Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) Budi Saddewa Soediro membeberkan apa alasan mengajukan suntikan dana dari penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1,56 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyebutkan hal tersebut disebabkan oleh kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik akibat penjualan dan profitabilitas sangat menurun. "Arus kas bersih operasional negatif, rasio keuangan tidak memenuhi persyaratan finansial covenant, sehingga Perumnas tidak bankable," kata Budi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 16 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak sehatnya kondisi keuangan Perumnas, menurut Budi, disebabkan oleh dua hal. Pertama, kinerja keuangan masa lalu yang mana struktur keuangan tidak sehat, arus kas bersih operasional negatif, dan beban bunga yang sangat tinggi.
Kedua, imbas pandemi Covid-19 yang memukul pendapatan perusahaan akibat penurunan daya beli masyarakat dan terbatasnya ketersediaan kredit bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Oleh karena itu, kata Budi, dibutuhkan tambahan dana PMN untuk menyelesaikan persediaan karena Perumnas kini mempunyai persediaan rumah sederhana siap huni sebanyak 8.710 unit. Lalu ada rumah dalam pelaksanaan sebanyak 8.897 unit dan kavling siap bangun lebih dari 47.000 unit.
"Ini kawasan sudah siap, kami belum bisa membangun," tuturnya.
Bila mendapatkan PMN Rp 1,56 triliun itu, menurut Budi, struktur permodalan akan menjadi lebih sehat, rasio keuangan membaik, dan memenuhi persyaratan finansial covenant. "Sehingga kapabilitas akses pendanaan Perumnas bisa meningkat," ucapnya.
Dengan PMN, Perumnas bisa memenuhi permintaan konsumen dan..
Dengan begitu, Perumnas bisa menyelesaikan seluruh persediaan, memenuhi permintaan dari konsumen. "Dan bisa melakukan perputaran atas pengembangan-pengembangan baru," ucap Budi.
Penjelasan Budi tersebut menanggapi pertanyaan anggota Komisi VI DPR, Harris Turino. Ia mempertanyakan alasan Perumnas mengajukan PMN sebesar Rp 1,56 triliun yang hanya digunakan untuk menyelesaikan rumah tapak sebesar Rp1,07 triliun dan rumah susun sebesar Rp 0,49 triliun.
"Saya bingung punya inventori sebesar ini tapi perlu PMN untuk menyelesaikan rumah tapak maupun rumah susun," ujar Harris.
Ia juga mempertanyakan nilai penjualan rumah Perumnas per Mei 2022 yang hanya sebesar Rp 247 miliar. Pasalnya, angka penjualan itu hanya 15 persen dari rencana kerja anggaran dan biaya Perumnas yang mencapai Rp 1,6 triliun.
"Ini jauh sekali dari target. Apa penyebabnya? Apakah memang rumah-rumah Perumnas tidak laku atau ada apa? Ini agak aneh," kata Harris.
ANTARA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.