Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN itu digelar di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Jakarta Pusat, Senin dua pekan lalu. Dihadiri dewan komisaris dan jajaran direksi PT Timah Tbk, agenda utama rapat itu membahas persiapan rapat umum pemegang saham perseroan. Beberapa perwakilan Kementerian BUMN hadir di situ. Salah satunya Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, dan Perhubungan Kementerian BUMN Dwijanti Tjahjaningsih.
Saat perbincangan mulai membahas kinerja keuangan perusahaan, salah satu direktur PT Timah menyampaikan laba Indometal London Ltd, anak usaha yang bermarkas di Inggris. Laba Indometal pada kuartal pertama tahun ini melonjak lebih dari 100 persen dibanding tahun lalu. Komisaris Utama PT Timah Komisaris Jenderal Purnawirawan Insmerda Lebang, yang ikut hadir dalam pertemuan itu, membenarkan kenaikan laba Indometal. "Paling besar dari semua anak usaha," ujarnya Selasa pekan lalu.
Bukannya dipuji, pamer laba itu justru menuai kritik dari salah seorang perwakilan Kementerian BUMN. Keuntungan besar yang diraup anak usaha di luar negeri itu, kata perwakilan tadi, justru merugikan negara. Alasannya, "Pajaknya dinikmati negara lain, bukan negara kita," ucap salah satu peserta rapat, menirukan perwakilan Kementerian BUMN tadi.
Laporan keuangan PT Timah juga jadi sorotan. Salah satunya, menurut Lebang, soal kenaikan piutang dari Rp 470 miliar menjadi Rp 1,4 triliun. Pada periode yang sama, utang PT Timah melejit dari Rp 261 miliar menjadi Rp 2,3 triliun. Lebang menduga utang melonjak karena perseroan jorjoran membayar sewa gudang buat menampung ribuan ton timah yang bertebaran di luar negeri. Biaya ini menggerus laba perusahaan, yang hanya mencapai Rp 638 miliar atau kurang 10 persen dari total pendapatan.
Direktur Utama PT Timah Sukrisno tidak menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Namun Sekretaris Perusahaan PT Timah Agung Nugraha membenarkan laba Indometal naik drastis. Perolehan laba Indometal, kata dia, semata-mata untuk mengikuti regulasi Inggris yang tidak memperbolehkan perusahaan merugi. Menurut Agung, laba Indometal juga tetap dikontrol oleh induk perusahaan. "Kami juga ingin pajak lebih besar untuk negara kita," ujarnya.
Ikhtiar Lebang memanggil direksi untuk menjelaskan sederet catatan tadi tidak kesampaian. Dalam RUPS yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis dua pekan lalu, Kementerian BUMN mengangkat Fachry Ali, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, untuk menggantikan Lebang. Adapun jajaran direksi tetap dipertahankan. Meski begitu, Lebang akan menyinggung utang dan piutang perseroan dalam pidato pisah-sambut yang berlangsung Senin pekan ini.
TOTAL stok PT Timah di luar negeri kini mencapai 4.000 ton. Dari angka itu, sekitar 3.000 tersebar di Rotterdam (Belanda), Baltimore (Amerika Serikat), dan Singapura. "Sisanya, sekitar seribu ton, masih dalam perjalanan," kata seorang pejabat PT Timah. Angka ini belum termasuk stok di dalam negeri, yang mencapai lebih dari 5.000 ton.
Ditumpuknya stok di luar negeri membuat konsumen enggan melirik bursa komoditas ini di Tanah Air. Jumlah itu setara dengan 40 persen lebih stok timah di gudang London Metal Exchange (LME), yang saat ini mencapai 9.955 ton. Efek lain: harga timah dunia ambruk menembus US$ 16.650 per ton sejak Senin pekan lalu.
Kebijakan PT Timah menumpuk produknya di luar negeri, menurut Lebang, bertentangan dengan komitmen awal perusahaan untuk menjadikan Indonesia sebagai referensi harga timah internasional. PT Timah merupakan motor penggerak produsen timah batangan atau ingot domestik. Timah ingot banyak diperdagangkan di LME dan bursa timah Malaysia, yang dikenal dengan nama Kuala Lumpur Metal Exchange. Pada Agustus 2013, Indonesia mendirikan bursa timah Indonesia dengan nama Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Semua transaksi timah ingot wajib melalui bursa ini.
Menurut Lebang, PT Timah seharusnya mampu menjadi daya tarik bagi bursa timah Indonesia dan menyimpan stoknya di dalam negeri. Itu sebabnya stok yang berlimpah di luar negeri kemudian menimbulkan dugaan tak sedap. PT Timah dituding melakukan praktek transfer pricing. Seorang pengusaha mengatakan PT Timah—sebagai produsen timah batangan—sebenarnya terikat aturan bahwa semua transaksi wajib melewati bursa timah BKDI. Penjual dan pembeli tidak saling mengetahui karena memakai sistem lelang. Namun, prakteknya, PT Timah selalu bisa menjual produknya ke Indometal.
Ini bukan kebetulan. Soalnya PT Timah menggunakan fasilitas bonafide trade, yakni perjanjian antara penjual dan pembeli tanpa melewati mekanisme reguler di BKDI, yang pembayarannya dilakukan belakangan. Inilah yang membuat nilai piutang PT Timah melonjak tajam.
PT Timah membanderol harga timah ke Indometal lebih murah ketimbang harga di bursa London. Data yang diperoleh Tempo menunjukkan, harga perhitungan sendiri timah ingot milik PT Timah pada 2-11 Februari lalu dibanderol pada harga US$ 17.500-18.000 per ton. Padahal harga di bursa London berkisar US$ 18.150-19.050. Manuver PT Timah ini membuat heran banyak pengusaha lain. Sebab, strategi dagang semacam itu justru semakin menyeret turun harga yang sudah jatuh karena konsumen melihat pasokan yang berlimpah.
Agung Nugraha mengakui PT Timah menaruh stok timahnya di luar negeri. Kebijakan itu diambil karena melimpahnya produksi pada 2014. "Strategi ini dipilih karena BKDI tidak banyak menarik pembeli," ujarnya. Itu sebabnya PT Timah memilih mendekati konsumennya.
Agung menambahkan, volume penjualan PT Timah yang rata-rata mencapai 30 ribu ton tak menjadi penentu harga timah dunia. "Kami hanya 10 persen dari perdagangan dunia," katanya. Tudingan soal praktek transfer pricing antara PT Timah dan anak usaha sendiri juga ditepisnya. "Transfer pricing itu jual rugi, sedangkan kami tidak."
BANJIR timah di luar negeri juga terjadi akibat praktek penyelundupan timah Bangka ke Thailand dan Malaysia. Data International Tin Research Institute menyebutkan produksi timah mentah di Malaysia mencapai 15.500 ton dan di Thailand 11.000 ton. Namun produksi tin batangannya bisa menembus 185 ribu ton dan 109 ribu ton sepanjang 2009-2013. Sebaliknya, produksi timah batangan di Indonesia sekitar 280 ribu ton, jauh di bawah produksi timah mentah yang mencapai 471 ribu ton. Karena itu, Lebang curiga banyak timah ilegal dari Indonesia ditampung di luar negeri.
Ketua Umum Asosiasi Solder Indonesia Lay Rusli Mulyadi mengatakan ekspor ilegal di Bangka sudah tersohor. Caranya dengan memanfaatkan kelonggaran aturan yang membolehkan timah non-batangan diekspor tanpa melalui BKDI. Para pengusaha, menurut Rusli, berbondong-bondong mencetak timah batangan. Saat timah batangan diekspor, mereka mengaku timah itu sebagai timah solder yang tergolong timah non-batangan. Namun modus ini sudah terendus Bea dan Cukai serta Kementerian Perdagangan.
Modus yang kini marak terjadi: para pengusaha seolah-olah mengirim timah batangan ke Cilegon, Banten, atau Cikarang, Bekasi. Pengiriman ini diduga fiktif karena barang tak pernah sampai ke tujuan. "Hilang di Tanjung Priok, dan diduga diekspor ilegal," kata Rusli.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengakui ekspor ilegal masih berlangsung. Itu sebabnya Kementerian Perdagangan akan segera merevisi peraturan soal timah ini dan nantinya semua ekspor timah harus benar-benar melalui bursa. "Agar semua terpantau dan kita tak dikendalikan bursa di luar negeri."
Akbar Tri Kurniawan
FLUKTUASI HARGA TIMAH LME DAN BKDI
PERIODE | LME (US$ PER TON) | BKDI (US$ PER TON) | |
26 Maret | 17.265 | 17.400 | |
20 Februari | 18.100 | 17.975 | |
16 Januari 2015 | 19.325 | 20.680 | |
31 Desember | 19.500 | 19.380 | |
11 November | 19.925 | 20.780 | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo