Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harga gas di Eropa dan kawasan lain mulai turun.
Pemanasan global menekan harga minyak dan gas.
Inflasi melunak, BI mungkin tidak menaikkan bunga.
ADA berkah tak terduga karena bumi makin panas. Akibat pemanasan global, musim dingin di Eropa kali ini lebih hangat daripada perkiraan sebelumnya. Karena tak ada lonjakan kebutuhan energi untuk pemanas rumah tangga, harga gas alam di semua penjuru Eropa pun luruh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sempat menyentuh US$ 48 per metric million British thermal unit (MMBTU) pada Desember 2022, harga gas di Eropa pekan lalu anjlok menjadi US$ 19 per MMBTU. Stok di tangki-tangki penimbunan pun masih 80 persen dari kapasitas. Padahal biasanya, saat menjelang puncak musim dingin awal Februari, persediaan gas tinggal 60 persen. Maka tak ada lagi kekhawatiran akan terjadi kelangkaan gas alam di Eropa hingga musim dingin usai dua bulan lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurunnya harga gas juga membuat harga minyak mentah dunia relatif tenang. Harga minyak Brent, patokan utama di pasar internasional, sudah sebulan stabil di kisaran US$ 85 per barel. Rentetan berikutnya, harga bahan bakar minyak di mana-mana makin murah.
Melandainya harga energi membawa banyak implikasi, bahkan turut mempengaruhi urusan invasi Rusia ke Ukraina. Tahun lalu, negara-negara Eropa sungguh takut akan terjadi krisis energi. Ceritanya, Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan ketergantungan negara-negara Eropa pada pasokan gas dari Rusia sebagai senjata. Rusia berupaya menekan negara-negara Eropa agar tidak mendukung Ukraina. Konflik pun meluas ke luar medan perang menjadi perang energi. Sekarang terbukti, gas Rusia ternyata tak efektif. Tak ada krisis energi seperti kekhawatiran semula.
Turunnya harga energi juga membuat inflasi kian landai di seluruh dunia. Makin rendahnya harga gas dan BBM menjadi faktor terbesar yang membuat angka inflasi di zona euro Eropa turun menjadi 9,2 persen per Desember 2022 dari puncak tertingginya sepanjang sejarah, 10,6 persen, pada Oktober 2022. Kondisi serupa muncul di Amerika Serikat. Tingkat inflasi Desember bahkan menyentuh titik terendah dalam 15 bulan terakhir sebesar 6,5 persen. Turunnya harga energi jelas langsung mengakibatkan penurunan inflasi. Efeknya jauh lebih cepat dan lebih kuat terasa ketimbang efek kenaikan bunga bank sentral.
Bagi Indonesia, harga energi yang makin murah di pasar global tentu saja juga merupakan berkah. Investor boleh berharap inflasi akan lebih lunak. Harga BBM nonsubsidi sudah turun pada awal Januari lalu. Selain berdampak positif berupa penurunan inflasi, harga minyak dunia yang lebih murah tentu meringankan beban pemerintah dalam pemberian subsidi BBM.
Ekspektasi tingkat inflasi yang lebih rendah akan berpengaruh pada kebijakan Bank Indonesia dalam penetapan suku bunga. Pekan lalu BI memang masih menaikkan kembali bunga rujukannya sebesar 0,25 persen menjadi 5,75 persen. Namun pasar menilai kenaikan ini memang masih diperlukan untuk menjaga target inflasi inti 2-4 persen pada semester I 2023. Setelah ini, dengan perkiraan inflasi akan melunak, para analis yakin BI bakal menahan suku bunga hingga akhir tahun, tak ada kenaikan lagi.
Jika hal itu terjadi, kita bisa berharap pemulihan ekonomi bergulir lebih cepat. Pertumbuhan ekonomi tak lagi terhambat kenaikan bunga, yang membuat biaya modal korporasi lebih mahal. Bunga yang tinggi juga memangkas daya beli konsumen yang menggunakan kredit untuk berbelanja, terutama membeli barang-barang berharga dan tahan lama seperti kendaraan bermotor.
Tahun lalu, menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, angka penjualan retail mobil mencapai satu juta unit, sudah kembali ke tingkat sebelum masa pandemi. Jika suku bunga tidak naik lagi tahun ini, ada harapan pertumbuhan lebih pesat di pasar mobil ataupun barang-barang lain yang tingkat penjualannya bergantung pada skema kredit.
Sebetulnya ini ironi yang sangat dalam. Gejala pemanasan global yang makin nyata tentu tak pantas kita syukuri hanya karena mendatangkan berkah jangka pendek. Ada bencana yang mengintai umat manusia puluhan tahun dari sekarang. Tapi begitulah hukum pasar, hanya mengenal permintaan dan penawaran tanpa menimbang malapetaka yang bakal terjadi di masa depan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo