Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Pensiun Nek Ilin

PT Pos dan BRI bertikai gara-gara uang para pensiunan. Jalan rujuk masih panjang.

19 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ilin Soemantri terlihat rapi jali pagi itu. Mengenakan pantalon hitam bergaris putih dengan baju lengan panjang bermotif belah ketupat, dia bersemangat menuju kantor PT Pos Indonesia Cabang Depok, Jawa Barat. "Saatnya mengambil pensiun suami," kata janda pensiunan dokter itu.

Setidaknya ada 1,2 juta Ilin lain yang mengandalkan PT Pos untuk mengambil pensiun. Bagi PT Pos, ini peluang emas untuk menambah kas. Soalnya, sejumlah bank mengincar para pensiunan itu untuk penyaluran kredit. PT Pos mendapat imbalan berupa komisi pemotongan dari cicilan pensiunan saban bulan.

Ilin, misalnya. Sejak tahun lalu ia mendapat kredit tanpa agunan Rp 10 juta dari sebuah bank swasta. Gaji pensiunannya dipotong Rp 700 ribu per bulan selama dua tahun. Artinya, bunga yang diperoleh bank rata-rata 25 persen per tahun.

Hingga akhir tahun lalu, PT Pos telah menggandeng sedikitnya 87 bank nasional untuk menyalurkan kredit kepada para pensiunan. Salah satunya Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sekitar 79 ribu pensiunan yang mengambil gaji di PT Pos menjadi nasabah dari bank dengan aset terbesar di Indonesia itu.

Semula hubungan yang terbuhul sejak 1980-an itu berjalan mulus. Persoalan muncul ketika kongsi itu mendadak tak harmonis mulai Mei tahun lalu. Pemantiknya, PT Pos meminta kenaikan komisi pemotongan cicilan dari sebelumnya 1,5 persen menjadi 3 persen.

Wakil Direktur Utama PT Pos Sukatmo Padmosukarso beralasan, komisi 1,5 persen tak sebanding dengan ongkos penyaluran dan pemotongan kredit pinjaman.

Sukatmo membandingkan setoran dari mitra lain, seperti Bank Saudara, CIMB Niaga, dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional, yang rata-rata 3 persen. "Dengan komisi 3 persen saja, margin yang kami dapat kurang dari 10 persen," ujarnya.

Sejatinya, kata juru bicara PT Pos, A. Sofyan, akad kerja sama berakhir sejak Mei 2011. Namun keduanya sepakat melakukan adendum perpanjangan durasi hingga Agustus 2011. Bahkan kesepakatan diperpanjang lagi hingga Februari 2012. "Meski tidak resmi," kata Sofyan.

BRI tentu enggan disebut sebagai biang keretakan. Mohammad Ali, juru bicara BRI, menjelaskan, kenaikan komisi ujung-ujungnya akan berdampak bagi pensiunan. "Beban pensiunan semakin berat," ujarnya.

Ali mengaku, BRI beberapa kali berunding dengan PT Pos. Namun kedua pihak bersikukuh dengan argumen masing-masing. Walhasil, tak ada titik temu. Hingga datanglah talak tiga dari PT Pos pada hari Valentine, 14 Februari 2012.

Keruan saja BRI kalang kabut. Terbayang nasib angsuran kredit yang bakal tertunggak pada akhir Maret ini. Kegalauan BRI bertambah ketika sejak awal Maret lalu PT Pos mempromosikan Bank Mandiri sebagai penyalur kredit bagi para pensiunan.

Di sejumlah daerah, PT Pos sempat memasang spanduk besar di gerbang masuk. Bahkan bermunculan spanduk yang menyebutkan pensiunan dapat mengurus kredit di loket Mandiri.

Sofyan mengakui ada kerja sama antara PT Pos dan Mandiri. Bisnis keduanya menyangkut pelbagai bidang, termasuk penyaluran kredit, sejak Januari 2010. Selain itu, Mandiri menawarkan komisi pemotongan cicilan 2,5 persen atau sekitar Rp 20 miliar.

Adapun bersama BRI, dengan komisi 1,5 persen, pendapatan komisi PT Pos hanya Rp 15 miliar per tahun. Namun dia membantah bahwa PT Pos mengalihkan kredit dan memotong angsuran secara otomatis ke Mandiri. "Kami tak akan mengalihkan pinjaman tanpa persetujuan pensiunan," kata Sofyan.

Bagaimanapun, langkah PT Pos membuat BRI gelisah. Takut kehilangan nasabah, BRI menyiagakan petugas di tiap kantor PT Pos di seantero Indonesia. Konon, pegawai BRI ikut bergerilya dari pintu ke pintu rumah pensiunan.

"Kami merayu pensiunan dengan kenyamanan berupa fasilitas kesehatan dan bubur kacang hijau gratis," ujar Ali. "Alhasil, kami berhasil merebut 50 persen nasabah penerima kredit BRI di PT Pos."

Giliran para pensiunan yang kebingungan karena menjadi rebutan BRI, PT Pos, dan Bank Mandiri. Apalagi PT Pos terus bermain petak umpet supaya nasabahnya tak terbujuk pegawai BRI.

Harapan rujuk tampaknya masih samar. Sukatmo mengisyaratkan PT Pos siap mengikat janji baru dengan BRI asalkan komisi dinaikkan. Di lain pihak, kata Ali, "BRI bersedia, tapi komisi tidak berubah."

Bobby Chandra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus