Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari Obat ke Pabrik Gula

Miliaran dana program meringankan rakyat diselewengkan. Kasusnya Sudah dilimpahkan ke kejaksaan.

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK selamanya niat baik pemerintah berbuah manis ternyata. Mau contoh? Tengoklah hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang Rekening Dana Investasi (RDI) yang diperoleh Tempo. Miliaran uang negara yang seharusnya menjalankan program pemerintah malah diselewengkan.

Ceritanya bermula dari rencana pemerintah membantu masyarakat kecil, antara lain lewat program pengadaan obat dan pupuk. Melalui Departemen Keuangan, ditunjuklah badan usaha milik negara (BUMN) sebagai penyelenggara program. Dananya diambil dari RDI. "Statusnya pinjaman," kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara, Mulia P. Nasution.

BUMN yang beruntung memperoleh pinjaman dana itu, kata Mulia, antara lain PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PT Dharma Niaga (merger menjadi Perusahaan Perdagangan Indonesia), dan Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara (sekarang Bank Sulut). RNI, pada 29 Januari 1994, memperoleh kucuran Rp 155 miliar untuk membangun Markas Besar TNI Angkatan Udara di Cilangkap, Jakarta Timur.

Empat tahun kemudian, tepatnya 5 Februari 1998, RNI kembali menerima Rp 580 miliar sebagai modal kerja pengadaan obat untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan gawat darurat di rumah sakit. Dharma Niaga yang melaksanakan program pengadaan pupuk impor untuk petani. Pada 11 Agustus 1999, negara mengucurkan kredit US$ 3,34 juta.

BPD Sulut pada 7 Desember 2000 menerima Rp 50 miliar untuk pembelian cengkeh petani lewat Koperasi Unit Desa (KUD). Meski ini program pemerintah, kata Mulia, "BUMN tidak boleh merugi. Ini tetap bisnis." Di sisi lain, harga jualnya harus terjangkau, dan harga beli memuaskan rakyat.

Belakangan, hasil audit BPKP menemukan penyimpangan dana RDI di ketiga perusahaan pelat merah itu. RNI menyelewengkan dana proyek pembangunan Mabes TNI Angkatan Udara Rp 12,31 miliar. Uangnya dipakai membebaskan tanah bekas Mabes TNI AU di Pancoran, Jakarta Selatan. Dari dana program pengadaan obat, Rp 33,29 miliar malah dipakai untuk modal kerja pabrik gula.

Di Dharma Niaga lain lagi ceritanya. Disuruh membeli pupuk impor jenis A, yang dibeli malah jenis B. Pupuk yang seharusnya didistribusikan ke petani malah dijual ke perkebunan swasta. BPD Sulawesi Utara, nah, hanya menyalurkan Rp 19,11 miliar ke KUD untuk membeli cengkeh. Sisanya, Rp 30,89 miliar, disimpan dalam bentuk deposito.

Dharma Niaga, ternyata, kena batunya. Sumber Tempo di pemerintahan membisikkan, praktek penyimpangan itu justru membuat perusahaan ini merugi. "Harga jual pupuk yang dibeli itu jatuh," kata sumber tersebut. Pengembalian utang ke pemerintah ikut-ikutan seret. Ujung-ujungnya, kredit dari RDI itu macet.

Direktur PPI, Ferry Martono, mengatakan bahwa kasus Dharma Niaga sudah masuk ke kepolisian pada September 2003. Tiga anggota direksinya, Benarto, Wahju Sardjono, dan Sudadi Hartodirekso sempat ditahan dengan dugaan korupsi. "Kabar terakhir, kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan," kata Ferry, yang juga mantan Direktur Utama Dharma Niaga.

Dalam kasus BPD Sulawesi Utara malah ditemukan penyimpangan lain. Kejaksaan Tinggi Sulut mengendus dugaan korupsi yang dilakukan Dirut dan Komisaris BPD Sulut, Joppy Hendrikus Lumintang dan Hesky Zakarias Montong. Menurut Jaksa Edward Theorupun, Joppy memerintahkan bawahannya memasukkan Rp 250 juta dan Rp 10 juta dari dana RDI ke rekening Hesky dan Joppy.

Soal RNI, manajemen, katanya, punya alasan kuat. Kepada BPKP secara tertulis mereka beralasan, pengadaan obat sudah terlaksana dengan baik. Sebagian dana lalu disisihkan untuk pembelian pabrik gula. Pembelian tanah bekas Mabes TNI AU, katanya, juga berdasarkan surat Menteri Keuangan ke Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Mulia P. Nasution menyebutkan, masalah penyimpangan ini bukan lagi wewenang Departemen Keuangan, melainkan kepolisian dan kejaksaan. "Hukuman dari kami: perusahaan itu tidak lagi mendapat pinjaman selama masih dipimpin oleh manajemen itu," katanya. Sekarang tentu terpulang kepada itu tadi: kepolisian dan kejaksaan.

Stepanus S. Kurniawan, Verrianto Madjowa (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus