Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Badung - Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekonomi, Industri, Jasa, dan Perdagangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Delima Hasri Azahari menyatakan pemerintah tidak menolak kebijakan pencegahan deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Namun, menurut dia, pelaksanaan EUDR perlu ditinjau lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami tidak menolak, tetapi kami tidak ingin didikte-dikte kebijakan EUDR,” ujarnya saat ditemui di sela-sela acara "20th Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024)", Jumat, 8 November 2024 di Nusa Dua, Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delima menuturkan konsep hutan yang dianut oleh negara-negara Uni Eropa berbeda dengan konsep hutan di Indonesia. Konsep hutan pada EUDR, kata dia, didasarkan pada definisi Food and Agriculture Organization (FAO).
Sedangkan, Indonesia memiliki situasi yang berbeda dengan negara-negara Uni Eropa. “Bahwa petani kita merupakan petani-petani terpencil, infrastruktur kita juga tidak sebaik Eropa,” ucap dia.
Akibatnya, produk perkebunan, pertanian, dan peternakan di Indonesia berpotensi masuk dalam kategori risiko tinggi (high risk) akibat deforestasi.
Untuk itu, ia mengatakan, pemerintah tengah berupaya untuk melakukan negosiasi dengan Uni Eropa agar pelaksanaan teknis terkait uji tuntas EUDR dapat dilakukan melalui National Dashboard. Adapun National Dashboard ini berisi data dan informasi komoditas berkelanjutan milik Indonesia.
Menurut dia, uji tuntas seharusnya dilakukan melalui pemerintah. Sebab hal tersebut berkaitan dengan perlindungan data dan informasi pribadi.
“Jadi bukan mereka yang memverifikasi kita. Kan nggak bisa dari sana (Uni Eropa) langsung ke petani, perusahaan, dan korporasi kita,” kata dia. “Mereka (Uni Eropa) juga harus membangun trust kepada kita sebagai pemerintah, sebagai national dashboard,” kata dia.
Lebih lanjut, ia mengklaim, saat ini Indonesia juga telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Hal ini dilakukan melalui Nationally Determined Contributions (NDC) serta sertifikasi keberlanjutan, seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Adapun EUDR merupakan mewajibkan perusahaan yang mengekspor produk tertentu ke Uni Eropa, memastikan bahwa produknya bukan berasal dari lahan yang telah mengalami deforestasi atau degradasi hutan setelah 31 Desember 2020.
Pada awalnya, rencana penerapan EUDR akan dilaksanakan pada akhir tahun ini. Namun, dengan mempertimbangkan persiapan dari industri sawit, implementasi EUDR ditunda hingga Desember 2025.