Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Menyemai Pompa

Shell dan Petronas berburu lahan pompa bensin. Mengepung Jakarta terbentur perizinan.

7 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI hasil, itu kata kuncinya. Itu pula tiket masuk Royal Dutch Shell Plc. untuk menyewa sebidang lahan di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.

Terhampar persis di depan Supermal Lippo Karawaci dan mulut pintu tol Jakarta-Merak, kapling itu strategis nian untuk berbisnis. Jamaklah bila banyak perusahaan minyak raksasa berebut membeli atau menyewa lahan seluas lebih dari satu hektare itu.

Sebelum Shell, Pertamina sebetulnya sudah ”meminang” lahan itu untuk stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU). Mereka bahkan telah meminta bantuan agen properti Century 21 untuk mengegolkan rencananya. ”Tapi Pertamina hanya mau menyewa,” kata Direktur Utama Century 21 Pertiwi, Ali Hanafia, kepada Tempo.

Tawaran Pertamina rupanya kurang menggiurkan pengelola Lippo Karawaci. Belakangan, Shell datang dengan paket lebih bergairah. Mereka menyodorkan iming-iming, ya itu tadi: bagi hasil pompa bensin.

Negosiasi dagang yang konon melibatkan bos Grup Lippo, James Riady, itu pun akhirnya berbuah manis bagi Shell. Sayang, PT Krida Petra Graha, perwakilan Shell di Indonesia, enggan angkat bicara. ”Kami tidak bisa buka (proses negosiasi),” kata Wally Saleh, juru bicara Shell di Indonesia.

Singkat cerita, pompa bensin milik Shell kini sudah terpacak di Karawaci. Jika tak ada aral melintang, pompa bensin berlogo kerang laut itu akan mulai beroperasi perdana bulan ini, sekaligus menandai dimulainya babak baru bisnis minyak di sektor hilir di Indonesia.

Berdasarkan undang-undang minyak dan gas, terhitung sejak 23 November mendatang Pertamina harus berbagi peran dengan perusahaan swasta lokal, atau perusahaan asing, sebagai operator penjual BBM di dalam negeri. Terbukanya peluang di sektor hilir ini membuat permohonan izin pendirian pompa bensin, serta penjualan, pengolahan, hingga pengangkutan minyak, terus mengalir deras ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Meski begitu, sejauh ini baru Shell (melalui Krida Petra) dan Petronas (melalui PT Petronas Niaga Indonesia) yang terlihat ekspansif merambah peluang bisnis pompa bensin. Shell berniat mendirikan 400 pompa bensin di Indonesia dalam delapan tahun ke depan. Petronas merencanakan separuhnya dalam kurun sepuluh tahun.

Dibanding raksasa minyak lainnya seperti ExxonMobil, Chevron, dan BP, Shell memang lebih tahu cara berbisnis minyak retail di Indonesia. Maklum, Shell pernah berdagang bensin di sini pada 1960-an.

Menurut Ali Hanafia, selain Petronas dan Shell, perusahaan minyak asal Cina, PetroChina, juga sibuk berburu lahan pompa bensin di Jakarta sejak awal tahun ini. Tapi, ”Yang paling getol memang Petronas,” katanya.

Perusahaan asal Malaysia itu bahkan telah meminta bantuan sejumlah agen properti besar seperti Century 21, Ray White, dan ERA, untuk bisa mendapatkan 12 titik pendirian pompa bensin di seantero Jakarta.

Yang paling dibidik tentu lokasi strategis dan tempat keramaian. Juga beberapa ruas jalan protokol dan jalan penghubung. Bila dimungkinkan, perusahaan asing itu bahkan ingin memancangkan patok di ruas Jalan Sudirman-Thamrin. Sebab, di kawasan perkantoran elite ini baru ada satu pompa bensin milik Pertamina, di dekat jembatan Semanggi.

Tapi kendalanya juga tak sedikit, mulai dari proses perizinan berbelit-belit—biasalah—hingga harga tanah yang membubung. ”Di Sudirman, harga tanah mencapai Rp 15 juta per meter persegi,” kata Ali.

Direktur Utama ERA Indonesia untuk Jakarta Barat, Yoyok, menambahkan bahwa biaya mengurus izin ke pemerintah daerah pun sangat mahal. Bisa mencapai Rp 500 juta.

Bagi perusahaan minyak dunia, biaya mungkin bukan perkara besar. Tapi perizinan dan ”restu” penduduk di sekitar areal tempat pompa bensin bakal dibangun merupakan problem serius.

Shell termasuk yang sudah kena batunya. ”Rencananya mendirikan pompa bensin di Mampang, Jakarta Selatan, ditentang masyarakat,” kata anggota BPH Migas, Eri Purnomohadi. Warga khawatir terhadap bahaya rembesan minyak dan pencemaran air tanah.

Direktur Utama Petronas Niaga Indonesia, Kamaruzaman bin Mohammad Hasyim, mengemukakan problem serupa. Keinginannya membangun pompa bensin di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, juga ditentang masyarakat. Dari rencana pendirian lima pompa bensin tahun ini, baru satu yang dapat direalisasikan.

Akibatnya, target yang telah dipatok harus ditinjau ulang. Mungkin itu sebabnya, belakangan Shell pun bersikap ”malu-malu” memaparkan realisasi rencana bisnisnya. ”Memang butuh waktu,” kata Wally.

Hingga kini, Shell memang baru mendapat tiga lahan pompa bensin, yaitu di Karawaci, Mampang, dan jalan M.T. Haryono (samping Rumah Sakit Medistra). Petronas baru mendapat lahan di Cibubur dan Mampang. Karena itu, kata Eri, ”Saya tantang mereka mendirikan pompa bensin di Sudirman.”

Tawaran Eri bukan tak masuk perhitungan para perusahaan minyak itu. Tapi, yang jadi soal, ya itu tadi: proses perizinan yang berbelit dan peluang mendapatkan lahan yang sesuai dengan kebutuhan. ”Kami ingin sekali membangun di Sudirman,” kata Kamaruzaman. ”Tapi luas tanah jadi kendala.”

Meski begitu, tekad Shell dan Petronas berdagang minyak di kota metropolitan tak pernah surut. ”Kami terus mencari kesempatan untuk berinvestasi. Negara ini sangat strategis,” kata Wally.

Kamaruzaman juga menegaskan kesungguhan Petronas membuka pompa bensin di Jakarta. ”Hingga 2007 kami berkonsentrasi dulu di Jakarta dan sekitarnya,” ujarnya. Bahkan pompa bensin di Cibubur, Jakarta Selatan, direncanakan sudah beroperasi awal tahun depan.

Menurut Direktur Pengolahan dan Niaga Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Erie Soedarmo, pendirian pompa bensin di Jakarta dan sejumlah kota utama memang menjadi prioritas para perusahaan minyak asing dalam merambah pasar retail Indonesia.

”Yang penting buat mereka, membangun citra dulu di sini,” katanya. Nah, sesudah itu, barulah merambah ke daerah-daerah yang selama ini kurang tergarap Pertamina.

Yura Syahrul

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus