Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TINI R. Sardadi tak sampai panik mendengar penurunan jumlah jaminan rekening di bank. Pemilik Art Kea Internusa, perusahaan kerajinan, itu tahu benar uangnya di bank tetap aman meski pemerintah mengurangi jaminan hingga cuma Rp 100 juta per rekening mulai Kamis ini. Tini hanya menaruh 20 persen kekayaannya di bank. Sisanya dia gunakan untuk modal kerja dan disimpan dalam bentuk saham. ”Menaruh uang di bank hanya untuk kebutuhan urgensi,” kata Tini, Kamis pekan lalu. Sesial-sialnya, jika bank tempatnya menyimpan uang itu tutup, Tini tak akan bangkrut.
Sejak krisis moneter 1997, yang mengakibatkan ambruknya 16 bank, kepercayaan masyarakat ikut luntur. Untuk mendongkrak kembali rasa percaya publik terhadap lembaga perbankan, pemerintah menjamin seluruh kewajiban pembayaran bank. Dengan demikian, jika ada bank bangkrut, nasabah tak akan kehilangan uang.
Kepercayaan publik memang terdongkrak. Tapi muncul dampak buruk: pengelola bank kurang berhati-hati karena merasa dijamin pemerintah. Akhirnya, pemerintah mengubah kebijakan dari penjaminan penuh menjadi terbatas, yang dikelola Lembaga Penjaminan Simpanan di bawah Departemen Keuangan.
Jumlah jaminan untuk satu nama pada satu rekening di sebuah bank berkurang secara bertahap dalam enam bulan. Mulai 22 September 2005, seluruh simpanan di setiap rekening bank dijamin. Enam bulan kemudian, jamin-an hanya Rp 5 miliar, lalu Rp 1 miliar, dan terakhir Rp 100 juta—hingga kebijakan ini ditinjau kembali.
Tapi tak semua orang setenang Tini. Menurut sumber Tempo di bagian analisis sebuah bank swasta nasional, jauh-jauh hari telah terjadi pergerakan investasi. Banyak nasabah yang punya saldo di atas Rp 100 juta di sebuah bank memecah rekening mereka ke bank lain. Sebab, jika seseorang punya beberapa rekening di satu bank, yang dijamin hanya satu rekening.
Ada juga yang melarikan dana ke bank asing di Indonesia, atau malah ke bank di luar negeri. ”Bahkan ada yang mengalihkan sampai Rp 3 miliar untuk bermain valas,” kata sumber tadi. Aksi memecah-pindah rekening ke bank atau bentuk investasi lain memang telah diprediksi. Menurut kajian Bank Indonesia dalam Indeks Kepercayaan Perbankan 2005, penurunan batas jaminan mengakibatkan sebagian nasabah korporasi dan rumah tangga (individu) akan lebih berhati-hati dalam memilih bank.
Nasabah individu juga memecah simpanan mereka ke dalam beberapa rekening atau mengalihkannya ke jenis investasi lain, seperti obligasi dan reksadana. ”Secara nasional, kami perkirakan jumlah rekening akan bertambah, tapi nominalnya relatif tetap,” kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjaminan Simpanan Krisna Wijaya. Walau tidak sereaktif nasabah individu, aksi alih jalur investasi juga dilakukan nasabah korporasi. Tahun ini, Dana Pensiun Pertamina hanya menempatkan 30 persen dari Rp 5 triliun lebih uangnya di deposito, atau turun 5 persen dari tahun lalu. Menurut Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina Saebani Hardjono, 70 persen dari total dana pensiun dipecah untuk membeli saham (15 persen), Surat Utang Negara atau obligasi (50 persen), dan penyertaan langsung (5 persen).
”Strategi besar kita mengurangi persentase di bank karena return-nya relatif lebih rendah,” kata Saebani. ”Jadi bukan hanya karena berkurangnya ja-minan.” Lain halnya Asosiasi Asuransi Umum Indonesia. Ketuanya, Frans Y. Sahusilawane, mengatakan, dari total dana, 80 persen masih mendekam di deposito. Yang menggembirakan, penurunan jumlah jaminan tampaknya tidak membuat bank-bank guncang karena para nasabah menarik dan memindahkan dana.
Data Bank Indonesia menyebutkan, total dana yang berhasil dihimpun perbankan mencapai Rp 1.290 triliun. Dari jumlah itu, Rp 742 triliun di antaranya milik perorangan.
Muchamad Nafi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo