Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Tersengat Beras Impor Murah

Satuan Tugas Pangan menyelidiki dugaan masuknya beras impor murah berkedok beras khusus ke Pasar Induk Cipinang. 

18 Januari 2021 | 00.00 WIB

Aktivitas bongkar muat beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 18 Septmber 2020. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Aktivitas bongkar muat beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 18 Septmber 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Sebanyak 300 ton beras impor sempat beredar di Pasar Induk Cipinang.

  • Harga beras impor lebih rendah dari beras lokal.

  • PT Sarinah (Persero) belum bisa memastikan beras yang beredar merupakan beras yang didatangkannya.

JAKARTA – Kabar ihwal masuknya ribuan ton beras impor dari Vietnam membuat pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, gusar. Gelombang impor beras ini dimulai dari datangnya sekitar 300 ton beras berjenis jasmine asal Vietnam pada Kamis pekan lalu. Beras itu dibanderol dengan harga Rp 9.000 per kilogram, lebih rendah dari harga beras putih di Pasar Cipinang yang dipatok Rp 9.000-10.000 per kilogram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Rendahnya harga beras jasmine ini membuat pedagang heran. Sebab, jasmine, yang merupakan beras khusus, biasanya dijual dengan harga lebih dari Rp 12 ribu per kilogram. "Saat ini, beras itu sudah tidak masuk lagi karena banyak yang membatalkan pesanan, takut berurusan dengan aparat. Aparat sempat datang dan menemukan beras tersebut," tutur Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras, Billy Haryanto, kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia mengungkapkan, beras jasmine seharusnya dijual lebih dari Rp 9.000 per kilogram karena modalnya sekitar Rp 12 ribu per kilogram. Setelah dicek, Billy menduga, beras impor tersebut hanya beras putih biasa, bukan jasmine. Menurut dia, beras tersebut dikemas dalam karung berukuran 20 kilogram dengan merek Dragon Brand. Adapun pengimpor beras itu adalah PT Sarinah (Persero) yang beralamat di Jalan M.H. Thamrin, Nomor 11, Kelurahan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.

"Pedagang Cipinang tahu bahwa berasnya tidak sesuai dengan rekomendasi impor. Sarinah harus bertanggung jawab," ucapnya.

Dalam situasi tersebut, Billy menambahkan, pedagang tentunya akan memilih produk yang harganya lebih murah. Namun, kata dia, kondisi ini akan merontokkan harga beras di tingkat petani. Padahal, Billy mengatakan, pasokan beras lokal lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Apalagi, mulai Februari hingga April mendatang Indonesia diprediksi memasuki musim panen raya.

Ia berharap pemerintah bisa segera mengambil langkah untuk menjaga agar harga beras lokal tidak terganggu. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018 tentang ketentuan ekspor dan impor beras menyebutkan impor beras untuk keperluan umum hanya boleh dilakukan oleh Perusahaan Umum Bulog.  

"Saya berharap Menteri Perdagangan yang baru berhati-hati kalau ada yang mengajukan impor beras. Bila perlu, ditolak karena produksi dalam negeri lebih dari cukup, termasuk beras khusus."

Beras jasmine merk Dragon di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. Dok. Istimewa

Cukupnya pasokan beras dibenarkan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi. Pada akhir tahun lalu, Kementerian Pertanian melaporkan bahwa musim tanam I periode Oktober 2020-Maret 2021 sudah berjalan dengan luas tanam 8 juta hektare lahan sawah. Targetnya, hasil panen raya bisa mencapai 18,5 juta ton sampai Juni 2021. Suwandi berujar telah mengerahkan tim untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan impor beras berlabel khusus.

Bersamaan dengan dugaan tersebut, Satuan Tugas Pangan menemukan sekitar 40 ton beras impor dari Vietnam di Pasar Induk Cipinang. Kepala Satgas Pangan, Brigadir Jenderal Helmy Santika, menuturkan beras tersebut belum dibongkar dan masih tersimpan di dalam truk. Saat ini, kata Helmy, Satgas Pangan masih mendalami pemilik dan pemasok beras itu. "Beras sedang diamankan karena ada informasi tentang adanya beras Vietnam," kata dia.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Very Angrijono mengatakan pemerintah telah mengawasi Pasar Induk Cipinang dan sekitarnya setelah menerima laporan soal masuknya beras Vietnam. Dari hasil pengawasan, Kementerian Perdagangan menemukan beras jasmine yang dijual seharga Rp 16-19 ribu per kilogram di pengecer. Very menjelaskan bahwa beras khusus itu biasanya digunakan untuk kebutuhan hotel, restoran, dan katering (horeka).

"Kami sedang menyelidiki apa motifnya. Apakah agar bisnis horeka tidak mendapatkan dari hanya satu distributor atau ada motif lain," tutur Very. Menurut Very, tata niaga impor beras khusus ini diatur melalui surat persetujuan impor (PI). Berdasarkan informasi dari importir, ia menambahkan, beras impor itu memang disalurkan oleh satu perusahaan yang berada di Pasar Induk Cipinang. 

Temuan lainnya, ada indikasi beras tersebut dicampur ulang dengan beras lain. Dalam hal ini, yang terjadi adalah penyalahgunaan label. Beras dengan label impor dari Vietnam itu, kata Very, dijual dengan harga Rp 9.000 per kilogram kepada pengecer dalam kemasan 20 kilogram. Kementerian Perdagangan yang juga berada dalam tim Satgas Pangan masih menelusuri kasus dugaan pemalsuan beras tersebut.

"Indikasi itu harus diperiksa melalui laboratorium, misalnya melihat kadar pecahan berasnya. Kami sedang memastikan ada pencampuran atau tidak," kata Very.

Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Fetty Kwartati mengaku merupakan importir resmi beras jasmine. Sarinah, dia mengatakan, mengimpor beras khusus itu untuk kebutuhan distributor yang menjadi rekanan perseroan. Ihwal beredarnya beras jasmine yang tidak sesuai dengan spesifikasi, Fetty menyatakan hal itu di luar kewenangan Sarinah.  

"Sarinah tidak terlibat pada pendistribusian dari distributor kepada retail atau pengecer. Jalurnya, setelah Sarinah mengimpor, distributor mengecer sendiri," tutur Fetty. Ia juga belum bisa memastikan apakah beras yang beredar di Cipinang sesuai dengan spesifikasi beras jasmine yang diimpor oleh Sarinah.

Menurut Fetty, Sarinah mengajukan surat pengajuan impor jasmine kepada Kementerian Perdagangan berdasarkan permintaan pasar melalui mitra. Ia tak menyebutkan jumlah kuota yang diterima lantaran impor dilakukan berdasarkan kebutuhan. "Sebelum didistribusikan, barang tersebut sudah melalui pemeriksaan Sucofindo," katanya.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah, mengungkapkan, biasanya pada periode Januari-Februari harga beras mulai naik karena tidak dalam musim panen raya. Siklus ini, kata dia, mendorong para pemburu rente untuk mengimpor beras yang harganya lebih murah. "Pada akhir dan awal tahun tidak ada panen, serta beberapa daerah banjir, itu membuat harga sejumlah komoditas sedikit naik," tuturnya.

Ia menganalisis perusahaan pemburu rente memiliki dua opsi penjualan beras impor, yakni menjualnya dengan harga lebih rendah atau sama dengan harga pasar. Kedua opsi itu dinilai sama-sama menguntungkan pelaku usaha, tapi merugikan petani karena pedagang beras akan memilih produk yang lebih murah. “Satgas Pangan perlu meningkatkan pengawasan ketika harga pangan mulai naik,” katanya.

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus