Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Nusa Dua - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa krisis pangan dan energi akan berdampak besar terhadap negara berkembang, terlebih ke negara berpenghasilan rendah dan negara kepulauan kecil. Hal tersebut termasuk dalam yang disoroti dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 (G20 Ministers Meeting atau FMM) di Nusa Dua, Bali, Jumat, 8 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyatakan saat ini ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi gangguan rantai pasokan pangan global. Oleh karena itu, upaya mengintegrasikan kembali pangan dan pupuk dari Ukraina dan Rusia ke pasar global menjadi sangat penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikan Retno dalam pernyataan pers usai FMM. Sebelumnya, semua perwakilan anggota G20 mengungkapkan kekhawatiran tentang melonjaknya harga pangan dan energi, yang dipicu oleh perang antara Rusia dan Ukraina.
Sebagai solusi, banyak peserta FMM G20 menyatakan dukungannya terhadap upaya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyediakan jalur yang aman (safe passage) untuk mendistribusikan produk pangan dan energi dari Rusia dan Ukraina, termasuk melalui pelabuhan.
Retno menyebutkan, sejumlah peserta menggarisbawahi bahwa distribusi pangan dan pupuk agar tidak dikenakan sanksi. "Dan menyatakan siap untuk mengatasi kesulitan praktis dalam melakukan perdagangan pangan dan pupuk, termasuk pembayaran, asuransi, logistik, dan lain-lain,” tutur Retno Marsudi.
Dalam pertemuan itu juga dibahas komitmen untuk mengeksplorasi kerja sama G20 agar berikutnya bisa memperkuat ketahanan pangan dan energi. Termasuk di dalamnya melalui sistem PBB atau organisasi internasional lainnya.
Adapun agresi militer yang dilancarkan Rusia di Ukraina sejak 24 Februari 2022 telah berdampak pada ketahanan pangan dunia. Pasalnya, kedua negara tersebut merupakan pemain utama dalam perdagangan hasil-hasil pertanian.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Rusia adalah penghasil 11 persen gandum dunia dan Ukraina menyumbang 3 persen dalam perdagangan gandum dunia pada 2021.
Tak sedikit negara, terutama di Afrika, Eropa Timur, dan Asia Tengah yang bergantung pada impor bahan pangan dari kedua negara. Bahkan, Rusia dan Ukraina memasok sampai 80 persen kebutuhan gandum di Kenya, Somalia, Ethiopia, Armenia, Mongolia, Azerbaijan dan beberapa negara lainnya.
Perang yang disertai blokade di pelabuhan Ukraina di Laut Hitam juga mengakibatkan Ukraina tak lagi bisa mengekspor produk pertaniannya ke negara lain. Sanksi negara barat ke Rusia turut andil dalam memperparah kondisi pasokan pangan dunia.
Sebagai balasan, Rusia kemudian mengurangi atau menghentikan ekspor komoditas yang dibutuhkan banyak negara, di antaranya gas alam ke negara-negara Eropa.
Merepons perkembangan terakhir itu, FAO memprediksi harga pangan dan pakan ternak akan naik 8-22 persen. Selain itu, jumlah orang kurang gizi diperkirakan bertambah 8 juta hingga 13 juta dibandingkan kondisi saat ini apabila konflik tersebut terus berlanjut.
BISNIS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.