MENGAJAR anak-anak selama 25 tahun, Ny. Eha Saleha, 49 tahun,
masih sempat memimpin 200 buruh pabrik mainan anak-anak: pagi ia
aktif sebagai kepala SD Rawa Barat Pagi, Kebayoran Baru, dan
siang hari menjabat Dirut PT Tomi Utama Toy, Jakarta.
Ny. Eha, yang memimpin 10 guru, dan 350 murid, memberikan
waktunya 5 jam untuk kepentingan sekolah. Lepas lohor, wanita
berkulit sawo matang dengan tata rias sederhana itu, mengendarai
Honda Accord krem menuju kantor pusat PT Tomi Utama di kawasan
Kota.
Sesekali Ny. Eha, yang terjun di bisnis itu sejak lima tahun
lalu, datang mengontrol kegiatan produksi Desa Cikupa,
Tangerang, Jawa Barat. Di sana puluhan mesin yang menderu-deru
mengubah ratusan ton biji plastik menjadi puluhan jenis mainan
anak-anak, dari tank yang melata sampai pesawat terbang di
udara. Produksinya setiap hari kini mencapai 1.000 lusin mainan
berbagai jenis dan model. "Bentuk dan model mainan itu harus
sering diubah agar tak membosankan anak-anak," ujarnya.
Sudah dua tahun terakhir ini, produk Tomi Utama memasuki pasar
Australia, AS, Timur Tengah, dan Singapura. Kini perusahaan itu
sedang merintis tambahanekspor ke Eropa. Dan ketika Juni tahun
lalu sebuah bank pemerintah memberikan kredit ekspor sekitar Rp
1 milyar, semangat Ny. Eha memperluas pasar di luar negeri
semakin menyala. Tahun lalu Tomi Utama mengekspor mainan dari
plastik itu 5 kali. "Minimal sekali kirim 3 peti kemas, agar
tidak terlalu besar menanggurg biaya pengapalan," kata Ny. Eha.
Ia dibantu Santoso TJoa, rekannya yang mengurusi pemasaran.
Harga mainan yang diekspor itu sekali kirim minimal Rp 500 juta.
Untuk mencapai jumlah, dan nilai pengiriman minimal itu Tomi
Utama sebelumnya mengumpulkan pesanan dari relasi, ke anyakan
memang teman baik Santoso. Jika semuanya lancar, suatu saat
perusahaan itu merencanakan mendirikan perwakilan di luar
negeri. "Resesi tak mempengaruhi volume ekspor produk kami.
Dalam bersaing dengan produk negara lain, kami masih menang
harga, lebih murah," ujar Ny. Eha.
Ia mengakui produknya agak terdesak di Jakarta menghadapi mainan
anak-anak Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan. Sedang di
daerah, mainan anak-anak eks Tangerang itu masih punya pasar
cukup kuat. Permintaan dari luar negeri meningkat tajam,
biasanya terjadi menjelang Natal. Karena itulah, 200 pekerja
(sekitar 80% wanita) saat ini diminta pula untuk lembur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini