Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Aha aku tahu, katanya

Majalah khusus di bidang ilmu dan teknologi dikelola oleh 19 orang, terbit sebulan sekali. (md)

26 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KULITNYA mengesankan brosur reklame barang elektronika. Dan logonya bagaikan iklan buat konsumen yang perlu dirangsang keinginannya. Tapi Aha! Aku Tahu sesungguhnya majalah serius bidang ilmu dan teknologi. Sederetan nama bertitel Dr. (Ph.D), dokter dan profesor, memenuhi susunan redaksinya. Mereka kebanyakan "anak UI". Dengan laporan utama tentang mikrokomputer yang memang sedang melanda dunia, sejumlah artikel ilmu dan teknologi memadati 72 halaman edisi perdananya, Februari lalu. Ada artikel tentang dunia idiot savant ("pintar tapi bodoh"), sindroma prahaid dan ilmu meramal berkat intuitif kuat. Ada pula cerita kereta masa depan Maglev, bahan pangan kuno suku Aztecs Amaranth yang sedang dibiakkan dan bagaimana mengatur angin. Sementara kisah-kisah pendek tentang pengetahuan dan penemuan, serta profil para tokoh teknologi dan ilmu mendapat perhatian maialah bulanan itu. Semuanya disajikan dengan bahasa populer dan gaya bercerita lumayan memikat. "Kami mengemban misi menjadikan Aha! Aku Tahu sarana tukar-menukar ilmu antarilmuwan dan mengembangkan dan memasyarakatkan ilmu dan teknologi," tutur dr. Eddy Nugroho, pemimpin redaksinya. "Penyajiannya diusahakan sepopuler mungkin, agar terjangkau, mudah dicerna dan diingat oleh masyarakat luas," ujar Dr. Indro S. Suwandi, pemimpin umumnya dalam pengantar majalahnya. Mereka memilih nama Aha! Aku Tahu, kata keduanya, "untuk memberi kesan intim dengan pembaca." Semula dalam diskusi muncul nama-nama Professor, Visi, dan Majalah Ilmu Teknologi. "Kalau kami pakai Professor, orang awam yang bukan ilmuwan akan lari, artinya, tak tertarik," tutur Suwandi tertawa. Lantas cukup tertarikkah masyarakat? "Sambutan terhadap penerbitan pertama cukup bagus," ujar Nugroho. Selain menggembirakan komentar berbagai kalangan, secara tertulis ataupun lisan, menurut dia, oplah perdana 20.000 sampai menjelang penerbitan keduanya pekan lalu tinggal 4.000-an. Ada lima agen di Jakarta dan 41 di daerah jadi penyebarnya. Ia tak pasti mengetahui apakah dengan begitu berarti masyarakat sudah berminat pada cerita ilmu dan teknologi. Dalam nomor perdana tampak banyak artikel berupa saduran dari berbagai majalah luar negeri. Edisi berikutnya, yang terbit seperti direncanakan, artikel saduran mulai diimbangi dengan karya orang sini. Dengan pengelola 19 orang (pemimpin umum, pemimpin redaksi dan dewan redaksi) dan dewan kehormatan termasuk Prof. Dr. Mahar Mardjono eks rektor UI, bulanan itu diusahakan terbit teratur tiap bulan. Meski hanya 11 petugas di antara jumlah itu yang setiap hari datang ke kantor yang sama sekali tak bersuasana keilmuan dan keteknologian, dana dan bahan isinya tersedia cukup. Dana penunjang hidupnya datang dari penerbitnya sendiri, Yayasan Pengembangan Sumberdaya Manusia, yang diketuai Suwandi. Juga sejumlah anggota yayasan itu secara pribadi menopang biaya hidup penerbitan itu sampai ia cukup kuat berdiri sendiri. Iklan tak ditolaknya, tapi akan dibatasi sampai sekitar 10% halaman majalah saja. "Majalah kami berizin terbit STT (Surat Tanda Terbit), maka kami tak terlalu komersial - dan memang begitu tujuan kami," ujar Suwandi. Sama-sama lulusan Fakultas Kedokteran UI, Suwandi (lulus 1962) dan Nugrol (1974), mereka merupakan motor majalah baru ini. Meski Suwandi, aktif juga di Yayasan Pengembangan Sumberdaya manusia, meraih gelar dotornya di AS pada 1968 di bidang obat-obatan. Di Pusat Ilmu Komputer UI, bujangan berusia 41 tahun itu, direkturnya. Ia memang belajar komputer di AS selama 2 tahun sejak 1969. Sebelumnya pernah bekerja di GIA selama 6 bulan dan berpraktek dokter setahun sambil dinas di bagian farmakologi FKUI. Akan halnya Eddy Nugroho, 35 tahun, sejak 1975 terjun ke bidang tulis menulis masalah medis dan jadi redaktur pelaksana Cermin Dunia Kedokteran, triwulanan PT Kalbe Farma. Lalu selama 1977-1979 mengikuti program dokter inpres di Kalimantam Sekembalinya dari sana meneruskan me-mimpin Cermin sebagai pemimpin redaksi. Pernah praktek dokter di rumahnya di Cipinang Muara, Jakarta Timur, tapi hanya empat bulan. "Saya tak banyak punya waktu," keluhnya, kesibukannya kini bertambah sebagai pengasuh Aha! Aku Tahu. Punya hubungan dengan kantor Menteri Habibie? "Sama sekali tak berafiliasi dengan kantornya atau lembaga riset dan teknologi Habibie," kata Nugroho.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus