TAK perlu jauh-jauh. Dibanding sesama negara Asean, Indonesia
jauh tertinggal di dalam hal pemakaian rata-rata per-kapita
listrik pertahun. Di Malaysia pemakaian itu berjumlah 440 kw,
sementara di Pilipina angka itu berjumlah 300 kw. Di Indonesia
rata-rata hanya 17 kw setahun.
Jika di Pilipina 12% dari penduduk pedesaan sudah mengenal
aliran listrik, di Indonesia angka itu hanya 1%. Di negara
tetangga kita itu, listrik pedesaan umumnya diurusi koperasi.
Melihat pengalaman di sana, bahwa koperasi telah berhasil
menangani listrik, maka Prof. Subroto ketika masih menjadi
Menteri Nakertranskop bergagasan agar listrik pedesaan kita juga
dikelola secara koperatif.
Berikut ini wawancara TEMPO dengan Prof. Subroto yang saat ini
menJadi Menteri Pertambangan dan Enerji, tentang koperasi
listrik pedesaan.
Setelah menjadi Menteri Pertambangan dan Energi, apakah anda
masih ingin mengkoperasikan listrik pedesaan?
Fikiran itu masih tetap ada. Tetapi tentunya tidaklah mungkin
menyerahkan seluruh pengurusan listrik pedesaan di Indonesia
kepada koperasi. Dari dulu kita memikirkan untuk menyerahkan
sebagian saja penyediaan listrik melalui koperasi, yaitu hanya
di beberapa daerah tertentu saja. Itupun hanya terbatas pada
pendistribusian aliran. Sedangkan untuk transmisi dan jaringan
tetap di tangan PLN karena membutuhkan biaya yang tinggi.
Daerah-daerah atau desa-desa bagaimana yang menurut bapak
penanganan listriknya pantas diurus koperasi? Pertama, tentunya
di daerah atau desa ang tinkat dan semangat koperasinya cukup
tinggi. Ini penting untuk menjamin pelaksanaan penyediaan aliran
listrik secara mantap dan komersil. Kedua, di desa yang
penduduknya padat, sebab dengan demikian biayanya akan lebih
ringan jika dibanding desa berpenduduk sedikit. Dan ketiga, di
desa-desa terpencil yang tak terjangkau oleh distribusi PLN tapi
secara koperatif dapat mengurus listriknya sendiri. Misalnya
yang sudah dilakukan studi kelayakan, listrik pedesaan di
Lampung, Sulawesi Selatan (Luwuk) dan Lombok, dapat diserahkan
kepada koperasi.
Bagaimana mengukur suatu desa atau daerah telah mempunyai
tingkat dan semangat koperasi yang tinggi?
Artinya koperasi itu mesti tumbuh dari rakyat sendiri. Tapi
sebenarnya dalam hal ini dapat ditempuh dua cara. Pertama,
diketahui sudah ada koperasi dan sudah berjalan baik sehingga
mampu untuk menyediakan listrik bagi anggota-anggotanya. Kedua,
di suatu desa yang diketahui memenuhi persyaratan untuk diberi
listrik, didirikan koperasi percontohan sehingga penduduknya
kelak mampu mendirikan koperasi sendiri.
Syarat-syarat penting apa saja yang harus dimiliki sebuah desa
sehingga pantas diberi aliran listrik?
Antara lain, desa itu harus sudah tergolong desa swasembada.
Artinya desa itu potensil dari segi ekonomi. Penduduknya sudah
cukup mampu untuk kelancaran pengadaan listrik secara komersil.
Dan juga adanya kemampuan lembaga-lembaga di pedesaan, serta
tersedianya tenaga-tenaga teknis yang bisa merawat listrik.
Kalau desa itu jarang penduduknya dan potensi ekono minya belum
mampu untuk menghidupkan listrik, jangan dulu diberi listrik.
Kira-kira apa saja kerja koperasi itu nanti?
Yang penting, koperasi itu nanti membeli aliran listrik dari
PLN, lalu menjual kepada anggota-anggotanya, warga desa.
Pembelian alat-alat seperti kabel, tiang, skakelbord, penarikan
tarif (rekening pembayaran) dan lain-lain dilakukan oleh
koperasi. PLN dalam hal ini, selain menjual aliran, hanya
bertindak sebagai pembimbing teknis kepada koperasi.
Untuk itu, apakah sudah disiapkan tenaga-tenaga atau ahli-ahli
koperasi?
Sudah. Antara lain dengan mengirimkan tenaga-tenaga untuk
dididik di Pilipina, khusus mengenai koperasi listrik pedesaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini