LEBIH cepat, (laba) lebih banyak. Itu salah satu prinsip kerja yang sepenuhnya diterapkan oleh manajemen PT Bangun Tjipta Sarana (BTS), pembuat jalan tol Cibitung-Cikampek (Jawa Barat). Salah satu ruas jalan itu (antara Cibitung dan Karawang Barat) yang sepanjang 23 kilometer, pekan lalu selesai dikerjakan sembilan bulan lebih cepat dari rencana. Memang, ruas lainnya -- menghubungkan Karawang Barat dengan Cikampek sepanjang 24,5 kilometer -- masih harus digarap. Lebih dari itu, BTS, perusahaan swasta milik Menteri Perumahan Rakyat Siswono Judo Husodo ini, masih harus melengkapi jalur Cibitung-Karawang Barat dengan "aksesori jalan tol". Rumput di bahu jalan harus ditanam, beberapa rambu lalu lintas pun masih ada yang kurang. Tapi rumput bisa menunggu, sementara laba harus cepat ditangkap. Lagi pula, ruas tambahan jalur Cibitung-Cikampek ini di biayai oleh BTS, dengan investasi Rp 80 milyar. PT Jasa Marga, sebagai BUMN yang punya hak penuh atas penguasaan jalan tol, hanya bertindak sebagai pengelola operasi bersama-sama BTS. Dari joint operation inilah, BTS berhak mendapat bagian pendapatan uang tol 69%, selama 26 tahun. Nah, bila proyek selesai lebih cepat, laba yang terkumpul pasti lebih banyak. Soalnya, masa pembangunan ruas itu -- yang seluruhnya diduga usai dalam waktu 2,5 tahun -- termasuk ke dalam waktu kerja sama operasi yang 26 tahun tersebut. Dengan demikian, barulah bisnis tol menjadi bisnis basah buat swasta. Apalagi sekarang, ketika pemerintah membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi swasta untuk ikut membangun jalan tol. Hal ini sudah ditegaskan lagi oleh Presiden Soeharto, akhir tahun lalu. Dikatakan oleh Pak Harto, sementara kini dibutuhkan prasarana yang memadai, kemampuan pemerintah untuk membangun sangat terbatas. Mungkin, karena itu pula, Maret lalu turun Keppres Nomor 8/1990, tentang jalan tol. Pasal 38 dari Keppres tersebut menegaskan, tanpa melepaskan wewenang Jasa Marga, penyelenggaraan jalan tol boleh dilakukan bersama-sama dengan pihak mana pun -- dengan swasta nasional, asing, BUMN/BUMD, juga dengan koperasi. Kita pun tahu, BUMD dan koperasi tak akan mampu terjun di bidang ini -- tapi yang penting, peluang besar itu juga terbuka untuk mereka. Yang jelas, dari kalangan swasta nasional, selain BTS, ada PT Citra Marga Nusaphala Persada, konsorsium dari delapan perusahaan -- empat di antaranya merupakan perusahaan milik negara -- yang mengerjakan jalan layang tol Cawang-Tanjungpriok. Juga ada PT Humpuss dan PT Hanurata, yang mengerjakan tol Tangerang-Merak. Sedangkan dari kalangan swasta asing, sudah sering disebut nama raksasa seperti Kumagaibumi (Jepang), Torno Group (Italia), Dywi DAG (Jerman Barat), dan si jago pemenang tender RSEA, Taiwan. Mengingat dalam Pelita V pemerintah akan membangun jalan tol sepanjang 295 kilometer, maka pasti masih banyak proyek jalan tol yang akan dilelang. Yang akan segera dirintis adalah tol Medan-Binjai (24 km), Jakarta Harbour Road (22 km), Jakarta Outer Ring Road (54 km), dan tol Surabaya-Gresik sepanjang 19 km. Sementara itu, Citra Lamtoro Gung Persada -- yang ikut membangun tol Cawang-Tanjungpriok -- bersama tiga rekannya (Krakatau Steel, Indocement, dan Yayasan Dana Pensiun Perkebunan), plus dua rekan dari Jepang (Kumagai) dan Inggris (Travalgar), kini tengah bersiap-siap membangun tol Cikampek-Padalarang sepanjang 60 km. "Ya, memang, tidak ada salahnya. Selain mengikutsertakan modal swasta, kita juga bisa mengikutsertakan modal asing," kata Soehartono, Dirut Jasa Marga. Budi Kusumah, Linda Djalil, Heddy Susanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini