SUDAH semenjak tahun 1986 Grup Bimantara Citra menyimpan gagasan terjun dalam bisnis pengelolaan limbah. "Gagasan itu muncul karena kesadaran lingkungan di Indonesia semakin tinggi, padahal tak semua industri mempunyai teknologi pengelolaan limbah," kata Ahmad Fuad Afdhal, Secretary Corporate Bimantara Citra. Kini, dengan adanya UU Lingkungan Hidup, pihak industri mau tak mau harus mengelola limbah, kendati mereka tidak menguasai teknologinya. "Mereka itu yang nantinya menggunakan teknologi dan konsultasi Bimantara Citra dengan Waste Management International," kata Fuad. Limbah yang akan digarap oleh Bimantara adalah limbah yang berbahaya dan beracun. Untuk itu, Rabu pekan lalu Bimantara Citra menandatangani memorandum of understanding (MOU) dengan Waste Management International (WMI). Itulah awal kerja sama dalam menggarap proyek pengelolaan limbah di Citeureup, Jawa Barat. Proyek itu merupakan yang pertama di Indonesia, akan dibangun tahun 1993 dan siap dioperasikan tahun 1995. Acara penting ini juga dihadiri oleh Chief Executive Officer (CEO) dari WMI, yakni Edwin Falkman. Dia mewakili WMI yang menguasai saham proyek sebesar 70 %. WMI akan menangani teknologi pengelolaan limbah yang meliputi pengumpulan, penimbunan, pembuangan, pembakaran, dan pengolahan daur ulang. Di negara asalnya, Amerika Serikat, WMI bahkan telah berhasil memanfaatkan limbah sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Untuk biaya proyek, diperlukan modal antara US$ 100 juta sampai US$ 150 juta. Bimantara, yang menguasai 30% saham proyek, yakin usahanya mempunyai prospek baik. "WMI itu perusahaan berpengalaman dalam pengelolaan limbah," ujar Fuad, yakin. Kecuali di AS, WMI beroperasi di 14 negara. Operasinya yang pertama di luar AS adalah di Arab Saudi (tahun 1977) dalam proyek 'kota bersih' Riyadh. Kini, dengan turnover sebesar US$ 1,73 milyar pada tahun 1991, WMI mulai mengembangkan sayap ke Asia. "Asia merupakan kawasan yang mulai menyadari perlindungan lingkungan hidup," kata Edwin Falkman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini