Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manuver bisnis Rusdi Kirana kembali mencengangkan jagat penerbangan dalam dan luar negeri. Disaksikan langsung Presiden Amerika Serikat Barack Obama di sela acara pertemuan pemimpin Asia Timur di Bali dua pekan lalu, Presiden Direktur Lion Air ini meneken kontrak pembelian 230 unit pesawat Boeing, pabrik burung besi kenamaan dari Amerika Serikat.
Pesanan Lion Air terdiri atas 201 jenis Boeing 737 MAX dan 29 unit Next-Generation 737-900 Extended Range (ER). Total nilainya mencapai US$ 21,7 miliar atau Rp 195 triliun—sekitar 20 persen dari anggaran republik ini. Lewat akad itu, Lion Air masih mungkin menambah order 150 pesawat senilai US$ 14 miliar.
Presiden Obama menyebut pembelian tersebut penting bagi ekspor Negeri Abang Sam. "Ini contoh pencapaian jangka panjang untuk melipatgandakan ekspor Amerika dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya seusai penandatanganan kontrak di Nusa Dua, Bali.
Aksi borong pesawat itu melengkapi armada yang dimiliki Lion Air. Sebelumnya maskapai yang beroperasi sejak sebelas tahun lalu itu sudah memesan 178 unit jenis Boeing 737-900 ER, yang akan datang hingga akhir 2016. Adapun pengiriman perdana Boeing 737 MAX dimulai 2017 dan selesai pada 2026.
Rusdi, yang pernah menjadi pramuniaga perusahaan mesin jahit Brother, tak menganggap pembelian Lion Air ini luar biasa. "Justru saya malu, karena negara tetangga yang kecil bisa membeli banyak tapi negara kita yang pasarnya besar tak mampu," katanya sambil santap siang dengan Nugroho Dewanto, Bobby Chandra, Rosalina, dan fotografer Jacky Rahmansyah dari Tempo di kantornya, di lantai 8 Menara Lion Air, Jakarta, Rabu pekan lalu.
Dengan kontrak pembelian pesawat yang disaksikan Presiden Amerika Barack Obama dua pekan lalu, Lion Air kini menjadi pelanggan terbesar Boeing?
Secara single order pesanan kami memang yang terbesar di dunia dilihat dari volume dan harga. Tapi, sebagai operator, kami pengguna Boeing 737 terbesar kedua, setelah South West Airlines (maskapai penerbangan Amerika Serikat).
Lion Air berkembang luar biasa karena jeli memilih pesawat baru yang hemat bahan bakar?
Boeing 737-900 ER cocok dengan iklim Indonesia. Lebih efisien dan memiliki daya angkut lebih banyak. Boeing 737-900 ER bisa menghemat bahan bakar hingga 30 persen ketimbang Airbus atau MD.
Bukankah produk Airbus terbaru juga hemat bahan bakar?
Itu soal selera. Efisien atau tidak bukan tergantung pabrik, tapi banyak faktor yang berperan, seperti persediaan suku cadang dan perawatan mesin.
Orang bertanya-tanya, dari mana sumber pembiayaan untuk membeli 230 unit pesawat itu.
Bank Exim Amerika Serikat yang membiayai. Saya tidak bisa berbicara terlalu terperinci karena sangat confidential. Kami juga menjalin hubungan cukup lama dengan Boeing sejak membeli 178 unit 737-900 ER. Bisnis tak harus berbicara tentang uang. Modal kami adalah trust. Boeing dan Bank Exim Amerika Serikat tidak akan begitu saja berbisnis dengan Lion Air. Tentu mereka sudah mempelajari rekam jejak kami.
Mungkinkah ini semacam modal ventura? Mereka ikut menempatkan orang di Lion Air untuk memastikan semuanya aman?
Boleh diperiksa, di manajemen kami tak ada orang asing. Orang asing hanya beberapa pilot dan petugas teknik. Kami percaya orang Indonesia mampu. Ada maskapai yang diatur orang asing malah bangkrut. Rumus industri penerbangan itu sederhana, tidak seperti membuat roket ke luar angkasa. Yang penting produk disukai banyak orang dengan harga terjangkau.
Anda mendapat diskon besar dalam pembelian ini?
Diskonnya rahasia. Kami kan pedagang. Yang penting jangan membeli barang yang membikin diri sendiri susah. Jangan bikin karyawan bisa menjadi penganggur. Kami memikirkan hidup 11 ribu karyawan.
Angka keterlambatan terbang Lion Air masih tinggi, bagaimana Anda mengatasinya?
Ada banyak faktor yang mempengaruhi keterlambatan pesawat. Lion Air dianggap banyak delayed karena frekuensi terbangnya paling tinggi. Untuk mengatasinya, kami memperpanjang estimated time departure dan estimate time arrival di bandara. Lalu kami mempersiapkan pesawat cadangan. Ini semua memakan biaya. Tapi tidak apa-apa untuk perbaikan produk.
Pesawat Lion Air juga kerap tergelincir di landasan....
Untuk mencegah insiden di bandara, Boeing 737-900 ER sudah kami lengkapi dengan perangkat smart landing. Kokpit akan berbunyi jika pesawat tidak stabil saat hendak mendarat. Diharapkan itu bisa mengurangi angka kecelakaan hingga menjadi nol persen.
Apakah pembelian pesawat dalam jumlah besar ini tidak terlalu agresif?
Sebetulnya saya justru malu. Negara tetangga yang kecil saja mampu membeli pesawat dalam jumlah banyak. Masak, negara kita dengan market yang besar tidak mampu? Jangan berkeluh-kesah. Semua pihak harus bekerja sama mengalahkan pihak lain.
Anda sudah memperhitungkan imbas krisis di Amerika dan Eropa?
Pepatah Cina bilang, setiap ada masalah pasti ada kesempatan. Kalau menunggu semua stabil, Anda tidak punya kesempatan lagi. Saat krisis, usaha dan kekuatan yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
Pembelian pesawat baru ini juga untuk melakoni bisnis layanan penuh?
Ya, paling lambat akhir 2012 atau awal 2013 kami melayani full service dengan nama Space Jet. Tapi kami harus memodifikasi pesawat terlebih dulu untuk memasang jaringan Internet dan televisi, sehingga orang bisa BBM-an dan menonton video.
Bisnis layanan penuh bukan hanya menyediakan fasilitas di pesawat, bagaimana dengan persiapan infrastruktur?
Kita terlalu lama berkutat di Cengkareng. Coba lihat ke wilayah timur seperti Manado. Bandara di Manado masih merugi karena kurangnya penerbangan. Padahal, kalau ditarik garis lurus ke atas di peta, ada Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ini potensi.
Anda akan menjadikan Manado sebagai hub penerbangan layanan penuh?
Ya, tapi kami juga memikirkan alternatif lain di Morotai, Maluku Utara, yang memiliki enam landasan, dengan kondisi masih bagus, peninggalan Perang Dunia II. Kalau di Manado urusannya rumit, bisa saja kami alihkan hub ke Morotai. Bisnis full service akan berfokus pada rute internasional.
Bukankah keadaan alam di Manado tidak menguntungkan buat penerbangan?
Ada sebuah gunung yang menjadi kendala. Tapi sudah dua bulan lebih kami memakai sistem RNP (required navigator performance), yang terbang berdasarkan satelit. Dengan cuaca seburuk apa pun kami tetap dapat take off dan landing dari Manado-Shanghai atau Manado-Beijing, misalnya.
Bagaimana dengan perawatan pesawat dan pasokan pilot?
Kami memiliki Wings Lion Flying School. Sekolah pilot ini memiliki tiga pesawat Cessna, dan akan menjadi tujuh unit hingga akhir tahun. Lion Air pun sedang membangun fasilitas perawatan pesawat di Bandara Hang Nadim, Batam, sebagai ganti yang di Manado yang sempat bermasalah.
Ada perkembangan terbaru mengenai rencana penawaran saham perdana (IPO)?
Awalnya IPO dilakukan tahun depan atau 2013 untuk mendapat dana US$ 1 miliar. Sekitar 30 persen saham dilepas ke publik. Tapi sepertinya kami tidak akan terburu-buru melakukan IPO.
Maksudnya, rencana IPO akan ditunda?
Kami akan melakukan IPO setelah saya selesai meneken kontrak untuk memenuhi kebutuhan semua karyawan dalam jangka panjang, seperti perumahan karyawan, program pensiun, dan asuransi karyawan.
Selain Kirana bersaudara, apa fungsi komisaris seperti Halim Kalla dan Oesman Sapta Odang?
Fungsi mereka tidak signifikan. Kami punya hubungan lama. Tidak ada salahnya mereka menjadi penasihat secara makro. Mereka tidak terlibat dalam urusan operasional sehari-hari. Komisaris utama tetap Pak Kusnan Kirana (kakak Rusdi).
Banyak pengusaha terjun ke dunia politik. Anda juga tertarik?
Tertarik. Mungkin 2-3 tahun lagi. Saya menyenangi tantangan. Di airlines tantangannya sudah berkurang, karena pesawat yang kami order sampai 2026. Saya ingin melakukan sesuatu dalam hidup.
Anda ingin menjadi menteri, gubernur, atau anggota DPR?
Tidak. Saya hanya ingin mengabdi di partai politik sebagai aktualisasi diri. Terjun ke dunia politik bukan berarti harus menjadi menteri atau gubernur. Dengan menjadi politikus, kita bisa melobi birokrat sehingga kebijakan makro lebih baik.
Anda tidak takut menjadi sapi perah partai?
Tidak usah takut. Hingga hari ini kami sudah membawa 85 ribu orang per hari terbang di ketinggian 30 ribu kaki. Kalau berbicara tentang takut, ya, sekaranglah saatnya takut, ha-ha-ha….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo