BAGI PT Garuda Indonesia, musim haji adalah musim panen. Untuk itu, seperti biasanya, Garuda harus kerja ekstra. Dan labanya besar juga. Menurut seorang eksekutif Garuda, keuntungan bersih dari angkutan haji diperkirakan sekitar Rp 900.000 per penumpang. Berarti, dari jemaah haji yang 107.000 orang Garuda akan memetik laba bersih hampir Rp 100 milyar. Namun, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Wage Mulyono, yang baru sekali ini menangani angkutan haji, menganggap keuntungan itu kecil. Dan pucuk pimpinan Garuda yang baru ini tak mau mengandalkan sumber keuntungan utama dari angkutan haji. Tak heran bila ia mewajibkan pengurangan jumlah kursi dalam pesawat. Menurut Wage, jemaah haji akan diangkut dengan 11 pesawat carteran. Ada delapan pesawat Boeing 737-200 dan dua pesawat DC-10. Tahun-tahun lalu pesawat Boeing 747 dijejali sampai 545 penumpang. Kini cukup 480 penumpang. Dalam penerbangan normal, jumlah kursi memang lebih sedikit, hanya 440 buah. Ini karena adanya business class dan first class. "Untuk angkutan haji ini, kan tidak pakai kelas-kelasan," ujar Dirut Garuda. Keputusan pembatasan jumlah kursi diambil dengan alasan bahwa jemaah haji membayar dengan tarif normal. "Tidak ada diskon sehingga tidak ada alasan untuk tidak memperlakukan mereka sebagai penumpang biasa," Wage Mulyono menambahkan. Armada angkutan haji tersebut ternyata tidak dicarter langsung oleh Garuda. Seorang eksekutif dari PT Kodel (Kelompok Delapan) mengatakan bahwa Kodel berhasil memasok sebuah pesawat Boeing 747-200 dari American West Airlines. "Sewanya untuk 900 jam, tarif sewanya US$ 6.500 per jam," katanya. Sumber lain mengatakan bahwa Bimantara dan sebuah perusahaan milik Ponco Soetowo masing-masing berhasil menyediakan satu pesawat B-747. Citra Lamtoro Gung bahkan memasok dua pesawat sedangkan Humpuss 3 pesawat. Wage Mulyono tidak membantah hal itu. Juga tak disangkalnya bahwa Garuda menerima tawaran pengusaha swasta nasional, juga tanpa tender. "Tapi ada seleksi yang dilakukan lewat suatu tim yang dipimpin Kapten Jacky Tandar," katanya. Syarat itu, antara lain, sewa pesawat tidak lebih mahal dari patokan. Garuda hanya mau menerima sewa Boeing 757 dengan tarif US$ 6.500 dan DC-10 dengan tarif US$ 5.850 per jam. Dari angkutan haji, Garuda mencatat pendapatan sebesar Rp 320 milyar, "Namun, itu cuma sekitar 10% dari anggaran pendapatan Garuda Rp 3,8 triliun" ujar marsekal ini lagi. "Itu sebabnya, kami tak ingin angkutan haji mengorbankan penerbangan reguler," tambahnya. Memang, pimpinan Garuda ingin mengejar target pendapatan 90%, dan itu hanya mungkin diperoleh melalui penerbangan reguler. Salah satu strategi yang ditempuh jenderal TNI-AU berbintang dua ini adalah tidak menempatkan pesawat carter dalam penerbangan reguler. Maksudnya semata-mata untuk menjaga citra Garuda. Apalagi menghadapi persaingan yang begitu ketat di jalur penerbangan internasional dengan Singapore Airlines (SQ) sebagai saingan utama. Tapi Wage Mulyono yakin Indonesia bisa mengejar Singapura. "Potensi penumpang itu sebenarnya ada di Indonesia, bukan di Singapura," tandasnya. Selain itu Garuda juga harus waspada menghadapi KLM dengan penerbangannya yang tujuh kali sepekan ke Jakarta. Bukan mustahil penumpang rute Jakarta-Amsterdam juga akan direbut KLM (lihat: Garuda Mengejar Ketinggalan). Di balik itu semua, masalah besar yang dihadapi Garuda adalah armadanya yang kalah canggih. Tapi kalau Dirut Garuda sudah berani memesan 48 pesawat baru, Wage boleh jadi sudah mendapat lampu hijau dari tim PKLN. Max Wangkar, Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini