Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

19 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pajak Bus Transjakarta Turun

KISRUH tertahannya bus Transjakarta di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, berakhir. Menteri Keuangan Sri Mulyani telah merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.010/2006 tentang Impor Bus untuk Angkutan Umum Komersial.

Dalam revisi itu disebutkan bahwa importir hanya dikenai bea masuk 5 persen ditambah 2,5 persen untuk pajak pertambahan nilai. Dalam peraturan sebelumnya, pajak yang harus ditanggung importir mencapai 52,5 persen dari harga bus. Itu terdiri atas 40 persen pajak penjualan barang mewah, 10 persen bea masuk, dan 2,5 persen PPN. "Keringanan bea masuk sebesar 5 persen disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Supriadi pekan lalu.

Sebelum direvisi, peraturan itu sempat membikin tegang hubungan Departemen Perhubungan dan Departemen Keuangan, karena Direktorat Bea dan Cukai sempat menahan tidak kurang dari seratus bus impor asal Korea Selatan selama berbulan-bulan. Padahal, "Busway amat dibutuhkan warga. Armadanya perlu segera ditambah," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Iskandar Abu Bakar.

Treasury Bills Terbit April

UNTUK menambal defisit anggaran, pemerintah dan Bank Indonesia sepakat menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) atau yang dikenal dengan T-bills senilai Rp 3-4 triliun pada April mendatang. "SPN berjangka waktu tiga bulan ini memiliki dampak positif," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono pekan lalu.

Bagi pemerintah, penerbitan SPN akan memudahkan pengelolaan kas negara. Jika kas kurang, itu bisa ditutup dengan penerbitan SPN. Jika SPN berlebih, pemerintah bisa membelinya kembali (buy back). Selain itu, SPN mampu menciptakan pasar yang likuid sehingga perdagangan akan makin marak. "Toh, pasar tak akan jenuh karena minat pasar memegang surat berharga seperti SPN masih tinggi," Hartadi menambahkan.

Keuntungan lain dari penerbitan SPN adalah membantu bank sentral melakukan pengendalian moneter. Selama ini, hal itu dilakukan melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Karena itu, BI membatalkan rencana penerbitan SBI berjangka waktu 6 dan 9 bulan. Menurut Hartadi, "Kami tinggal menyempurnakan instrumen pasar yang ada agar pengendalian moneter lebih baik."

Rumah Susun Bebas PPN

HARAPAN akan murahnya harga rumah susun bakal terwujud. Pemerintah menyetujui penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen dari harga rumah untuk program rumah susun sederhana 1.000 tower. Peraturannya keluar akhir bulan ini. "Pemerintah akan menanggung PPN," kata Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Asy'ari, Rabu pekan lalu.

Dengan hilangnya PPN, Yusuf berharap investor swasta nasional atau asing tertarik membiayai proyek senilai Rp 60 triliun yang akan dilangsungkan selama lima tahun. Harga jualnya bisa ditekan agar tidak melebihi Rp 145 juta per unit untuk tipe 36-tipe terbesar.

Sejauh ini, sudah ada delapan pengembang yang bersedia membangun 10 menara di Pulogebang, Jakarta Timur. Dua pengembang berasal dari Arab Saudi dan Malaysia, yakni United Horizon dan Encorp Berhad. Sisanya terdiri atas enam pengembang lokal, yaitu PT Primaland Internusa Development, PT Eden Capital Indonesia, PT Pulau Intan, PAM Group, Gapura Prima Group, dan PT Bima Kualita Teknik.

PGN Didenda Rp 5 Miliar

BADAN Pengawas Pasar Modal mengenakan sanksi denda terhadap manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Rp 5 miliar pekan lalu. Sanksi tersebut akan ditanggung renteng para anggota direksi yang menjabat pada periode Juli 2006 hingga sekarang, yakni Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, W.M.P. Simanjuntak, dan Nursubagjo Prijono.

"Sanksi ini untuk memberi efek jera agar manajemen lebih cermat dan bertanggung jawab," kata Ketua Bapepam Fuad Rahmany. Keputusan ini bersifat final. Artinya, bila tidak setuju, PGN bisa mengajukan banding ke pengadilan tata usaha negara.

Sanksi ini jatuh akibat kelalaian manajemen memberikan informasi kepada publik. Intinya menyangkut keterlambatan proyek pipa transmisi gas Sumatera Selatan-Jawa Barat serta dampaknya terhadap penerimaan perseroan. Karena keterlambatan informasi itu, rumor negatif beredar di pasar. Akibatnya, harga saham PGN anjlok 23,32 persen ke posisi Rp 7.400 pada perdagangan Jumat, 12 Januari 2007. Padahal, saat didivestasi pertengahan Desember 2006, harga saham itu masih Rp 11.300 per lembar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus