Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Habib Idrus Salim Aljufri menyarankan agar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) diberlakukan pensiun dini untuk memaksimalkan anggaran. Hal itu mengadopsi kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang juga tengah melakukan penghematan anggaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seperti saya ingat beberapa waktu lalu, kita bisa belajar dari Trump. Belanja yang tinggi kemudian bisa dipangkas dengan adanya pendi atau pensiun dini," ucap Habib saat rapat kerja (raker) bersama Komdigi di Kompleks Parlemen, Jakarta, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, selain bisa memaksimalkan penggunaan anggaran, ia berpendapat kebijakan pensiun dini ini akan diterima dengan baik oleh para pegawai. "Kalau harus terjadi, aku pikir ini salah satu hal yang bagus juga. Karena aku pikir banyak juga pegawai yang lebih senang adanya pensiun dini," ucap Habib.
Sebelumnya, Menteri Komdigi Meutya Hafid berencana memotong anggaran sebanyak 58,17 persen untuk tahun 2025. Pemangkasan ini sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tertanggal 24 Januari 2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN TA 2025. Surat itu merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres itu dikeluarkan Prabowo pada 22 Januari lalu.
Meutya belum memenuhi daftar alokasi anggaran apa saja yang akan dipotong. Namun, dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, efisiensi ditargetkan kepada 16 belanja menteri seperti alat tulis kantor, rapat hingga pendidikan dan latihan (diklat) dengan persentase pemangkasan yang berbeda-beda.
Rinciannya, alat tulis kantor dipotong sebanyak 90 persen, kegiatan seremonial 56,9 persen, rapat, seminar dan sejenisnya dipotong sebanyak 45 persen, kajian dan analisis 51,5 persen, diklat dan bimbingan teknis sebanyak 29 persen, dan honor output kegiatan dan jasa profesi sebanyak 29 persen.
Kemudian, percetakan dan souvenir dipotong sebanyak 75,9 persen, sewa gedung, kendaraan, dan peralatan dipotong 73,3 persen, lisensi aplikasi dipotong sebanyak 21,6 persen, jasa konsultan sebanyak 45,7 persen, bantuan pemerintah 16,7 persen, perawatan terpotong 10,2 persen. Selain itu, anggaran perjalanan dinas juga dipotong sebanyak 53,9 persen, peralatan dan mesin 28 persen, infrastruktur 34,3 persen, serta belanja lainnya sebanyak 59,1 persen.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Tiga Fokus Tugas Tim Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital