Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MINIMNYA akses Internet di Tanah Air menjadi tantangan awal bagi perusahaan rintisan teknologi edukasi Kipin dalam mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Kipin pun mengusung misi mengedukasi siswa-siswa di daerah terpencil yang belum melek digital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Aksesibilitas memang masih menjadi tantangan untuk literasi digital siswa karena belum semua wilayah di Indonesia, khususnya daerah terpencil, terjangkau Internet,” ucap Steffina Yuli, Chief Business Officer Kipin, ketika ditemui Tempo di kantor Kipin, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa, 8 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menyebutkan masih terdapat 45 persen atau sekitar 117 juta penduduk Indonesia yang belum tersentuh Internet. Bukan hanya daerah-daerah terpencil yang masuk kategori tertinggal, terdepan, dan terluar, daerah yang tidak termasuk kategori tersebut juga banyak yang belum terjamah sinyal Internet.
Menurut Steffina, walaupun banyak perusahaan startup teknologi edukasi bermunculan, kendala aksesibilitas belum terpecahkan. Akibatnya, masih banyak siswa di Tanah Air yang belum melek digital. Steffina membagi kendala akses menjadi dua sub-permasalahan: infrastruktur dan keterjangkauan.
Masalah itulah yang membuat Steffina tergerak mencari solusi agar literasi digital dapat merata. Dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang teknologi, dia bertekad membangun usaha yang bernilai jual tinggi, tapi dengan harga yang relatif murah.
“Saya melihat bagaimana pendidikan dapat mengubah hidup seseorang, baik saya pribadi maupun orang-orang di sekitar saya. Alasan saya ingin bekerja di bidang edukasi, karena saya ingin membuat dampak. Namun pada saat yang sama juga ingin menggunakan latar belakang teknologi saya untuk membuat sesuatu yang mampu menjawab masalah yang ada di pasar,” ujar wanita berusia 29 tahun tersebut.
Chief Business Officer Kipin Steffina Yuli di kantor Kipin, Jakarta, 8 November 2022. TEMPO/Magang/Abdullah Syamil Iskandar
Berawal dari Aplikasi BSD
Solusi Steffina muncul pada 2014 dengan ide pembuatan aplikasi berbasis perpustakaan buku digital bernama Buku Sekolah Digital (BSD). Aplikasi ini memasukkan buku-buku pelajaran dan telah bekerja sama dengan instansi seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta IKAPI. BSD memiliki koleksi lebih dari 2.000 buku digital dengan kurikulum resmi, seperti KTSP 2006 dan Kurikulum 2013.
Guna menjangkau siswa yang tidak memiliki jaringan Internet, BSD digantikan dalam bentuk desktop komputer yang dipasarkan ke sekolah-sekolah. Namun hal itu dinilai kurang efektif. Sebab, aksesori komputer, seperti keyboard dan mouse, sering hilang.
Setelah BSD, lahirlah produk Kipin ATM, sebuah device dengan bentuk seperti mesin ATM bank pada umumnya. Cara kerjanya adalah menyalakan mesin hingga layar menyala, lalu siswa dapat menyambungkan gawai mereka dengan Wi-Fi yang dipancarkan oleh mesin tersebut. Setelah itu, siswa dapat mengunduh buku yang ada pada perpustakaan (library) Kipin untuk dibaca secara luring.
Respons siswa terhadap Kipin ternyata positif. Setelah Kipin ATM, muncul Kipin Classrom pada pertengahan 2020. Alat ini lebih portabel dibanding Kipin ATM dengan bentuk seperti antena router Wi-Fi. Cara menyambungkannya pun serupa dengan menyalakan perangkat Kipin ATM. Siswa bisa menyambungkan ke Wi-Fi yang dipancarkan Kipin Classroom, tunggu selama 3 menit, dan siswa pun dapat mengunduh buku apa saja yang terdapat dalam library.
Hingga saat ini, Kipin, sebagai naungan Pendidikan.id, menggandeng pemerintah untuk melengkapi koleksi buku digital Kipin dari berbagai macam kurikulum, seperti KTSP 2006 hingga Merdeka Belajar, kurikulum madrasah, serta SMK. Kipin Classroom—perangkat kecil yang bisa diakses 30-40 siswa per device—juga mudah dibawa ke mana-mana. Karena tidak memerlukan Internet untuk mengaksesnya, Kipin Classroom menjadi salah satu produk favorit sekolah saat pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi lalu.
Sejumlah siswa menunjukkan aplikasi Kipin di SDN 6 Talang Kelapa, Banyuasin, Sumatera Selatan. Dok. Kipin
Lahirnya Kipin School
Kipin juga mengembangkan aplikasi mobile bernama Kipin School. Aplikasi ini berisi materi pelajaran (buku pelajaran, video pelajaran, latihan tryout, serta komik literasi) untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK beserta sistem ujian online. Kipin School menyasar segmen sekolah urban dan kota besar. Adapun Kipin ATM dan Kipin Classroom menargetkan masyarakat di daerah terpencil.
Pasar yang dibidik Kipin adalah sekolah. Guru pun menjadi fokus mereka. Konten pembelajaran yang dimanfaatkan Kipin bukan hanya buku. Mereka juga menyebarkan materi pelajaran lewat YouTube. Selain itu, Kipin menggandeng para guru menjadi Duta Kipin. Untuk menjadi Duta Kipin, guru-guru harus mengambil ujian lebih dulu guna mendapatkan benefit, yang salah satunya adalah training. Hingga saat ini, Duta Kipin tersebar di 1.200 sekolah di Nusantara.
“Walaupun kami sudah menjangkau 1.200 sekolah, jumlah sekolah di Indonesia jauh lebih banyak. Jadi, jalan kami masih panjang. Tapi kami positif akan banyaknya potensi juga,” kata Steffina mengenai penyebaran Kipin di Indonesia.
Untuk produk, Kipin menerapkan harga yang beragam. Kipin School, misalnya, memiliki kisaran harga Rp 50-600 ribu. Adapun harga Kipin ATM sekitar Rp 88,8 juta. Untuk menggunakan layanan dan fasilitas Kipin serta memperoleh informasi lebih lanjut dan detail mengenai produk dan voucher, sekolah atau yayasan dapat mengontak melalui situs web perusahaan.
Selama enam tahun berdiri, perjalanan Kipin tidaklah mulus. Berkali-kali mereka harus meriset untuk menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan siswa, guru, dan sekolah. Tujuannya adalah membantu pemerataan dan pengembangan literasi digital, termasuk di pelosok.
Perjalanan hingga menghasilkan berbagai produk tersebut menjadi tantangan bagi Steffina. Sebab, dia harus membuat solusi yang terbukti di lapangan.
Solusi yang diciptakan Kipin membuahkan berbagai penghargaan. Dari tingkat lokal, Kipin menyabet penghargaan Kominfo Top 5 Startups pada 2021. Sedangkan secara global, Kipin menjadi pemenang dalam Octava Foundation x MIT Solve pada 2022, menjadi Top 50 SEA Promising Edtechs dari HolonIQ, dan memenangi beberapa penghargaan lainnya.
“Saya pikir keseimbangan adalah yang kita butuhkan, bagaimana kita bisa menciptakan sesuatu yang lokal, tapi sudah diakui secara global. Dengan kata lain, kita bisa membawa kualitas global ke dalam konteks lokal,” kata Steffina.
Dalam jangka pendek, Kipin bertekad membantu mendigitalkan pendidikan Indonesia. Caranya lewat kerja sama dengan pemerintah ketika ada kurikulum baru keluar. Sementara itu, dalam jangka panjang, Kipin berharap dapat terus mengembangkan platform yang bisa membangun atau mengangkat Indonesia. “Kami percaya bahwa orang Indonesia, kalau sudah dikasih tools yang tepat, akses yang tepat, mereka menjadi tahu dan mengerti. Sehingga bisa juga bersaing dengan mereka yang dari negara jago-jago dan sudah melek digital,” ujar Steffina.
NABILLA ALYA FADILLA (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo