Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Angin Segar di Jalur Syariah

Penurunan suku bunga Bank Indonesia yang berlanjut hingga awal Maret lalu membuat investasi di reksa dana syariah bergairah. Hadirnya sukuk akan menambah angin segar.

19 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tujuh tahun lalu, Muhammad Farhan memulai kegiatan investasi itu. Dia memutuskan untuk membiakkan duitnya di beberapa keranjang. Umpamanya, asuransi konvensional, unit link, dan reksa dana. Belakangan, pemandu acara di sebuah televisi swasta itu juga membeli unit penyertaan reksa dana di sebuah bank syariah. ”Nilainya Rp 50 juta sampai Rp 100 juta,” ujar Farhan kepada Tempo.

Keputusan itu terbukti tepat. Ia agak tertolong saat terjadi penarikan dana besar-besaran lebih awal dari tanggal jatuh tempo (redemption) pada Maret 2005 di industri reksa dana. Reksa dana syariah miliknya yang memberi imbal hasil 11–13,5 persen tak terkena imbas. ”Untung saya punya reksa dana syariah,” katanya. Melek investasi ternyata membawa hoki dan bisa membuat Farhan bisa tersenyum lebar.

Senyumnya kian cerah pada triwulan pertama 2007. Turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 9 persen membuat reksa dana syariahnya kian menguntungkan. Presiden Direktur Karim Business Consulting, Adiwarman Azwar Karim, bahkan menghitung jika BI Rate mencapai 8 persen hingga akhir tahun, maka tahun ini menjadi tahunnya ekonomi syariah.

Selain itu, rencana pemerintah menerbitkan sukuk alias obligasi berbasis syariah juga menambah angin segar. Soalnya instrumen investasi yang tersedia di bisnis ini memang masih amat terbatas.

Menyongsong rencana terbitnya sukuk, hingga akhir tahun ini sekitar 11 bank siap membuka divisi syariah. Bulan depan, Al Baraka Islamic Bank asal Bahrain juga akan membuka kantor perwakilan di Indonesia. Bank ini berencana mengakuisisi bank lokal untuk dijadikan bank syariah.

”Terbitnya sukuk memberi sinyal positif bagi ekonomi syariah,” ujar Karim. Ia meramalkan reksa dana syariah dalam bentuk instrumen saham dan instrumen campuran bakal menjadi primadona sebelum obligasi syariah terbit. Sedangkan instrumen pendapatan tetap baru akan naik daun setelah sukuk lahir.

Walhasil, prospeknya diramalkan cerah, kendati perkembangan reksa dana syariah di Indonesia belum optimal. Hingga awal 2007, total 20 produk reksa dana syariah memberi Nilai Aktiva Bersih (NAB) Rp 663,7 miliar atau cuma 1,3 persen dari total NAB reksa dana.

Awal tahun ini bisnis syariah diramaikan kehadiran Trim Syariah dari perusahaan sekuritas Trimegah Securities. Direktur Trimegah, Rosinu, menjamin produknya adalah pelopor unit usaha syariah di perusahaan sejenis. Ia menargetkan menyerap dana kelola Rp 750 miliar. Produk ini juga diharapkan mampu memberi kontribusi lima per-sen dari total pendapatan Trimegah tahun ini.

Walau kegiatannya sudah menggeliat, para pelaku bisnis syariah mengeluhkan minimnya dukungan pemerintah yang dipandang bisa menjadi salah satu pemain andal. Contohnya, dana pemerintah yang disimpan dan disalurkan melalui bank syariah masih amat sedikit.

Salah satu jawaban datang dari Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjriah. Menurut Siti, dia telah mengingatkan para pelaku bisnis syariah untuk mempertegas rencana-nya agar dapat mencapai target. ”Kami minta mereka serius mengembangkan unitnya.”

D.A. Candraningrum, Agoeng Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus