Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Institut Pertanian Bogor atau IPB University Dwi Andreas Santosa mengkritik target swasembada pangan pemerintahan Prabowo Subianto masih tak jelas. Menurut dia, ada berbagai pengertian swasembada pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Emang enggak jelas. Swasembada pangan itu pengertian siapa yang dirujuk?” ujar Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andreas menjelaskan, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mendefinisikan swasembada pangan sebagai angka nisbah produksi per konsumsi sebesar satu atau lebih besar. Artinya, sebuah negara disebut mencapai swasembada pangan jika nisbah rasio produksi sama atau lebih dari satu.
Swasembada pangan juga dapat dilihat dari neraca ekspor-impor. Andreas menjelaskan, sebuah negara bisa disebut mencapai swasembada pangan jika telah mencapai surplus ekspor. Sebaliknya, jika kemampuan negara memenuhi kebutuhan pangan penduduk masih minus, ia belum mencapai swasembada pangan.
Pada 2023, Kepala Biotech Center IPB University ini pernah mencatat realisasi impor pemerintah untuk delapan komoditas pangan, yakni gandum, beras, jagung, bawang putih, gula, ketela pohon, dan kacang tanah. Impor seluruh komoditas itu mencapai 29 juta ton, meningkat dari 21,95 juta ton pada 2014 dan 8,50 juta ton pada 2004. "Kalau definisi seperti itu, kiamat kurang satu hari juga enggak akan swasembada. Bagaimana caranya menghapus 29 juta ton untuk delapan komoditas pangan?" ujarnya.
Andreas menilai, target swasembada pangan perlu diubah dari target swasembada berbagai komoditas menjadi target mengerem laju impor pangan. Jika pemerintah mampu mempertahankan impor pangan yang saat ini mencapai 29 juta ton, kata dia, itu sudah sebuah prestasi yang luar biasa.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi sebelumnya mengatakan, pemerintah akan mengupayakan semua kebutuhan pangan dipenuhi oleh produksi dalam negeri. "Itu kan perintahnya Pak Presiden Prabowo Subianto harus bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri, apa-apa yang bisa dikerjakan," ujar Arief saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Desember 2024. Namun ia enggan merinci komoditas yang ditargetkan mencapai swasembada pada 2027.
Berdasarkan Undang-Undang Pangan, pengertian pangan sangat luas. Pangan mencakup segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air. Mengacu beleid ini, Arief mengaku tak mungkin swasembada mencakup seluruh kategori itu. Tapi ia mengatakan pemerintah tetap akan mengupayakannya. "Kita enggak mungkin 100 persen. Tapi itu semangatnya. Itu yang harus kita tangkap," ujar eks Plt. Menteri Pertanian ini.
Arief menjelaskan, swasembada dicirikan dengan 90 persen kebutuhan dipenuhi oleh produksi domestik. Karakteristik ini, kata dia, sesuai definisi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 2009. Dengan pengertian itu, ia mengatakan Indonesia sebenarnya telah mencapai swasembada beras sejak dulu.
Ihwal beda swasembada kali ini, Arief mengatakan, Prabowo ingin agar swasembada bersifat luas dan menyeluruh. Artinya, semua daerah di level provinsi, kabupaten, kecamatan, sampai desa mencapai swasembada. Menurut dia, ini nyaris serupa dengan keadaan zaman dulu ketika setiap rumah punya lumbung padi.
Pilihan editor: Mengapa Skema Program Makan Siang Gratis Berubah