Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bila mooy mencari utang

Cadangan devisa indonesia berjumlah us$ 13 milyar. gubernur bank sentral adrianus mooy sedang mencari pinjaman dari bank-bank komersial luar negeri yang sewaktu-waktu bisa ditarik.

11 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cadangan devisa melonjak sampai US$ 13 milyar. Spekulasi dolar pun sudah reda. Jadi utang komersial itu buat apa? PARA spekulan devisa tampaknya benar-benar yakin bahwa tidak akan ada devaluasi. Dan banyak pemegang dolar telah menjual dolarnya kepada BI. Hal itu terlihat dalam Laporan Minggu BI edisi terakhir (18 April 1991). Pada Februari lalu, saat keluarnya Gebrakan Sumarlin II, cadangan devisa di BI hanya bernilai Rp 17.836 milyar atau sekltar US$ 9,30 milyar. Namun, pada minggu kedua April, emas dan valuta asing yang ada di BI naik menjadi Rp 21.563 milyar atau sekitar US$ 11,17 milyar. Menurut juru bicara BI, Dahlan Sutalaksana, bank-bank devisa diperkirakan juga masih memegang sekitar US$ 2 milyar sehingga praktis cadangan devisa Indonesia berjumlah sekitar US$ 13 milyar. Bertolak dari informasi ini, agak mengejutkan ketika awal pekan lalu Gubernur Bank Sentral Adrianus Mooy mengatakan bahwa ia sedang mencari pinjaman dari bank-bank komersial di luar negeri. Mooy bicara ketika berada di Amerika, sebelum mengikuti sidang Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) di Vancouver, Kanada. Katanya, pinjaman ini diperlukan untuk memperkuat cadangan devisa. Memang, sejak harga minyak cenderung merosot, BI sering mengontak sejumlah bank internasional untuk menyiapkan pinjaman yang sewaktu-waktu bisa ditarik, yang disebut standby loan. Biasanya, bank-bank pemberi utanglah yang membocorkan soal pinjaman itu, sementara BI membisu seribu bahasa. Tapi kali ini, justru Gubernur BI lebih dahulu angkat suara. Ada apa? Alasan Dahlan: gagasan itu dilontarkan di Amerika karena kebetulan di sana berkumpul bankir-bankir internasional. "Kalau bankir dunia sudah kumpul, maka untuk mendapatkan standby loan terbuka lebar," tambah Dahlan. Tapi menurut seorang pejabat Departemen Keuangan, ucapan Mooy dimaksudkan untuk meredam ketakutan orang pada devaluasi. Perlu diingat, bulan lalu Menteri Keuangan juga sudah mengungkapkan bahwa Pemerintah belum menarik pinjaman dari IGGI US$ 1,3 milyar. Pinjaman tunggu itu tentu bukan hanya untuk meredam spekulasi valas. Seorang pejabat dari Bappenas, Sukarno, mengatakan bahwa cadangan devisa juga diperlukan untuk menutup peningkatan impor. "Ada beberapa proyek besar ikut menaikkan impor," katanya. Ia memperkirakan, nilai impor akan tetap tinggi sampai tahun depan. Impor barang modal kabarnya tidak akan mengganggu cadangan devisa. Sebab, para investor biasanya mencari sumber-sumber pembiayaannya sendiri. Lalu, kalau ternyata gagal, proyek otomatis ditunda -- impor truk, misalnya. PT Krakatau Steel, yang ditunjuk mengimpor 22.000 truk, ternyata baru merealisasikan 398 unit. Mengapa? Sutrisno, ketua perencanaan tim pelaksanaan impor truk dari PT KS, menunjuk tingkat suku bunga yang masih tinggi. "Orang sekarang kan lebih suka menjual uang daripada jualan truk," ujar Sutrisno. Ketua Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), Ir. Herman Z. Latief, memperkirakan bahwa laju tingkat permintaan truk tahun ini hanya akan berkisar antara 10% dan 15%. "Tidak lagi akan melonjak seperti tahun lalu, yang sampai 53%," kata Latief. Yang dikhawatirkan Pemerintah, seperti kata Sukarno, bukanlah peningkatan impor, tapi beban jasa-jasa. "Kalau dilihat neraca impor, kita selalu surplus. Tapi kalau dilihat neraca jasa, kita ternyata defisit,' Sukarno menegaskan. Langkah Mooy mencari pinjaman, mungkin, lebih dimaksudkan untuk menguji sikap para kreditor Indonesia menjelang sidang IGGI Juni depan. Maklum, ada kecenderungan untuk menyisihkan pinjaman lebih banyak kepada negara-negara yang sangat terpukul oleh Perang Teluk. MW dan Bambang Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus