Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Mayoritas perlintasan sebidang di Indonesia tidak terjaga.
Sebagian perlintasan sebidang liar berada di permukiman.
Pemerintah diminta menutup perlintasan liar.
JAKARTA – Kecelakaan mobil tertabrak kereta api Dhoho di kilometer 85 antara Stasiun Jombang dan Stasiun Sembung, Jawa Timur, pada Sabtu, 29 Juli lalu, menambah panjang daftar kecelakaan di perlintasan sebidang pada tahun ini. Insiden yang menewaskan enam orang dan menyebabkan dua orang luka berat itu terjadi hampir dua pekan setelah kecelakaan KA Brantas menabrak truk trailer yang tersangkut di rel, di Jalan Madukoro, Semarang Barat, 18 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan kecelakaan tersebut, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencatat total jumlah kecelakaan di perlintasan sebidang hingga 30 Juli 2023 mencapai 185 kejadian. "Menyebabkan 42 orang meninggal, 42 orang luka berat, dan 43 orang luka ringan," ujar juru bicara PT KAI, Joni Martinus, kepada Tempo, kemarin. Tahun lalu, tercatat insiden di perlintasan sebidang mencapai 289 kejadian, yang menyebabkan 110 orang meninggal, 70 orang luka berat, dan 104 orang luka ringan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perseroan menilai berulangnya kecelakaan tersebut, antara lain, disebabkan oleh kurangnya budaya disiplin masyarakat di perlintasan sebidang kereta api. Joni mengingatkan bahwa tata cara melintas di perlintasan sebidang adalah berhenti di rambu tanda stop, lalu menengok ke kiri dan kanan. Apabila telah yakin aman, barulah bisa melintas.
"Palang pintu, sirene, dan penjaga perlintasan adalah alat bantu keamanan semata. Alat utama keselamatannya ada di rambu-rambu lalu lintas bertanda stop tersebut," ujar Joni.
Perlintasan kereta api di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta, 19 Juni 2023. ANTARA/Fauzan
Berdasarkan data KAI, dari 3.776 titik perlintasan sebidang di wilayah perseroan, hanya 1.728 titik yang terjaga. Sebanyak 1.235 titik lainnya adalah perlintasan resmi tidak terjaga atau tanpa palang pintu, serta 813 titik perlintasan tak resmi dan tidak terjaga.
Titik kecelakaan pada insiden di Jombang adalah perlintasan kereta tanpa palang pintu. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Jombang, Budi Winarno, mengatakan lokasi tersebut merupakan satu dari tiga titik perlintasan sebidang di jalur Stasiun Jombang-Bandar Kedungmulyo yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten. Adapun tiga titik lainnya di Kabupaten Jombang menjadi tanggung jawab PT KAI.
Budi menyatakan tiga titik yang dikelola pemerintah kabupaten memang belum memiliki palang pintu dan pos jaga. Kendati demikian, ia menuturkan, perlintasan yang belum ada palang pintunya tersebut sebenarnya telah diberi patok peringatan, rambu, lampu penerangan jalan umum (PJU), dan lampu peringatan dini sebagai early warning system (EWS).
Saat ini pemerintah Jombang telah mengusulkan pembangunan dua fasilitas tersebut dalam Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2023. "Tiga (perlintasan) yang masuk kewenangan daerah itu sudah masuk renstra (rencana strategis) kami dan masuk di usulan P-APBD 2023," kata Budi.
Adapun nantinya penjagaan di sekitar perlintasan diserahkan kepada pemerintah desa. Sejatinya, menurut Budi, perlintasan tanpa palang pintu tempat terjadinya insiden pada Sabtu lalu itu telah dijaga relawan dari masyarakat desa. Namun itu tetap tidak dapat mencegah kecelakaan. "Ada yang menjaga dan (pengendara) diingatkan enggak mau. Malah dipikir mau malak. Malah (mobilnya) ngegas (melaju)," ujarnya.
Perlintasan Sebidang di Jombang Ditutup
Dinas Perhubungan bersama PT KAI Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun akan menutup perlintasan kereta api tanpa palang pintu di Dusun Gondekan tersebut pada hari ini, Selasa, 1 Agustus 2023. "Rencananya besok (hari ini) bersama KAI akan kami tutup. Untuk dua perlintasan tanpa palang pintu lainnya, kami koordinasikan dengan pihak desa," ujarnya.
Lintas Jombang hanya sebagian kecil dari kawasan yang dilingkupi PT KAI Daop 7 Madiun. Juru bicara KAI Daop 7 Madiun, Supriyanto, mengatakan total ada 215 perlintasan sebidang di wilayahnya. Dari jumlah tersebut, hanya 88 titik yang dijaga petugas KAI. Sebanyak 60 titik dijaga sukarela oleh warga dan 62 titik tanpa penjagaan.
Ia mengimbuhkan, di setiap perlintasan sebidang rawan terjadi kecelakaan yang melibatkan kereta api dengan pengguna jalan raya. Mayoritas kejadian itu mengakibatkan korban jiwa. "Selama 2023 (Januari hingga Juli), sudah 36 kali terjadi pelanggaran di perlintasan sebidang kereta api di Daop 7 Madiun," ujar dia.
Karena itu, kata dia, perseroan terus berupaya menekan angka kecelakaan di perlintasan sebidang. Salah satu langkahnya adalah berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah daerah. "Yang sudah terlaksana adalah penutupan perlintasan liar, penjagaan oleh pemerintah daerah, juga tidak hentinya mensosialisasi kepada masyarakat tentang keselamatan di perlintasan kereta api," kata Supriyanto. Sedangkan upaya pencegahan kecelakaan di perlintasan sebidang adalah menyadarkan pengguna jalan raya untuk mematuhi rambu lalu lintas yang terpasang.
Berdasarkan penelusuran Tempo di daerah lainnya, paling tidak separuh dari jumlah total perlintasan sebidang di setiap daerah operasi KAI tak memiliki penjagaan. Beberapa perlintasan sebidang tanpa penjagaan berada di tengah kawasan permukiman.
Misalnya perlintasan antara Jalan Sadewa VII dan Jalan Mustokoweni, Kota Semarang, Jawa Tengah. Perlintasan tersebut hanya dirintangi seadanya dengan dua bilah besi yang ditancapkan dan membagi akses melintas menjadi tiga bagian, sehingga hanya kendaraan roda dua yang bisa melintas. Di dekat perlintasan, ada sebuah spanduk bertulisan imbauan agar pengguna jalan berhenti sebelum melintas.
Perlintasan sebidang tanpa penjagaan itu berjarak sekitar 200 meter dari perlintasan sebidang di Jalan Brotojoyo, Kota Semarang, yang dilengkapi palang pintu dan pos penjagaan. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun 2011, jarak minimal antar-perlintasan sebidang adalah 800 meter.
Perlintasan sebidang di Rancaekek, Bandung, Jawa Barat, 5 Juni 2022. TEMPO/Prima Mulia
Ketua Umum Perkumpulan Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo), Kyatmaja Lookman, mengatakan selama ini risiko paling berbahaya ada di perlintasan sebidang liar yang tersebar di berbagai daerah. "Apalagi kalau tidak ada yang jaga," ujarnya.
Namun bukan berarti perlintasan dengan penjagaan tidak rawan kecelakaan. Musababnya, para pengendara terkadang tidak sabar dan kerap menyerobot palang pintu yang sedang menutup. Karena itu, kata dia, perlu ada upaya lebih untuk meningkatkan kedisiplinan pengemudi.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, mengatakan angka kecelakaan di perlintasan sebidang kereta masih tinggi kendati jumlah tahunannya kian turun. Karena itu, perlu ada upaya lebih dalam mengelola perlintasan sebidang. "Sebanyak 87 persen kecelakaan masih terjadi di perlintasan sebidang," ucapnya.
Menurut Djoko, kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang harus menjadi pengingat untuk memprioritaskan perjalanan kereta api. Sebab, laju kereta tidak bisa diberhentikan mendadak. Terlebih, dengan hampir semua jaringan rel di Pulau Jawa merupakan jalur ganda, laju sepur semakin meningkat. Sekarang kecepatan kereta rata-rata sudah mencapai 120 kilometer per jam di jalur lurus.
"Berdasarkan uji coba, kereta dengan bobot 280-350 ton yang melaju dengan kecepatan 45 kilometer per jam membutuhkan jarak berhenti setelah pengereman sepanjang 130 meter. Jarak berhenti tersebut akan semakin menjauh jika kecepatan kereta lebih tinggi," kata dia.
Mengutip Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Djoko mengingatkan bahwa perlintasan sejatinya harus dibuat tidak sebidang, kecuali keselamatan dan kelancaran kereta api dan lalu lintas jalan dapat terjamin. Selain itu, perlintasan harus berizin dari pemilik prasarana. Dengan demikian, ia menegaskan, perlintasan tanpa izin harus ditutup. "Yang menutup perlintasan adalah pemerintah atau pemda. Secara bertahap dibuat tidak sebidang, yang sebidang harus ditutup," kata Djoko.
Senada dengan Djoko, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, mengatakan kecelakaan di perlintasan sebidang yang baru saja terjadi disebabkan oleh pengemudi mobil yang tidak berhati-hati. Di samping itu, kecelakaan terjadi di perlintasan yang tidak dijaga dengan baik. Karena itu, kata dia, kalau pemerintah setempat tidak mau mengelolanya, sebaiknya perlintasan tersebut ditutup sesuai dengan amanat UU No. 23/2007. "Perlintasan resmi biasanya ada sistem peringatan dini. Karena itu, solusinya adalah tutup semua perlintasan liar," ujar Deddy.
CAESAR AKBAR | ISHOMUDDIN (JOMBANG) | NOFIKA DIAN NUGROHO (MADIUN) | JAMAL A. NASR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo