. Dua bank milik pemerintah itu tertarik lantaran menyadari bisnis Bahana sangat strategis. Dia merujuk Bahana Artha Ventura, yang punya jaringan hampir di semua provinsi. Kinerja Bahana TCW Investment Management juga sangat bagus dengan dana kelolaan reksa dana sekitar Rp 18,5 triliun. Adapun Bahana Securities punya nama besar di industri pasar modal nasional.
Bila pemerintah memutus cepat, boleh jadi Bahana segera kembali sehat. Sebaliknya, jika pemerintah ragu, riak yang kini menerpa Bahana bisa membesar menjadi gelombang yang dapat menenggelamkannya.
Padjar Iswara, Evana Dewi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo