Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar yang beredar Senin pekan lalu itu sungguh menyentak. Frank Taira Supit, 57 tahun, ditemukan meninggal di kamar rumahnya di bilangan Rempoa, Jakarta Selatan. Belum jelas apa penyebab kematiannya.
Polisi masih menunggu hasil visum tim dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. ”Kami masih terus melakukan penyelidikan,” ujar Komisaris Helmi Santika, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Jakarta Selatan.
Frank dikenal sebagai orang yang gemar tantangan. Awal tahun lalu ia meluncurkan AirEfata. Menggunakan dua buah pesawat MD-88 berkapasitas 142 penumpang, maskapai ini menerbangi jalur Jakarta-Timika-Jayapura-Biak dan Makassar-Biak-Timika. Jalur yang sebetulnya tergolong kurus.
Jauh sebelumnya, Frank menekuni dunia hukum. Pada 1980, putra S.T. Tjia, koresponden China News Agency Taiwan di Jakarta dan bekas wartawan Time, ini mendirikan kantor konsultan hukum Makarim & Taira S. bersama aktivis Angkatan 66, Nono Anwar Makarim. Firma yang dipimpin duet alumni Universitas Harvard AS itu termasuk kantor penasihat hukum papan atas di Jakarta.
Sebelas tahun kemudian Frank keluar dari Makarim & Taira S. Ia lalu mendirikan perusahaan penjamin efek PT Sigma Batara. Perusahaan ini tercatat sebagai perintis penerbitan obligasi rupiah di pasar modal ketika meluncurkan obligasi PT Perusahan Listrik Negara I.
Tak seperti ketika menangani Makarim & Taira S atau Sigma Batara, nasib mujur tampaknya menjauhi Frank di AirEfata. Sejak awal, maskapai ini megap-megap kekurangan dana. Frank, yang bersama teman-temannya lewat bendera PT Taira Markas mengantongi 90 persen saham AirEfata, kesulitan mencari modal segar.
Rencana restrukturisasi utang dengan pinjaman baru yang sudah disepakati dengan sebuah bank lokal tiba-tiba dibatalkan pada saat akhir. Kondisi AirEfata makin parah karena ketatnya persaingan bisnis penerbangan yang saling jorjoran membanting harga tiket. Alhasil, pelayanan bak raja dengan jok berbalut kulit Italia tak cukup untuk menyelamatkan AirEfata.
Cuma setahun terbang, maskapai ini akhirnya teronggok di landasan meninggalkan jejak utang di mana-mana. PT Angkasa Pura I, misalnya, mencatat tunggakan ke Bandara Juanda Surabaya Rp 187 juta, Bandara Hasanuddin Makassar Rp 111 juta, dan Bandara Pattimura Ambon Rp 225 juta. ”Total utangnya Rp 330 juta,” kata Halendra Waworuntu, juru bicara Angkasa Pura I.
Ada pula tagihan ke PT Angkasa Pura II senilai Rp 187 juta. Menurut Direktur Utama Angkasa Pura II, Edi Haryoto, tunggakan itu antara lain untuk biaya pemanduan penerbangan dan kebandarudaraan.
Kasbon lain tercatat di PT Pertamina untuk pembelian avtur senilai Rp 500 juta. Tagihan ini tersendat sejak Lebaran tahun lalu. ”Pembayaran awalnya selalu lebih kecil daripada avtur yang dikucurkan. Jadi, masih ada beberapa tagihan,” kata juru bicara Pertamina, Toharso. Sebuah sumber mengatakan Frank punya kewajiban US$ 30 juta.
Mungkinkah Frank nekat mengakhiri hidup karena terlilit utang? Spekulasi ini ditampik Amien Rais. ”Sulit saya terima orang yang cerdas, rasional, agamis, dan optimistis dalam menghadapi masalah, kemudian bunuh diri. Tidak tersirat sedikit pun dalam persahabatan kami, elemen suka mutung atau putus asa,” ujarnya.
Hubungan Amien dan Frank cukup dekat sejak awal pendirian Partai Amanat Nasional. Frank, yang mafhum soal ekonomi dan hukum internasional, diangkat menjadi staf ahli saat Amien menjadi Ketua MPR. Ia juga aktif sebagai anggota tim sukses ketika Amien maju ke gelanggang pemilihan presiden. Terakhir kali keduanya bertemu ketika Amien menikahkan anak keduanya setahun lalu. Saat itu Frank datang bersama istrinya, Marylou, perempuan asal Filipina yang memberinya dua anak. Dari perkawinan pertama, Frank punya seorang anak.
Kematian Frank, dengan bekas lilitan di leher, tetap menyisakan misteri.
Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo