Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilik Djarum Kendalikan BCA
CENGKERAMAN Grup Djarum di PT Bank Central Asia Tbk. kian kukuh. Melalui Alaerka Investment Ltd., pemilik perusahaan rokok kretek ini kini menjadi pengendali utama BCA. Baru-baru ini, porsi saham Alaerka di Farindo Investment Ltd. meningkat dari hanya 9,36 persen menjadi 92,18 persen. Sebaliknya, kepemilikan Farallon Capital Management susut dari 90,64 persen menjadi tinggal 7,82 persen.
Farindo merupakan pemilik 51 persen saham BCA. Dengan perubahan ini, otomatis penguasaan tidak langsung Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono-pemilik Grup Djarum-atas saham BCA menjadi 46 persen.
Jahja Setiaatmadja, Wakil Presiden Direktur BCA, mengakui adanya perubahan komposisi saham tersebut. Tapi dia mengaku tidak tahu berapa nilai transaksinya. "Itu merupakan transaksi antarpemegang saham," katanya.
Bank Indonesia telah meminta pemegang saham BCA segera menyampaikan surat permohonan perubahan struktur pemegang saham mayoritas di bank tersebut, beserta strategi bisnisnya.
Rajawali Bidik Garuda
SETELAH sukses membeli 24,9 persen saham PT Semen Gresik, PT Rajawali Corporation kini mengincar saham PT Garuda Indonesia. Perusahaan milik pengusaha Peter Sondakh itu sudah memasukkan penawaran ke kantor Kementerian BUMN.
Emirsyah Satar, Direktur Utama Garuda, mengatakan proses pemilihan mitra strategis itu masih ditangani tim restrukturisasi yang diketuai Sahala Lumban Gaol, Deputi Menteri Perekonomian. "Rajawali sudah mengumumkan minatnya dan bertemu dengan tim restrukturisasi," katanya, Rabu pekan lalu.
Untuk memperkuat posisi keuangan Garuda, pemerintah berniat melepas 45 persen sahamnya di perusahaan penerbangan milik negara itu. Garuda masih punya kewajiban kepada European Export Credit Agency (ECA) senilai US$ 500 juta dan ke Bank Mandiri Rp 1 triliun berupa mandatory convertible bond (MCB). Pada 2006, Garuda membukukan rugi Rp 298,5 miliar.
Moody's Akuisisi Kasnic
MOODY'S Investor Service melebarkan sayap bisnisnya di Indonesia. Lembaga pemeringkat internasional itu mengambil alih 99 persen saham PT Kasnic Credit Rating Indonesia. Kelak, pemeringkat lokal itu akan berganti nama menjadi PT Moody's Indonesia. Perjanjian jual-beli bersyarat telah diteken, Selasa malam pekan lalu.
Moody's membeli saham Kasnic dari pemegang saham sebelumnya, yakni PT HT Capital dan perorangan. Hingga Juni 2005, HT Capital tercatat sebagai pemilik 75 persen saham Kasnic. Sisanya dimiliki oleh perorangan. Berdasarkan perjanjian tersebut, Moody's nantinya memiliki opsi untuk mengakuisisi satu persen saham yang tersisa. Soal berapa nilai total transaksinya, Presiden Direktur Kasnic, Minon Almasyhur, belum mau bercerita banyak.
Moody's Investor Service merupakan anak perusahaan Moody's Corporation. Perusahaan asing ini beroperasi di 22 negara dengan 2.900 karyawan. Dengan menyediakan jasa peringkat kredit, riset, dan analisis risiko untuk melayani 9.000 rekening pelanggan di 2.400 institusi di dunia, pendapatannya dua tahun lalu mencapai US$ 1,7 miliar.
Telkom Ubah Penghitungan Tarif Lokal
TAK ada lagi pembagian lokasi dan waktu bicara. Itulah yang akan dilakukan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) dalam menghitung tarif telepon lokal. Dalam perhitungan yang akan berlaku efektif per 1 Februari itu, tarif percakapan lokal dihitung Rp 250 per dua menit pertama, sedangkan untuk percakapan selanjutnya Rp 125 per menit. Adapun tarif percakapan sambungan langsung jarak jauh kurang dari 30 kilometer disamakan dengan tarif lokal.
Selama ini, perusahaan telekomunikasi pelat merah itu menerapkan biaya percakapan lokal berdasarkan jarak dan waktu yang dihitung per pulsa (per pulsa 1,5-3 menit). Untuk jarak 0-20 kilometer dan waktu bicara pukul 15.00-24.00, misalnya, biaya telepon dihitung Rp 250 per tiga menit. Sedangkan untuk jarak lebih dari 20 kilometer pada waktu bicara yang sama, tarifnya Rp 250 per dua menit.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Husna Zahir, mengingatkan bahwa masyarakat perlu mengetahui secara lengkap sistem penghitungan itu. "Jangan poin-poin yang kelihatannya menguntungkan (konsumen) saja yang dipublikasikan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo