KULITNYA mengesankan brosur reklame barang elektronika. Dan
logonya bagaikan iklan buat konsumen yang perlu dirangsang
keinginannya. Tapi Aha! Aku Tahu sesungguhnya majalah serius
bidang ilmu dan teknologi.
Sederetan nama bertitel Dr. (Ph.D), dokter dan profesor,
memenuhi susunan redaksinya. Mereka kebanyakan "anak UI". Dengan
laporan utama tentang mikrokomputer yang memang sedang melanda
dunia, sejumlah artikel ilmu dan teknologi memadati 72 halaman
edisi perdananya, Februari lalu. Ada artikel tentang dunia idiot
savant ("pintar tapi bodoh"), sindroma prahaid dan ilmu meramal
berkat intuitif kuat. Ada pula cerita kereta masa depan Maglev,
bahan pangan kuno suku Aztecs Amaranth yang sedang dibiakkan dan
bagaimana mengatur angin.
Sementara kisah-kisah pendek tentang pengetahuan dan penemuan,
serta profil para tokoh teknologi dan ilmu mendapat perhatian
maialah bulanan itu. Semuanya disajikan dengan bahasa populer
dan gaya bercerita lumayan memikat.
"Kami mengemban misi menjadikan Aha! Aku Tahu sarana
tukar-menukar ilmu antarilmuwan dan mengembangkan dan
memasyarakatkan ilmu dan teknologi," tutur dr. Eddy Nugroho,
pemimpin redaksinya. "Penyajiannya diusahakan sepopuler mungkin,
agar terjangkau, mudah dicerna dan diingat oleh masyarakat
luas," ujar Dr. Indro S. Suwandi, pemimpin umumnya dalam
pengantar majalahnya.
Mereka memilih nama Aha! Aku Tahu, kata keduanya, "untuk memberi
kesan intim dengan pembaca." Semula dalam diskusi muncul
nama-nama Professor, Visi, dan Majalah Ilmu Teknologi. "Kalau
kami pakai Professor, orang awam yang bukan ilmuwan akan lari,
artinya, tak tertarik," tutur Suwandi tertawa.
Lantas cukup tertarikkah masyarakat? "Sambutan terhadap
penerbitan pertama cukup bagus," ujar Nugroho. Selain
menggembirakan komentar berbagai kalangan, secara tertulis
ataupun lisan, menurut dia, oplah perdana 20.000 sampai
menjelang penerbitan keduanya pekan lalu tinggal 4.000-an. Ada
lima agen di Jakarta dan 41 di daerah jadi penyebarnya. Ia tak
pasti mengetahui apakah dengan begitu berarti masyarakat sudah
berminat pada cerita ilmu dan teknologi.
Dalam nomor perdana tampak banyak artikel berupa saduran dari
berbagai majalah luar negeri. Edisi berikutnya, yang terbit
seperti direncanakan, artikel saduran mulai diimbangi dengan
karya orang sini.
Dengan pengelola 19 orang (pemimpin umum, pemimpin redaksi dan
dewan redaksi) dan dewan kehormatan termasuk Prof. Dr. Mahar
Mardjono eks rektor UI, bulanan itu diusahakan terbit teratur
tiap bulan.
Meski hanya 11 petugas di antara jumlah itu yang setiap hari
datang ke kantor yang sama sekali tak bersuasana keilmuan dan
keteknologian, dana dan bahan isinya tersedia cukup.
Dana penunjang hidupnya datang dari penerbitnya sendiri, Yayasan
Pengembangan Sumberdaya Manusia, yang diketuai Suwandi. Juga
sejumlah anggota yayasan itu secara pribadi menopang biaya hidup
penerbitan itu sampai ia cukup kuat berdiri sendiri. Iklan tak
ditolaknya, tapi akan dibatasi sampai sekitar 10% halaman
majalah saja. "Majalah kami berizin terbit STT (Surat Tanda
Terbit), maka kami tak terlalu komersial - dan memang begitu
tujuan kami," ujar Suwandi.
Sama-sama lulusan Fakultas Kedokteran UI, Suwandi (lulus 1962)
dan Nugrol (1974), mereka merupakan motor majalah baru ini.
Meski Suwandi, aktif juga di Yayasan Pengembangan Sumberdaya
manusia, meraih gelar dotornya di AS pada 1968 di bidang
obat-obatan. Di Pusat Ilmu Komputer UI, bujangan berusia 41
tahun itu, direkturnya. Ia memang belajar komputer di AS selama
2 tahun sejak 1969. Sebelumnya pernah bekerja di GIA selama 6
bulan dan berpraktek dokter setahun sambil dinas di bagian
farmakologi FKUI.
Akan halnya Eddy Nugroho, 35 tahun, sejak 1975 terjun ke bidang
tulis menulis masalah medis dan jadi redaktur pelaksana Cermin
Dunia Kedokteran, triwulanan PT Kalbe Farma. Lalu selama
1977-1979 mengikuti program dokter inpres di Kalimantam
Sekembalinya dari sana meneruskan me-mimpin Cermin sebagai
pemimpin redaksi. Pernah praktek dokter di rumahnya di Cipinang
Muara, Jakarta Timur, tapi hanya empat bulan. "Saya tak banyak
punya waktu," keluhnya, kesibukannya kini bertambah sebagai
pengasuh Aha! Aku Tahu.
Punya hubungan dengan kantor Menteri Habibie? "Sama sekali tak
berafiliasi dengan kantornya atau lembaga riset dan teknologi
Habibie," kata Nugroho.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini