Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung atau BPK Firman Sampurna mengatakan revaluasi aset menjadi catatan yang perlu diperhatikan dalam penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019. Hal itu dia sampaikan dalam penyerahan LKPP unaudited dan entry meeting pemeriksaan LKPP Tahun 2019 melalui video conference.
"LKPP Tahun 2019 merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN)," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin, 30 Maret 2020.
Entry meeting pemeriksaan dan penyerahan LKPP Tahun 2019 Unaudited itu, dipimpin oleh Agung Firman dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai wakil pemerintah. Selain itu pertemuan juga diikuti oleh Wakil Ketua BPK, para Anggota/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK, serta para Menteri kementerian/lembaga signifikan, Kepala BPKP, pejabat lain yang terkait, pejabat eselon I BPK, pejabat pelaksana BPK, serta penanggung jawab pemeriksaan LKPP dan LKKL Tahun 2019.
Pada kesempatan itu, Anggota II BPK, Pius Lustrilanang mengatakan sambutan entry meeting sekaligus beberapa permasalahan yang disampaikan perlu mendapat perhatian Menteri dan Pimpinan Lembaga. Meskipun masih terdapat catatan dalam penyajian LKPP, namun Ketua BPK mengapresiasi pemerintah yang telah menyelesaikan dan menyampaikan LKPP Tahun 2019 unaudited dengan tepat waktu.
Selain itu, apresiasi juga diberikan kepada seluruh Menteri/Pimpinan lembaga yang telah menyampaikan Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL) Tahun 2019 (unaudited) kepada Menteri Keuangan secara tepat waktu.
Namun Ketua BPK juga menyampaikan bahwa, selain tepat waktu, materi LKPP seharusnya juga telah memasukkan seluruh komponen penting yang disajikan dalam laporan keuangan, seperti hasil penilaian kembali barang milik negara (revaluasi aset).
Dalam entry meeting juga dilakukan diskusi tentang revaluasi asset sebagai faktor signifikan dalam peningkatan total aset tetap pemerintah per 31 Desember 2019 menjadi Rp 6.007,69 triliun dari Rp 1.931,05 triliun per 31 Desember 2018 sebagaimana dilaporkan dalam LKPP 2019 unaudited.
Adapun aset tetap yang direvaluasi mengalami kenaikan nilai wajar sebesar Rp 4.141,59
triliun, dari nilai buku sebelum revaluasi sebesar Rp 1.538,18 triliun. "Pemeriksaan LKPP merupakan pemeriksaan mandatory yang harus dilakukan setiap tahun dan akan melibatkan pemeriksa dari Auditorat Keuangan Negara I sampai VII," kata Agung.
Agung juga menuturkan kondisi pandemik Covid-19 di Indonesia saat ini membuat BPK mengambil langkah-langkah responsif dan antisipatif. BPK menerapkan kebijakan work from home, dan lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi dan media komunikasi untuk mendukung proses pemeriksaan.
Meskipun baik pemerintah maupun BPK berupaya untuk melaksanakan agenda pemeriksaan sesuai jadwal, namun dengan kondisi darurat virus Corona saat ini akan ada ruang untuk perubahan dalam tenggat waktu pemeriksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini