Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum rapat sosialisasi berakhir, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian Badan Usaha Milik Negara Gatot Trihargo memastikan pembentukan induk BUMN bidang perhubungan udara melibatkan PT Pelita Air Service. Pertamina akan melepas sebagian besar sahamnya di Pelita kepada induk perhubungan udara. Sinergi perusahaan kargo dan pesawat sewaan ini, menurut Gatot, akan menghasilkan tambahan pendapatan.
Pelita Air adalah perusahaan penyewaan pesawat yang hampir seratus persen sahamnya dimiliki PT Pertamina (Persero), induk usaha pelat merah di sektor energi. Setelah induk perhubungan udara terbentuk, Pertamina tetap dapat mengoperasikan pesawat kargonya untuk mendistribusikan bahan bakar. “Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati sudah setuju dengan skema ini,” kata Gatot di depan peserta rapat.
Pertemuan dua jam di Kementerian BUMN pada Selasa pagi, 9 April lalu, itu dihadiri dewan komisaris serta direksi calon induk dan anggota induk perhubungan udara, yakni PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Survai Udara Penas (Persero), dan PT Pelita Air Service.- Inilah rapat sosialisasi pembentukan induk perusahaan pelat merah di sektor sarana dan prasarana udara. Keikutsertaan Pelita akan melengkapi pendirian induk tersebut.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno sudah lama mencetuskan pembentukan induk perusahaan di berbagai bidang usaha. Rini juga mematok target induk bidang keuangan, asuransi, perumahan, infrastruktur, pelabuhan, dan industri strategis berdiri pada tahun ini.
Rencana pembentukan induk sarana dan prasarana perhubungan udara ternyata melaju lebih cepat ketimbang sektor lain. Pembahasan dilakukan intensif empat bulan terakhir. “Kami sekarang menganalisis perusahaan induk yang akan membawahkan Angkasa Pura I dan II,” ucap Rini Soemarno di kompleks Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat, 5 April lalu.
Surat dari Menteri BUMN Rini Soemarno tentang pembentukan induk usaha sarana dan prasarana perhubungan udara.
Dalam rapat sosialisasi 9 April, tim konsultan PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia memaparkan kajian dan kerangka waktu pendirian induk perhubungan udara. Kajian ini menyebutkan Indonesia memiliki potensi pertumbuhan sektor udara yang cukup besar. Pasar penerbangan Indonesia digadang-gadang menempati posisi kelima pada 2037, setelah Inggris Raya. Dua tahun lalu, Indonesia berada di peringkat kedelapan.
Selama ini empat bandar udara utama yang melayani rata-rata 50 persen dari total trafik penumpang udara di Indonesia memiliki daya tampung terbatas. Dalam dokumen kajiannya, PwC menyebutkan cetak biru penerbangan nasional kurang merinci rencana konektivitas terpadu antara bandara dan maskapai. Rute-rute perintis yang terbatas, juga rendahnya koordinasi antar-pengelola bandara BUMN dan non-BUMN, menjadi kendala pengembangan bisnis perhubungan udara.
PwC menilai meningkatnya profil pelanggan baru (first time traveler) seharusnya bisa mendorong bandara dan maskapai berkolaborasi serta berinovasi. “Selama ini semua berjalan sendiri-sendiri,” tutur Gatot. Ia menilai konsep penggabungan perusahaan negara menjadi induk usaha sangat cocok untuk membenahi perusahaan pelat merah perhubungan udara yang mencakup layanan penumpang hingga angkutan barang. Penghematan biaya dari sinergi ini ditaksir mencapai Rp 7 triliun dalam lima tahun ke depan.
DIREKTUR Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin masih ingat saat ia menerima undangan rapat dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara pada pertengahan Januari lalu. Kementerian meminta perusahaan negara bidang sarana dan prasarana perhubungan udara melakukan konsolidasi. Rapat membahas rencana itu digelar pada 17 Januari. Karena sedang melakukan umrah, Awaluddin berhalangan hadir. “Saya datang pada rapat steering committee berikutnya, yang dilakukan satu bulan sekali,” ucap Awaluddin.
Seorang pejabat BUMN mengatakan Gatot Trihargo langsung mengumumkan rencana pendirian induk sektor aviasi dalam rapat 17 Januari lalu. Pemerintah menunjuk PT Survai Udara Penas (Persero) sebagai induk perusahaan.
Dibanding perusahaan lain, nama Survai Udara Penas jarang terdengar. Perseroan yang bergerak di bidang pencitraan udara ini pernah masuk daftar perusahaan yang hampir bangkrut pada 2017. Penas pernah menjadi pasien PT Perusahaan Pengelola Aset. Nilai aset Penas di antara perusahaan perhubungan udara berada di posisi juru kunci.
Sebelum nama Penas muncul sebagai induk perusahaan, pemerintah rupanya mengantongi calon lain. Perum AirNav Indonesia, yang bergerak sebagai penyedia navigasi penerbangan, dianggap cocok memimpin grup perusahaan pelat merah sektor perhubungan udara. “Yang ideal AirNav karena sampai kapan pun tidak akan ditawarkan ke publik (IPO),” kata Gatot.
Rencana ini batal lantaran AirNav masih berstatus perusahaan umum. Dengan status itu, AirNav tidak diwajibkan menghasilkan laba dan membagikan deviden. “Padahal induk BUMN mesti mencetak laba,” tutur Gatot.
Walhasil, Penas dipilih menjadi perusahaan induk. Penunjukan Penas juga telah dikaji PricewaterhouseCoopers Indonesia sejak Januari lalu. Kelak induk perhubungan udara beranggotakan Angkasa Pura I dan II, Garuda Indonesia, Pelita Air Service,- serta AirNav Indonesia. AirNav diikutsertakan setelah statusnya berganti menjadi perseroan terbatas. “Kami sudah berbicara dengan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Nadanya positif,” ucap Gatot. Keikutsertaan perusahaan navigasi ini pun sesuai dengan isi Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana Banguningsih Pramesti mengatakan ia baru sekali menggelar rapat dengan Kementerian BUMN membahas pembentukan induk ini. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mensyaratkan pendirian induk harus memperhatikan potensi setiap entitas perusahaan. Budi tak ingin perusahaan berkinerja jeblok kelak bergantung pada induk atau sebaliknya.
Gatot mengakui keuangan Penas jeblok sejak 2012. Baru pada 2018 perseroan mulai mencatatkan laba. Pemerintah memilih Penas sebagai induk perusahaan karena bisnisnya berbeda dengan yang lain dan lebih sederhana. Penas tidak memiliki banyak anak usaha seperti Angkasa Pura dan Garuda. “Dia akan menjadi perusahaan cangkang, lebih ke urusan strategis,” kata Gatot.
Perbandingan Aset
SEBELUM diorbitkan menjadi induk perusahaan, PT Survai Udara Penas diminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara memperbaiki kinerja keuangannya tahun ini. Penas harus mampu membiayai ongkos operasional sendiri. Setelah itu, restrukturisasi bisa dilakukan. “Supaya tidak dikira induk bergantung pada anak,” Gatot Trihargo menjelaskan.
Kementerian BUMN mulai menyeleksi calon direktur utama induk perusahaan yang dinilai kredibel memimpin semua usaha sarana dan prasarana perhubungan udara. Standarnya, kata Gatot, calon terpilih harus mampu mengarahkan semua lini usaha.
Muhammad Awaluddin mengiyakan syarat ini. Ia berharap perusahaan induk kelak mampu menggerakkan anak usaha agar lebih efisien dan mencari alternatif pendapatan lain di luar bisnis utama. “Induk BUMN tidak boleh jago kandang dan harus menjadi pemimpin di tingkat regional,” ucapnya.
Dengan induk ini, BUMN perhubungan udara Indonesia berharap bisa menyaingi Grup Bandar Udara Changi Singapura dengan mengembangkan hub internasional seperti di Medan dan Makassar. PwC memproyeksi total peningkatan pendapatan di semua lini bisnis anggota holding mencapai Rp 23,7 triliun dalam lima tahun ke depan. Peningkatan pendapatan terbesar berasal dari bisnis logistik atau kargo.
Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Fuad Rizal mengatakan timnya masih menyiapkan pengumuman rencana ini kepada para pemegang saham. Fuad berharap investor dan karyawan tak risau akan rencana pembentukan induk usaha ini. Serikat Pekerja Angkasa Pura II sempat khawatir terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia yang dianggap memberatkan keuangan Angkasa Pura kelak. “Kalau merger, baru khawatir,” kata Fuad. Ia yakin induk tak akan mengacaukan kinerja keuangan setiap entitas.
Rapat pembentukan induk perhubungan udara makin intensif digelar bulan ini. Gatot optimistis Pelita Air Service masuk pada Juni mendatang. Adapun AirNav akan resmi bergabung pada akhir tahun nanti. “Dengan bergabung ke induk perhubungan udara, AirNav tak lagi bergantung pada APBN dan bisa menambah neraca keuangannya.”
PUTRI ADITYOWATI, HENDARTYO HANGGI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo