Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Tugas pengawasan aset kripto bakal beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejumlah pekerjaan rumah menanti sebelum peralihan wewenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan peralihan ini tidak boleh mengganggu jalannya perdagangan aset kripto. Salah satu hal yang krusial adalah menjaga biaya transaksi dan pajak yang dibebankan kepada investor tetap terjangkau. “Khususnya untuk para retailer,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini transaksi perdagangan aset kripto dikenai pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,1 persen untuk penjual yang terdaftar di Bappebti. Selain itu, terdapat pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi. Jika pedagang aset kripto belum terdaftar di Bappebti, mereka harus membayar dua kali lipat, yaitu PPh 0,2 persen dan PPN 0,22 persen.
Bhima berharap OJK segera melobi Kementerian Keuangan untuk meringankan pungutan tersebut. “Kemudian memberlakukan fee yang lebih rendah agar minat investor naik,” kata dia. Saat ini industri kripto memang tengah anjlok. Namun, menjelang berakhirnya musim dingin, pemerintah perlu bersiap menampung animo investor retail yang bakal naik lagi.
Baliho kripto bitcoin di Kuta, Bali, 2018. REUTERS/Nyimas Laula
Transfer SDM Bappebti ke OJK
Selain soal pajak, peralihan pengawasan kripto dari Bappebti ke OJK perlu dibarengi transfer sumber daya manusia. Pegawai Bappebti sudah berpengalaman menangani aset kripto. Kemampuannya bakal berguna selama mempersiapkan mekanisme perizinan, transaksi, pengawasan, serta edukasi baru pada masa transisi.
Co-founder Cryptowatch, Christopher Tahir, menuturkan keputusan pemerintah menurunkan besaran pajak PPh bakal menjadi sentimen positif untuk menarik minat investor. Dia mengusulkan agar angkanya dipangkas menjadi 0,05 persen seperti perdagangan di bursa saham. “Karena jumlah transaksi kripto jauh lebih besar dari saham,” katanya.
Pelaksana tugas Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, menyatakan sudah mulai menjalin komunikasi dengan berbagai pihak di Kementerian Keuangan, OJK, serta Bank Indonesia. Salah satunya soal kemungkinan transfer tenaga kerja ke lingkup internal OJK. Pengalaman Bappebti mengawasi aset kripto sebelumnya bisa membantu selama masa transisi.
Pembahasan lainnya berkaitan dengan regulasi yang perlu dipertahankan atau dirombak. Dia juga menyinggung ihwal pembentukan ekosistem aset kripto, seperti bursa, kliring, dan kustodian kripto.
“Tapi belum secara formal,” kata Didid. Sebab, mereka masih menanti penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang baru disahkan pada 15 Desember lalu.
Peralihan wewenang dari Bappebti ke OJK ini berlandaskan UU P2SK. Dalam aturan tersebut diatur soal tambahan tugas pengawasan OJK. Salah satunya pengawasan di bidang inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, dan aset kripto. Untuk menjalankan tugas tersebut, otoritas menambah satu jabatan kepala eksekutif pengawas khusus.
Setelah UU P2SK diterbitkan, pemerintah memiliki waktu enam bulan untuk menyusun aturan turunan ihwal pengawasan aset kripto. Selain itu, transisi tugas harus selesai tidak lebih dari dua tahun.
Tempo mencoba menghubungi Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengenai rencana peralihan wewenang ini. Namun tak ada jawaban. Juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot, pun tak merespons.
Didid memastikan peralihan tugas mengawasi aset kripto bukan karena kegagalan Bappebti. “Bahwa masih ada catatan, iya. Tapi, kalau dibilang kegagalan, jauh.” Salah satu indikatornya adalah rasio permasalahan transaksi di bawah 0,1 persen.
Didid menyatakan peralihan tugas ini dipicu oleh risiko perdagangan aset kripto. Mengutip hasil percakapan dengan Badan Keuangan Fiskal, dia menyatakan aset kripto yang semakin tumbuh bakal menambah kompleksitas stabilitas sektor keuangan. “Maka diputuskan mengantisipasi risiko masa depan yang pengelolaannya akan dilakukan oleh OJK,” kata Didid.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo