Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

BNI Akan Jaga NPL di 2,3 Persen

PT BNI (Persero) Tbk akan berupaya menjaga angka Non Performing Loan (NPL) di posisi dua persen sepanjang 2018.

27 Januari 2018 | 05.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pegawai bank memberikan buku tabungan kepada siswa TK/Playgroup Khalifah Makassar di Bank BNI Syariah, Makassar, 28 April 2016. Program menabung bagi anak dengan memanfaatkan program tabungan khusus anak tersebut sebagai sarana edukasi menabung sejak dini. TEMPO/Fahmi Ali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - PT BNI (Persero) Tbk akan berupaya menjaga angka Non Performing Loan (NPL) di posisi dua persen sepanjang 2018. Direktur Bisnis Consumer BNI Anggoro Eko Cahyo menyatakan bisnis perbankan tidak akan lepas dari resiko dan perusahaan akan berupaya menjaganya.

"Akan dijaga karena tidak mungkin NPL ke posisi satu persen," kata dia di Jakarta, Jumat, 26 Januari 2018. Dari laporan kinerja 2017, BNI berhasil menekan rasio pinjaman bermasalah atau non performing loan dari tiga persen di 2016 menjadi 2,3 persen di 2017.

Simak: BNI: Bunga Kredit Segmen Menengah Masih Tinggi

Sedangkan total kredit yang dibukukan BNI sebesar Rp 441,31 triliun hingga akhir 2017. Sebesar Rp 345,50 triliun (78,3 persen) dari total kredit disalurkan ke segmen bisnis banking. Lalu Rp 71,4 triliun (16,2 persen) dialokasikan ke segmen konsumer banking. Sisanya, Rp 24,37 triliun (5,5 persen) dibagi ke perusahaan-perusahaan anak.

Anggoro menambahkan komposisi dari portofolio segmen konsumer banking BNI akan coba ditingkatkan. Meski tak menyebutkan target, ia menyatakan produk Fleksi akan menjadi andalan. Fleksi merupakan fasilitas kredit tanpa agunan yang ditujukan ke pegawai aktif dengan penghasilan tetap untuk keperluan konsumtif. "Fleksi jadi andalan karena kami punya payroll besar," kata dia.

Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta berharap kinerja segmen ritel bisa menjadi titik balik perbaikan di 2018. Pasalnya, menurut dia, kinerja ritel di 2017 berada di posisi tertekan. "Semoga 2017 itu bottom-nya dan di 2018 bisa rebound," ucapnya.

Faktor yang akan menjadi momentum rebound di 2018 ialah hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Aprindo, lanjutnya, optimistis konsumsi di Lebaran bisa membantu sektor ritel. Tutum enggan berspekulasi dengan momen Pilkada dan Asian Games 2018. "Setiap Lebaran minimal bisa mengejar dua sampai tiga kali omzet per bulan kami," kata dia.

Meski demikian, menurut dia, elemen terpenting yang bisa menjaga kinerja ritel ialah pendapatan dari masyarakat. "Bagaimana cara supaya semua orang bekerja (punya penghasilan tetap)," ucap Tutum. 

Meski demikian, Ketua Aprindo Roy Mandey menaksir ada pertumbuhan positif di sektor e-commerce pada tahun 2018. Ia memperkirakan pertumbuhannya bisa menyamai 2016, yaitu sekitar sembilan persen. "Tahun kemarin 7,5 persen karena begitu lambat," ujar Roy seperti dikutip Antara.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus