Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Titik Terang di Seratus Hari

Pemerintah menyediakan Rp 1 triliun untuk modal awal secondary mortgage facilities. Ada peluang rakyat miskin membeli rumah melalui KPR.

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhirnya ada juga titik terang di ujung penantian panjang rencana pembentukan fasilitas pembiayaan sekunder perumahan. Nasib fasilitas yang lebih dikenal dengan secondary mortgage facilities (SMF) ini jelas setelah pemerintah mengalokasikan Rp 1 triliun untuk modal awal pendirian lembaga pembiayaan tersebut. "Saya khawatir pendirian SMF akan tertunda lagi bila tidak ditargetkan dalam program 100 hari," kata Menteri Negara Perumahan Rakyat, Yusuf Asy'ari.

Fasilitas ini memang sudah ditunggu-tunggu sejak enam tahun silam. Namun tiga pemerintahan terdahulu (Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati) menjadikan SMF bak layang-layang. Ditarik, diulur, tak jelas hendak dibawa ke mana. Baru kini pemerintah ngebut menyelesaikan berbagai peraturan pendukung seperti Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Pembiayaan Sekunder dan PP tentang Penyertaan Modal Negara di SMF.

Menurut Yusuf, tinggal Rancangan Undang-Undang Sekuritisasi sebagai pendukung SMF yang belum selesai digarap. "UU ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi investor yang nantinya menanamkan uangnya di SMF," ujarnya. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, A. Gani Abdullah, menambahkan bahwa RUU tersebut tinggal difinalkan agar bisa diajukan ke DPR pada Januari nanti. Yusuf yakin, DPR memiliki pemahaman yang sama soal pentingnya fasilitas tersebut sehingga pembahasannya mendapatkan prioritas.

Karena itulah, Menteri Yusuf optimistis, SMF sudah bisa diresmikan pada awal tahun 2005. Dia menegaskan betapa pentingnya posisi SMF untuk mengatasi kesenjangan (mismatch) dalam pengelolaan dana perbankan. Selama ini, dana pihak ketiga yang disimpan perbankan kebanyakan adalah dana jangka pendek, tapi oleh bank disalurkan ke kredit jangka panjang, seperti kredit pemilikan rumah (KPR). Pengelolaan dana seperti ini sangat berisiko. Sebab, bila nasabah tiba-tiba menarik simpanannya dalam jumlah besar, kelangsungan hidup bank akan terancam.

Karena itulah, kata Yusuf, SMF akan membantu perbankan menyediakan dana jangka panjang. Ketersediaan fasilitas pembiayaan ini juga akan mendongkrak penyaluran KPR kepada masyarakat. Sumber Tempo di tim kerja pendirian SMF Departemen Keuangan menjelaskan, dalam operasionalnya nanti SMF akan membeli tagihan KPR di perbankan. "KPR yang dibeli itu tentu harus memenuhi syarat untuk disekuritisasi, misalnya jaminannya memadai dan kolektibilitasnya lancar," kata sumber itu.

Namun, kata Yusuf, pada awal pembentukannya nanti SMF tidak akan langsung membeli KPR tapi mempersiapkan organisasi perusahaan. Apalagi modal awalnya baru Rp 1 triliun. Paling sedikit fasilitas pembiayaan ini membutuhkan modal awal Rp 3 triliun. Kekurangan modal itu kini tengah diupayakan pemerintah dengan melobi kreditor internasional seperti Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), dan International Finance Corporation (IFC).

Menurut Project Officer ADB, Hari Purnomo, sejauh ini pihaknya belum membuat kesepakatan dengan pemerintah tentang investasi di SMF. Namun ADB bisa saja menyiapkan dana hingga Rp 1 triliun bila pemerintah memang memprioritaskan pendirian SMF. "Itu tergantung keseriusan pemerintah," ujarnya. Sebab ADB pernah menyiapkan dana US$ 50 juta pada 1998 untuk mendirikan SMF tapi pemerintah tak kunjung merealisasikan pendirian fasilitas pembiayaan ini. "Akhirnya pinjaman itu kami batalkan," kata Hari.

Bank Pembangunan Asia juga menunggu pemerintah dan DPR merampungkan UU Sekuritisasi agar ada kepastian hukum berinvestasi di SMF. Bila perangkat hukum ini tuntas, kata Hari, ADB tak hanya akan menginvestasikan dananya tapi juga membantu SMF mencari investor di luar negeri. Soalnya SMF memang membutuhkan investasi jangka panjang dengan biaya murah. "Suku bunga pinjaman ADB, misalnya, hanya 2,5 persen, tapi pinjaman ini dalam dolar Amerika," kata Hari.

Namun, Hari memperkirakan, dengan bunga ADB sebesar itu, SMF masih bisa membeli KPR di perbankan dengan bunga yang lebih rendah dari suku bunga perbankan, misalnya 6 persen. Sehingga, dengan biaya bunga sebesar ini, bank bisa memberikan bunga KPR ke masyarakat lebih rendah dari suku bunga KPR saat ini, 12-14 persen. Suku bunga yang ditawarkan SMF memang bisa murah karena untuk jangka panjang. "Pinjaman ini bisa mencapai 25 tahun," kata Hari.

Bunga murah itu, menurut Yusuf, sangat dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memiliki rumah. Pemerintah khawatir, pembangunan rumah sederhana sehat yang ditargetkan 200 ribu unit setahun tidak akan tercapai bila suku bunga KPR tidak bisa diturunkan lagi. Masyarakat berpenghasilan rendah jelas akan sulit mengakses KPR jika bunga masih seperti sekarang. Itu sebabnya, terobosan diperlukan agar kebuntuan yang sudah berlangsung enam tahun bisa dipecahkan.

Taufik Kamil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus