Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bujukan Kecil Setelah Demo Merebak

Pemerintah memberi kompensasi kepada rakyat miskin Rp 4,4 triliun dan kompensasi kepada pengusaha dan buruh Rp 6 triliun. Apakah cukup?

12 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI Anda warga Jakarta, silakan hindari Lapangan Monas dan depan Istana Negara untuk beberapa pekan mendatang. Ini saran bagi mereka yang akan ngomel bila terjebak kemacetan. Hari-hari ini, wilayah ring satu itu dipenuhi ratusan orang yang sejak pagi hingga sore berteriak di depan pagar Istana, meminta agar pemerintah membatalkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak, tarif listrik, dan tarif telepon. Peserta unjuk rasa ini hampir tak pernah habis, datang silih berganti, mencoba adu ketahanan melawan pemerintah. Seperti Jumat pekan lalu, rombongan mahasiswa terlihat di sana. Jaket almamater warna-warni dari berbagai universitas di Jakarta berbaur dengan puluhan spanduk. Rombongan menyemut setelah salat Jumat. Sebagian naik metromini, ribuan lainnya melakukan long march enam kilometer dari Salemba menuju Istana Negara. Lebih dari lima jam kemudian unjuk rasa itu baru berakhir. Sehari sebelumnya, hal serupa dilakukan ribuan buruh dan pengusaha. Sementara aksi demonstrasi terus terjadi, juga di berbagai kota (lihat boks: Mulai Ibu hingga Pengusaha), pemerintah melakukan kegiatan yang lain untuk menunjukkan mereka tanggap terhadap protes tersebut. Sejumlah petinggi pemerintahan, seperti Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Kepala Badan Urusan Logistik Widjanarko Puspoyo, sibuk membagikan beras murah?sebagai bagian dari dana kompensasi kenaikan BBM?di berbagai kelurahan di Jakarta. Tiap keluarga mendapat jatah 20 kilogram dengan harga hanya Rp 1.000 per kilogram, jauh lebih murah dari harga pasar yang Rp 2.500. ?Meski baunya apek, tetap sangat membantu,? kata Yati, warga Kelurahan Serdang, Kemayoran. Bulog sendiri mendapat jatah dana kompensasi kenaikan BBM senilai Rp 500 miliar?dari total dana kompensasi seluruhnya Rp 4,4 triliun?untuk pengadaan beras bagi orang miskin. Sayangnya, dana sebesar itu cuma bisa mencukupi kebutuhan 25 juta keluarga miskin. Upaya pemerintah lainnya untuk meredam aksi ini adalah memberikan stimulus fiskal kepada buruh dan pengusaha. Rencana ini diungkapkan oleh staf ahli Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, malam sebelumnya. Batas pendapatan tidak kena pajak dinaikkan sehingga para pekerja tak perlu membayar pajak penghasilan. Untuk para pengusaha, ada pencabutan dan penurunan tarif pajak penjualan barang mewah (PPn-BM) dan penundaan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sejumlah hal, seperti jalan tol, listrik untuk industri, makanan ternak, dan beberapa yang lain. Memang ada risikonya. ?Kita bakal kehilangan pendapatan dari pajak sekitar Rp 6 triliun,? kata Direktur Jenderal Pajak, Hadi Purnomo, yang juga hadir dalam pertemuan tersebut. Di bidang kepabeanan, pemerintah juga akan mempercepat proses restitusi pajak dan memperluas jalur prioritas di luar elektronik dan otomotif. Ini memang bujukan agar masyarakat tak terlalu marah. Sikap pemerintah sendiri terhadap keputusan kenaikan harga itu tak berubah, meskipun unjuk rasa makin besar dan menyebar ke berbagai kota di Indonesia. ?Pemerintah tetap pada sikapnya,? kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jusuf Kalla, kepada pers Kamis pekan lalu. Bujukan itu tak cukup ampuh untuk meredam protes. ?Kita tetap akan berada di belakang unjuk rasa ini sampai pemerintah ngeh (mengerti),? kata Benny Sutrisno, Ketua Asosiasi Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI). Kalangan buruh pun tak mau menghentikan aksinya. Menurut Benny, yang diberikan pemerintah tidaklah cukup. Dari pemberian stimulus fiskal yang sudah diberikan, hanya penundaan pembayaran PPN listrik untuk sektor industri dan barang modal yang pengaruhnya cukup besar terhadap pengusaha. Yang lain sebagian besar hanya untuk sektor elektronik. Padahal kebutuhan pengusaha agar barangnya bisa berkompetisi dengan produk negara lain tak hanya itu. Benny mencontohkan tarif BBM, yang kini lebih mahal ketimbang di Singapura. Tarif PPN Singapura (2 persen) dan Thailand (7 persen) juga jauh lebih murah dari Indonesia, yang mencapai 10 persen. Belum lagi kalau bicara suku bunga. ?Yang turun cuma bunga SBI (sertifikat Bank Indonesia) sampai di bawah 13 persen. Suku bunga bank tetap saja 19 persen,? kata Benny. Di Singapura dan Thailand sangat kecil, hanya 2 persen dan 5-6 persen. Listrik juga akan menjadi lebih mahal daripada di Singapura pada akhir 2003 nanti. Padahal, kata Ketua Asosiasi Perusahaan Sepatu Indonesia (Aprisindo), Anto Supit, yang diminta pengusaha sebetulnya tidak banyak. ?Kalau tidak mau membatalkan, tunda dulu 3-4 bulan sambil kita bicara soal dampak dan cara mengatasinya,? ujarnya. Gerundelan juga keluar dari Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Soekamdani. Katanya, pemerintah hanya membuat bingung pengusaha. Ia menceritakan, dalam pertemuan Wakil Presiden Hamzah Haz dengan 100 pengusaha Selasa lalu, Menteri Dorodjatun menjelaskan bahwa pemerintah punya program peningkatan investasi, ekspor, dan kesempatan kerja. ?La, tapi kebijakan yang ada justru kontradiktif,? kata Haryadi. Bagaimana mungkin pemerintah bisa meningkatkan investasi dan ekspor jika biaya produksi makin mahal. Tak aneh jika pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu dinilainya seperti kuliah Menteri Dorodjatun yang sangat membosankan. ?Kalau bukan tidak enak sama Pak Hamzah, kita sudah keluar,? ujarnya. Seperti Benny, Haryadi merasa yang diberikan pemerintah ini hanya sebutir permen kecil. Karena itu, sikap pengusaha setegas pemerintah: aksi demo bisa berhenti, tapi mereka tak akan menyerah memperjuangkan perubahan kebijakan kenaikan harga. Jalur lobi ke DPR akan dipakai. Senin ini, seratus pengusaha akan datang ke DPR untuk mengirimkan surat penolakan kenaikan harga ini. Bagaimana dengan buruh dan mahasiswa? ?Kita akan jalan terus memprotes kenaikan ini,? kata Muchtar Pakpahan, Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), kepada Sapto Pradityo dari Tempo News Room. ?Stimulus justru diberikan lebih banyak kepada pengusaha. Untuk kita sangat sedikit,? tutur Saepul Tavip, Sekjen Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) juga tetap merencanakan demonstrasi besar-besaran pada Selasa ini. Sekjen Konfederasi SPSI, Sjukur Sarto, mengungkapkan pihaknya akan mengerahkan 2,5 juta pekerja di seluruh Indonesia. Mahasiswa malah lebih galak lagi. Tujuh hari, itu batas yang diberikan mahasiswa Makassar kepada pemerintahan Megawati untuk menurunkan harga. Mereka malah bertindak lebih jauh dengan menyegel kantor-kantor PLN dan Telkom dan menyandera mobil tangki BBM. Ini memang masalah pelik bagi pemerintah. Soal stimulus fiskal, misalnya. Dengan pembengkakan ongkos produksi akibat kenaikan harga BBM dan listrik, kebijakan pemerintah yang terlambat itu?pengurangan PPN yang 10 persen?tak akan cukup bagi pengusaha untuk memperoleh pemasukan seperti sebelumnya. Ada lagi memang stimulus lain yang dijanjikan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewandi, yang katanya masih harus dibahas dalam rapat kabinet padahal dampak kenaikan harga ini sudah dirasakan sejak awal tahun. Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi, mengakui ada jarak antara berbagai kebijakan itu. ?Kita akui, memang masih ada masalah dalam koordinasi. Tapi jalan pemerintah sudah tepat,? ujarnya. Tak hanya pemerintah yang lelet, para wakil rakyat pun setali tiga uang. Sejauh ini belum ada reaksi resmi dari parlemen. Hanya ada suara ketidaksetujuan atas kebijakan itu dari sejumlah anggota DPR, meskipun sebenarnya kenaikan itu sebelumnya sudah dikonsultasikan dengan parlemen. Karena itu, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, berkomentar, ?Kami siap diundang. DPR semestinya secara resmi mengundang kita secara langsung. Jangan melalui pers.? Rupanya, anggota Dewan baru ngeh bahwa masalah yang mereka diskusikan dengan pemerintah itu sensitif ketika aksi protes rakyat sudah terjadi. M. Taufiqurohman, Dwi Arjanto, Agus Hidayat, Tomi Aryanto (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus