Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SHENZHEN 20 tahun silam ha-nyalah kawasan perbatasan bersemak. Penduduknya sekitar 20 ribu jiwa. Kini ia menjelma menjadi kota internasional dengan lebih dari 7 juta penduduk.
Kota seluas 2.000 km persegi itu ibarat hutan beton yang dipenuhi kawasan industri, pusat belanja, hotel, apartemen, universitas, rumah sakit, dan seterusnya. Ada jaringan subway, bandara internasional, dan belasan pelabuhan—termasuk pelabuhan internasional terbesar di Cina.
Kota yang bersanding dengan Hong Kong ini juga menjadi pusat industri pengembangan teknologi tinggi, selain Shanghai dan Beijing. Dan orang teringat kembali pada Deng Xiaoping, pemuka Partai Komunis Cina yang menggalakkan reformasi dan ekonomi terbuka.
Langkah menjadikan Shenzhen sebagai zona ekonomi khusus pertama, pada 1980-an, terbukti tepat dan berhasil mengundang investasi besar-besar-an dari mancanegara. Pengusaha Indonesia, seperti Grup Salim, Lippo, Sinar Mas, dan Raja Garuda Mas, termasuk yang berinvestasi di sana.
Sejak itu, Shenzhen ditiru dan dite-rapkan di daerah lain. Sekarang telah berdiri lebih dari 49 zona ekonomi khusus, Cina menjadi kekuatan ekonomi dunia yang mencemaskan Amerika dan Eropa. Sebagai salah satu negara eksportir terbesar di dunia, Cina kini memiliki cadangan devisa hampir US$ 900 miliar, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 10 persen per tahun.
Sukses Cina membuka mata negara lain. India, Vietnam, dan Filipina kemudian membuka zona ekonomi khusus. India, yang kini menjadi negara favorit tujuan investor, sudah memiliki delapan zona ekonomi khusus, dan 35 zona lagi yang sedang dikembangkan.
”Pemodal memang selalu mencari- tempat yang menguntungkan,” kata peng-usaha Sofjan Wanandi, pekan lalu. Kawasan yang menerapkan zona ekonomi khusus adalah tempat bisnis yang menguntungkan. Sebab, di sini ada insentif pajak, bebas pajak ekspor-impor, proses perizinan tak berbelit-belit, pasokan pekerja terlatih, hingga infrastruktur yang memadai, termasuk dekat pelabuhan. ”Pekerja mogok juga tak ada,” Sofjan menambahkan.
Indonesia pun, tampaknya, mulai berpikir membuka zona ekonomi khusus. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama rombongan pekan lalu berkunjung ke Cina, termasuk Shenzhen. Kalla ingin mempelajari kesuksesan Cina mengelola zona ekonomi khusus.
Dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Boediono, sebuah tim juga telah dibentuk dua pekan lalu. Anggotanya meliputi Menteri Perdagangan Mari Pangestu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Muhammad Lutfi—yang merangkap ketua harian.
Langkah ini ditempuh karena reforma-si ekonomi dan birokrasi untuk menarik investasi tersendat. Upaya memangkas birokrasi yang panjang ternyata tak mudah. Ekonomi biaya tinggi masih menghantui pengusaha. ”Pemerintah perlu langkah terobosan,” ujar pejabat peme-rintah yang menyusun konsep ini. ”Zona ekonomi khusus adalah pilihannya.”
Dua pekan lalu, dalam rapat koordinasi di kantor Menteri Koordinator Perekonomian, kerangka dan syarat-syarat pembentukan kawasan ekonomi khusus sudah mulai disusun. Wilayah belum ditunjuk, namun pilihan pemerintah meng-arah pada daerah yang sudah memiliki prasarana dan industri. ”Kami tak mungkin mulai dari nol, dari daerah yang tak punya apa-apa,” kata Menteri Perdagangan Mari Pangestu.
Dalam pembahasan, memang sudah muncul sejumlah daerah yang berpotensi dijadikan kawasan ekonomi khusus. Jusuf Kalla juga sudah pernah memberikan sinyal. Daerah itu, antara lain, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Sumatera Utara berpotensi menjadi basis industri perkebunan, Jawa Barat menjadi basis industri manufaktur dan tekstil, Kalimantan Timur menjadi pusat pengembangan tambang dan energi, dan Banten sebagai pusat industri petrokimia. ”Di Banten juga ada rencana pengembangan pelabuhan Bojonegara,” kata pejabat tersebut.
Namun, sebelum mengembangkan wilayah lain, pemerintah akan memprioritaskan perbaikan kawasan perdagangan bebas yang sudah pernah dibentuk, yakni Batam dan Bintan. Kedua kawasan ini dulu memang menjadi tujuan utama penanaman modal asing, namun belakangan justru sering dikeluhkan oleh investor setelah status kawasan itu berubah-ubah.
Menurut Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah, keluhan investor bukan hanya soal ketidakpastian hukum, tetapi juga soal keamanan dan mogok pekerja. ”Padahal, investor butuh ketenangan berusaha,” katanya. Pengusaha Batam, Rachman Usman, menambahkan kondisi itu diperparah dengan munculnya tambahan pajak dari pemerintah daerah, seperti pajak penerangan jalan di kawasan industri.
Untuk mengatasi ketidakpastian hukum ini, Wakil Presiden menekan-kan Batam dan Bintan tidak akan lagi menjadi kawasan perdagangan bebas, baik sebagian maupun menyeluruh. Batam akan dijadikan proyek percontohan pembentukan kawasan ekonomi khusus di Indonesia. ”Karena itu, proses perizinan usaha harus dipercepat de-ngan satu atap,” kata Jusuf Kalla ketika berkunjung ke Batam belum lama ini.
Untuk itu, pemerintah akan bekerja sama dengan Singapura. Rencana kerja sama juga sudah dibicarakan dalam pertemuan antara Jusuf Kalla dan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura, Lim Hng Kiang, bulan lalu. Dalam waktu dekat, pemimpin Indonesia dan Singapura akan meneken nota kesepahaman di Batam.
Draf nota kesepahaman yang diperoleh Tempo menyebutkan, kedua negara sepakat mempromosikan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di zona yang terletak di Kepulauan Riau ini. Caranya dengan menarik investor asing, menciptakan lapangan kerja, mendorong kapasitas produksi, dan meningkatkan pelayanan perdagangan barang dan jasa.
Kedua negara juga akan menyepakati sejumlah langkah. Antara lain investasi yang saling menguntungkan, prosedur perpajakan yang transparan, penanganan barang di bea dan cukai yang efisien, aturan tenaga kerja yang kompetitif secara internasional, kemudahan pengurusan dokumen imigrasi, serta soal peningkatan kemampuan tenaga kerja.
Yang jelas, untuk membentuk kawasan ekonomi khusus, pemerintah akan mengacu pada kerangka institusi baru. Kerangka itu, antara lain, pendekatan dasar hukum zona ekonomi dalam bentuk undang-undang, otoritas kawasan hanya bertanggung jawab atas kegiatan di kawasan, campur tangan pemerintah pusat dan daerah dibatasi seminimal mungkin, kawasan bersifat multiguna dan multipasar, serta lebih banyak menerapkan teknologi modern.
Bagaimanapun, keberhasilan pembentukan zona juga sangat bergantung pada kesiapan daerah masing-masing. Misalnya, kesiapan gubernur menyediakan lahan yang cukup luas untuk membentuk kawasan tersebut. ”Jika mereka tak mau, sebaiknya pemerintah mencari daerah lain,” ujar Sofjan Wanandi.
Heri Susanto, Rumbadi Dalle, Yudha Setiawan
Bagaimana di Negeri Lain
INDONESIA memang belum memutuskan bentuk zona ekonomi khusus yang akan diterapkan. Namun, setidaknya pemerintah sudah memiliki perbandingan bagaimana kerangka zona ekonomi khusus itu di negara lain, termasuk insentif yang diberikan. Berikut ini perbandingan zona ekonomi khusus di sejumlah negara.
Negara SEZ Cakupan KegiatanInsentif Insentif Nonfiskal Cina—Pembentukan SEZ berdasarkan wilayah.
- Saat ini sudah memiliki 49 SEZ, terutama di Guangdong, Fujian, dan Hainan. l Pertanian, industri, dan jasa.
- Peningkatan fokus pada teknologi dan jasa keuang-an.
- Semula fokus pada investasi asing dan ekspor, sekarang fokus pengem-bangan perusahaan domestik. Insentif pajak berupa penurunan -pajak penghasil-an perusahaan dari 33% menjadi 15%.
- Tax holiday (bebas pajak) selama 2-3 tahun untuk usaha tertentu.
- Bebas dari bea masuk dan pajak perdagangan untuk usaha tertentu. Fokus pada infrastruktur modern, komunikasi, dan kemudahan akses ke pelabuhan.
- Mempersingkat proses perizinan usaha.
- Menurunkan biaya sewa tanah. India - Pembentukan SEZ berdasarkan wilayah dengan luas minimum 1.000 ha.
- Saat ini sudah dibentuk 8 SEZ, dan 35 zona lainnya sedang dikembangkan. Pertanian, industri, dan jasa.
- Zona bisa untuk produk tertentu atau multiproduk.Tax holiday diberikan berdasarkan UU Perpajakan.
- Bebas bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak perdagangan lainnya.Layanan satu atap untuk menyederhanakan prosedur, termasuk prosedur kepabeanan.
- Bebas dari kewajiban lisensi impor.
Filipina - Dibentuk berdasarkan wilayah dengan luas 16.000-28.000 ha.
- Sudah dibentuk 7 zona, di antaranya Subic Bay dan Clark Base.
- Industri, jasa, dan turis-me.
- Prioritas ditujukan untuk ekspor.
- Zona bisa untuk multi-produk dan jasa. Pajak- penghasilan 5% dari pendapatan kotor.
- Tambahan keringanan -untuk biaya pelatihan.
- Bebas bea masuk impor.
- Tax holiday dinaikkan dari 4 menjadi 8 tahun. Penyederhanaan prosedur perizinan.
- Status penduduk tetap bagi investor asing dan keluarganya.
- Pengiriman laba usaha tak perlu didahului persetujuan bank sentral.
Keterangan: SEZ = special economic zone/zona ekonomi khusus.
Sumber: Pemerintah, Bank Dunia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo