Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melarang ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025. Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian keuangan Askolani mengatakan hingga saat ini belum menerima permohonan izin perpanjangan ekspor dari penambang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelarangan ekspor konsentrat sesuai dengan keputusan yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). “Mulai 1 Januari 2025, kami tidak melihat ada usulan dari perusahaan untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga sesuai ketentuan ESDM dan Permendag,” ujar Askolani dalam konferensi pers kinerja APBN di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 6 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Larangan ekspor mineral mentah sebelumnya sudah berlaku pada bijih nikel dan bauksit. Untuk bisa mengekspor pengusaha harus membangun smelter atau pusat pemurnian dan pengolahan mineral. Hal yang sama berlaku pada konsentrat tembaga. Namun pada pertengahan 2024, Presiden Joko Widodo masih memperpanjang relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sebelumnya habis pada Mei 2024.
Kebijakan perpanjangan relaksasi izin ekspor tembaga tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 11 tahun 2024. Berdasarkan beleid tersebut perusahaan tembaga seperti Freeport boleh ekspor konsentrat hingga 31 Desember 2024, dari seharusnya 31 Mei 2024.
Sebelumnya Askolani mengatakan negara bakal kehilangan potensi pendapatan Rp 10 triliun imbas pelarangan ekspor tembaga. Namun kehilangan potensi dana bea keluar (BK) ekspor konsentrat tembaga bakal diganti dengan potensi penerimaan lain dari penghiliran.
Hilirisasi ini ditargetkan menyebabkan penambahan investasi dengan membangun smelter, sehingga diharap akan memacu pertumbuhan ekonomi. Program penghiliran mineral khususnya Tembaga diharapkan meningkatkan penerimaan di sisi lain, misalnya pajak. Negara menargetkan keuntungan baru dari pajak pertambahan nilai (PPN) hingga pajak penghasilan (PPh) dari sektor industri baru seiring kewajiban meningkatkan nilai tambah.