Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah pemerintah Brasil memenangi gugatan terkait kebijakan Indonesia tentang impor ayam di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), peternak bakal menghadapi persaingan sengit dengan ayam Brasil. Meskipun kalangan peternak mandiri ayam ras dalam negeri telah melayangkan penolakan terhadap ayam impor dari Brasil, hal tersebut dinilai tak bisa dihindari lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, Dewan Pembina Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Sigit Prabowo menilai perlu ada kerja sama antara industri dan peternak mandiri untuk membangun gerakan efisiensi nasional. Sebab, industri unggas di Brasil sudah sangat efisien sehingga harga ayamnya bisa lebih murah dibandingkan produk lokal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Persaingan ini nantinya yang bisa menghadapi adalah (peternak) yang besar. Mereka punya pabrik pakan sendiri, breeding sendiri. Jadi tanpa mencari untung di penjualan broileratau livebird mereka sudah untung di pakan,” tutur Sigit seperti dilansir Bisnis, Senin 22 Juli 2019.
Sementara itu, di Indonesia harga jagung yang merupakan bahan utama pakan ayam masih mahal. Harga pakan yang mahal inilah yang membuat produksi ayam ras dalam negeri tak bisa seefisien ayam impor. Hal ini diikuti pula dengan harga bibit ayam alias day old chick yang juga mahal.
“Indonesia jelas sudah dua kali kalah di WTO, secara otomatis kita tidak bisa menghindari keputusan itu. Mau tidak mau ayam impor bisa masuk dan bersaing secara kompetitif,” ujar Sigit.
Dalam surat yang ditujukan terhadap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tertanggal 17 Juli lalu, Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko menyatakan keprihatinan atas keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menyebutkan bahwa Indonesia telah melanggar empat gugatan Brasil mengenai importasi ayam ras beserta turunannya.
Adapun empat pelanggaran yang termaktub dalam laporan panel yang diadopsi Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) pada 22 November 2017 itu mencakup pelanggaran aturan mengenai kesehatan, pelaporan realisasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta penundaan penerbitan sertifikat kesehatan.
“Ini menandai bahwa langkah pemerintah Indonesia untuk menahan masuknya daging ayam impor semakin berat,” tulis Singgih dalam surat tersebut.
BISNIS