Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di negeri ini bank boleh bangkrut setiap saat dan para penabung bisa tidur lelap tanpa khawatir duitnya menguap. Selama pemerintah masih menjamin semua jenis simpanan (blanket guarantee) di perbankan, selama itu pula risiko para deposan nihil belaka.
Kondisi itu memang diperlukan ketika kepercayaan masyarakat terhadap perbankan runtuh, menyusul penutupan 16 bank sekitar enam tahun silam. Tapi sampai kapan? Bagi analis perbankan seperti Eko B. Supriyanto, jawabannya jelas: akhiri secepat mungkin. "Jangan sampai pemerintah menjadi bandar bank-bank sakit sepanjang masa," kata Direktur Biro Riset InfoBank itu.
Alasannya, penjaminan terbukti tak mendewasakan pengelola bank, malah justru membuat mereka makin manja karena praktis semua risiko perbankan dilimpahkan ke negara. "Hasilnya adalah para pengurus bank yang lebih mirip sopir metromini, ugal-ugalan dan kurang hati-hati," ia menambahkan.
Pemerintah memang sudah menyiapkan jalan keluar dengan mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Melalui lembaga itu, cakupan jaminan akan diturunkan bertahap, yang dimulai dengan maksimum simpanan Rp 5 miliar. Enam bulan kemudian, nilai tabungan yang dijamin maksimum Rp 1 miliar, dan akhirnya diturunkan lagi sampai hanya Rp 100 juta. Masalahnya, rancangan undang-undang pendirian lembaga tersebut masih nyangkut di tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Akhir masa jabatan anggota Dewan sebenarnya masih lumayan panjang, sampai September. Sialnya, hingga bulan tersebut, para politisi Senayan disibukkan dengan agenda pemilihan presiden, yang mungkin berlangsung dalam dua putaran, Juli dan September. Artinya, masa sidang yang tersedia makin sempit.
Para wakil rakyat di Komisi Keuangan dan Perbankan, yang menangani rancangan ini, pun masih berbeda pendapat. Wakil ketua komisi tersebut dari Partai Golkar, Paskah Suzeta, termasuk yang optimistis tunggakan pekerjaan ini akan lunas sesuai dengan jadwal, yakni sebelum Dewan memasuki masa reses, 16 Juli mendatang. "Undang-undang ini sifatnya nonpolitik dan sekarang sudah masuk di tingkat panitia kerja," katanya, "Perdebatan lebih banyak menyangkut soal teknis."
Meski tak seyakin Paskah, wakil dari Fraksi Reformasi, Rizal Jalil, mengharapkan hal yang sama. "Tapi bukan berarti boleh main kebut hingga banyak hal penting justru terlewatkan," katanya. Kekhawatiran akan banyaknya hal penting yang tak cukup terbahas itulah yang juga menjadi perhatian legislator dari Fraksi Persatuan Pembangunan, Faisal Baasir.
Sebab, Komisi Keuangan masih harus menyelesaikan pembahasan Undang-Undang Kepailitan dan hampir pasti menunda penyelesaian undang-undang mengenai Jaring Pengaman Keuangan sampai periode Dewan yang akan datang. Faisal menganggap perdebatan di seputar LPS tak bisa dianggap sepele. "Masih cukup alot," katanya.
Misalnya menyangkut beberapa pasal yang merujuk pada posisi lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Jaring Pengaman Keuangan. "Padahal kedua lembaga itu sekarang belum ada," ujar Faisal. Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia, Muliaman Hadad, termasuk yang memandang pembahasan LPS tak perlu terlalu dipaksakan, dengan alasan waktu mepet, karena menyangkut fondasi sistem keuangan nasional. "Butuh kecermatan agar nanti tak hanya bersifat tambal sulam," katanya.
Eko berpendapat sebaliknya: justru soal waktu itulah yang kini dipertaruhkan karena banyak bank kinerjanya payah. Ia menyodorkan data Biro Riset InfoBank: sedikitnya 38 bank masih memiliki kredit macet (non-performing loan/NPL) di atas ketentuan Bank Indonesia sebesar 5 persen. "Tujuh bank di antaranya dalam kondisi cukup rawan," katanya tanpa menyebut nama, "Mestinya ada pembagian risiko antara pemilik dana, pemerintah, dan pemilik bank, sehingga pemerintah tidak terus-terusan disandera bank."
Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo