SESUDAH melancarkan embargo yang tak bisa ditawar-tawar, AS bersama Indonesia -- yang terkena embargo -- kemudian turun ke meja perundingan. Kabarnya, proses perundingan berlangsung alot, dan pihak Indonesia siap-siap untuk gagal. Selama dua hari, 9-10 April silam, tim Indonesia, yang dipimpin Dirjen Perdagangan Luar Negeri Paian Nainggolan, akhirnya berhasil juga melunakkan tim AS yang diketuai oleh Clara Hill. Seperti diketahui, bulan lalu pihak pabean AS menahan sekitar 100.000 lusin celana pria dari serat campuran. Embargo itu merupakan sanksi otomatis bila jumlah barang yang dikirim sudah melampaui kuota yang ditentukan untuk tahun berjalan. Akhir Maret lalu, duta besar dari USTR (United States Trade Representative) Ronald Sorini, yang datang ke Jakarta, ternyata juga tak bisa diajak berunding oleh para pejabat Departemen Perdagangan. Terpaksa, Indonesia pekan silam mengirim suatu tim ke kantor pusat USTR di Washington. Usai perundingan, anggota tim Indonesia tampaknya dilarang bicara. Pengusaha tekstil Hussein Aminuddin -- yang ikut memperkuat tim perunding, dan biasanya murah informasi -- kali ini bicara seperlunya. Ketika dihubungi di Hotel Omni, Washington, lewat telepon dari Jakarta, Kamis pekan silam, Aminuddin hanya berkomentar, "Masalah sudah terselesaikan. Jalan lurus ke depan sudah dibuat. Selebihnya, tanyakan kepada Ketua Tim." Sang ketua, Dirjen Paian Nainggolan, tak dapat "dicegat" karena ia langsung terbang ke Ottawa, Kanada -- kabarnya juga untuk membereskan urusan tekstil kita di sana. Namun, Paian sempat mengirimkan kabar baik itu kepada Menteri Perdagangan di Jakarta, yang kemudian melapor kepada Presiden. Dalam keterangan persnya, Menteri Perdagangan Arifin Siregar menyatakan bahwa AS telah mencabut embargo yang sempat dijatuhkan terhadap kategori 647 (celana panjang) senilai US$ 4,6 juta. Selain itu, ada lagi 10 kategori tekstil yang mengalami kelebihan pengapalan hingga 10%-15%. Tapi itu pun tak akan dikenai embargo karena akan diperhitungkan sebagai pinjaman dari kuota tahun 1990-1991, yang akan dimulai 1 Juli mendatang. "Hal ini dapat kita anggap wajar," kata Arifin. Bagaimanapun, embargo itu harus dijadikan pelajaran bagi pihak Indonesia. Presiden Soeharto, kata Arifin, meminta agar mulai sekarang kuota dibagi (oleh Departemen Perdagangan) dengan memperhatikan berapa banyak yang boleh diekspor ke AS. Dan eksportir juga diminta terus merambah pasar baru di negara nonkuota. MW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini