Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain ke pimpinan, petisi dikirim ke Wadah Pegawai KPK. “Kami meneruskan petisi tersebut kepada lima pimpinan agar mengambil tindakan dan bertemu dengan penandatangan petisi,” kata Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, Jumat, 12 April lalu.
Surat petisi itu diberi judul “Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus”. Pendukung petisi berasal dari bagian penindakan dan pencegahan. Jumlah pendukung petisi dari semula 114 bertambah menjadi hampir 500 orang pada 12 April.
Mereka menyebutkan hal-hal yang mengindikasikan terhambatnya pengusutan berbagai kasus. Isi petisi mengungkapkan pelbagai hal di bagian penindakan yang mereka anggap justru merintangi tugas pemberantasan korupsi, seperti pengembangan perkara lebih tinggi serta pengungkapan kejahatan korporasi dan tindak pencucian uang. “Berbagai halangan serta hambatan hadir dalam satu tahun belakangan,” demikian tertulis dalam pengantar petisi.
Penanggung jawab semua persoalan yang dikeluhkan itu adalah Deputi Penindakan Inspektur Jenderal Firli. Dimintai komentar tentang hal ini, Firli belum memberikan tanggapan. Pertanyaan baik lewat surat maupun pesan telepon seluler belum dijawab. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan surat permintaan konfirmasi sudah disampaikan kepada Firli. “Suratnya sudah saya teruskan,” tutur Febri.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan ada petisi pegawai dari bagian penindakan lembaganya. “Kami sudah menerima dan kami pelajari dulu apa isinya,” ucapnya. Hal serupa disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo. “Segera kami bahas,” katanya.
Lima Persoalan
Ada lima hal yang tercantum dalam petisi ratusan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
1. Hambatan penanganan perkara saat ekspose tingkat kedeputian
Terjadi penundaan pelaksanaan ekspose perkara dengan alasan tidak jelas dan cenderung mengulur-ulur waktu.
2. Operasi tangkap tangan bocor
Hampir semua satuan tugas bagian penyelidikan pernah gagal melakukan operasi tangkap tangan karena bocornya informasi.
3. Perlakuan khusus terhadap saksi dan pemanggilan saksi tak disetujui
Beberapa saksi diduga mendapat perlakuan khusus saat akan diperiksa. Saksi tidak lewat lobi tamu di lantai satu dan saksi datang ke ruang pemeriksaan menggunakan lift pegawai.
4. Pencekalan dan penggeledahan tak disetujui
Penyidik tidak mendapat izin saat mengajukan permintaan penggeledahan dan pencekalan dalam kasus-kasus tertentu.
5. Pembiaran dugaan pelanggaran berat
Perkara dugaan pelanggaran berat oleh pegawai bagian penindakan KPK tidak sepenuhnya ditindaklanjuti pemimpin Komisi.
Irwandi Yusuf Divonis Tujuh Tahun
MAJELIS Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf tujuh tahun penjara, Senin, 8 April lalu. Hakim juga mencabut hak politik Irwandi. “Menjatuhkan hukuman tambahan berupa hak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok,” ujar ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri.
Mantan juru bicara Gerakan Aceh Merdeka itu terbukti dalam dua dakwaan. Dakwaan pertama adalah menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar terkait dengan proyek-proyek yang bersumber dari dana otonomi khusus Aceh. Kedua, ia terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 8,717 miliar.
Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan permintaan banding atas vonis tersebut. Majelis hakim menilai dakwaan ketiga tim jaksa tidak terbukti. Dakwaan itu berisi dugaan gratifikasi senilai Rp 32,4 miliar dari Nindya Sejati Joint Operation. Jaksa menuntut Irwandi dihukum sepuluh tahun penjara. Irwandi juga akan meminta banding. “Vonis berdasarkan asumsi,” katanya.
Jurnalis Dihukum Sembilan Bulan Bui
PENGADILAN Negeri Kisaran menghukum jurnalis Jangkau.com, M. Yusroh Hasibuan, sembilan bulan penjara. Yusroh dinilai terbukti mencemarkan nama Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Agus Andrianto.
Hakim Ulina menyatakan Yusroh terbukti melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Atas putusan tersebut, pengacara Yusroh, Maswan Tambak, belum menyatakan sikap. “Kami mempertimbangkan terdakwa. Kami masih berdiskusi dengan terdakwa untuk memutuskan banding atau tidak,” tutur Maswan seusai pembacaan putusan, Kamis, 11 April lalu.
Yusroh mengirimkan sejumlah foto unjuk rasa mahasiswa ke grup WhatsApp “Berita Batubara” pada 27 September 2018. Aksi itu merespons tindakan represif polisi terhadap demonstrasi mahasiswa di Medan. Dalam kiriman itu, Yusroh menyatakan mengutuk tindakan represif tersebut dan meminta Kapolda Sumatera Utara dicopot.
ANTARA FOTO/Agus Setiawan
Surat Suara Tercoblos di Malaysia
VIDEO penemuan puluhan ribu kertas suara pemilihan umum tercoblos beredar di media sosial sejak Kamis, 11 April lalu. Video menunjukkan kertas suara tersebut ditemukan di sebuah toko di Selangor, Malaysia. Kertas-kertas suara itu disebutkan tercoblos untuk pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Ada juga kertas suara calon anggota legislatif yang dikatakan tercoblos untuk kandidat legislator dan partai tertentu.
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum, Rahmat Bagja, membenarkan ada temuan kertas suara tercoblos tersebut. Pihaknya kini tengah menelusuri peran Panitia Pemilu Luar Negeri Malaysia. Pencoblosan di Malaysia digelar pada Ahad, 14 April 2019. Ia menyebutkan pihaknya mempertimbangkan kemungkinan kertas suara yang tercoblos itu bagian dari pemilu yang dilakukan lewat pos. “Ini juga ditelusuri kenapa surat suara ada di toko itu,” katanya Jumat, 12 April lalu.
Komisi Pemilihan Umum sudah mengirim dua komisioner ke Malaysia untuk menginvestigasi temuan ini. Mereka adalah Hasyim Asyari dan Ilham Saputra.
Sembilan Penyelenggara Pemilu Dipecat
DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu memecat sembilan anggota Komisi Pemilihan Umum dan badan pengawas pemilu daerah pada Rabu, 10 April lalu. Alasan pemecatan beragam. Di antaranya bertemu dengan calon legislator, menjadi pengurus partai politik, dan tuduhan pencabulan.
Empat orang yang mendapat sanksi berupa pemberhentian tetap adalah panitia pengawas pemilihan kecamatan di Karawang, Jawa Barat, yakni Rofiudin dari Banyusari, Ade Iwan Setiawan dari Cilamaya Wetan, Endang dari Tirtajaya, dan Fredrick A. Kumontoy dari Telukjambe Timur. Mereka dipecat karena bertemu dengan calon legislator Partai Nasdem, Saan Mustofa. “Mengabulkan pengaduan untuk seluruhnya,” ucap Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Harjono saat membacakan putusan untuk keempatnya, Rabu, 10 April lalu.
Penyelenggara lain yang juga mendapat sanksi pemberhentian tetap adalah anggota KPU Papua, Tarwinto, lantaran meminta uang Rp 300 juta; Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah, Edy Waluyo, karena kinerja; dan anggota KPU Yogyakarta, R. Moeh. Nufrianto Aris Munandar, atas kasus pencabulan. Selain itu, Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan Langsa Kota, Langsa, Aceh, Nevin Ziaulhaq lantaran kinerja; dan Ketua Badan Pengawas Pemilu Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, Sepriadison Saragih, karena menjadi pengurus Partai Demokrat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo