Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Marketplace Bukalapak mengumumkan penutupan penjualan produk fisik karena ingin berkonsentrasi di penjualan produk virtual. Perubahan ini mendapat reaksi negatif dari pelaku pasar di bursa saham.
Menurut analis Stocknow.id, Hendra Wardana, pelaku pasar terpantau bereaksi cukup negatif terhadap pengumuman PT Bukalapak Tbk (BUKA). Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 8 Januari 2025, pukul 15.30, saham BUKA tercatat menurun 6 poin atau 4,92 persen ke posisi Rp116 per saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam jangka pendek, reaksi pasar terhadap pengumuman ini telah terlihat cukup negatif,” ujar Hendra saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari data perdagangan itu menandakan adanya kekhawatiran investor terhadap potensi penurunan pendapatan dari segmen marketplace fisik yang sebelumnya menjadi tulang punggung Bukalapak.
“Penurunan ini mencerminkan ketidakpastian investor atas prospek bisnis Bukalapak setelah transisi ini,” ujar Hendra.
Ia mengatakan keputusan ini berisiko menurunkan pendapatan perusahaan dalam jangka pendek, terutama karena segmen marketplace fisik memiliki basis pelanggan yang luas dan sudah mapan.
Menurut dia, penutupan segmen ini bisa mengurangi diversifikasi sumber pendapatan perusahaan dan meningkatkan ketergantungan pada layanan produk virtual, yang mungkin membutuhkan waktu untuk mencapai skala yang menguntungkan.
Dari sisi positif, menurut Hendra, fokus Bukalapak pada produk virtual seperti pulsa, paket data, token listrik, dan layanan pembayaran lainnya memang sesuai dengan tren digitalisasi yang semakin kuat di Indonesia.
Apabila Bukalapak berhasil mengoptimalkan layanan ini, menurutnya, ada peluang untuk meningkatkan margin keuntungan, karena layanan digital umumnya memiliki biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan penjualan barang fisik.
“Selain itu, konsumen yang terbiasa dengan platform Bukalapak untuk transaksi fisik bisa diarahkan untuk menggunakan layanan digital mereka, asalkan transisi ini dilakukan dengan lancar dan tanpa mengganggu pengalaman pengguna,” ujar Hendra.
Lebih lanjut, Hendra menyebut tantangan utama adalah bagaimana Bukalapak dapat mempertahankan kepercayaan pasar selama proses transisi ini.
Ia mengatakan kehilangan pendapatan dari marketplace fisik bisa menjadi risiko yang signifikan jika tidak segera diimbangi dengan peningkatan substansial dari segmen produk virtual.
“Keberhasilan strategi ini akan sangat tergantung pada kemampuan Bukalapak untuk meningkatkan penetrasi pasar dalam layanan virtual dan menjaga kepuasan pelanggan mereka,” ujar Hendra.
Didirikan Trio ITB
Bukalapak didirikan pada 2010 oleh trio alumni ITB, Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Muhamad Fajrin Rasyid, sebagai lokapasar untuk memfasilitasi para pelaku UMKM.
Bukalapak memimpin penetrasi digital di kalangan warung di Indonesia dengan persentase mencapai 56% berdasarkan hasil studi Nielsen pada tahun 2022. Hingga Mei 2023, Bukalapak melayani sedikitnya 130 juta pengguna dan 16,8 Juta mitra UMKM, serta memproses rata-rata lebih dari dua juta transaksi harian.
Pada Januari 2020, Rachmat Kaimuddin tampil sebagai CEO baru Bukalapak, menggantikan Achmad Zaky yang mengundurkan diri. Nugroho Herucahyono dan Fajrin Rasyid menyusul mengundurkan diri. Kepergian para pendiri Bukalapak diiringi dengan perubahan strategi perusahaan.
Pada 27 Juli 2021, Bukalapak resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). IPO Bukalapak sebesar US$1,5 miliar adalah yang terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia, sekaligus pencatatan perdana saham pertama oleh unicorn teknologi di bursa efek di Asia Tenggara.
Namun, empat bulan berselang, Rachmat Kaimuddin mengundurkan diri demi mengejar kariernya di pemerintahan. COO Bukalapak, Willix Halim mengambil alih sebagai CEO.
Sepanjang 2022, Bukalapak membukukan laba bersih Rp1,9 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,6 triliun. Jumlah pelapak 16 juta, naik dari 11 juta di tahun sebelumnya.
Namun pada akhir 2024, Bukalapak mengumumkan rencana PHK karyawan di 2025. Hal itu dilakukan seiring kerugian selama beberapa tahun terakhir serta rencana penutupan sejumlah lini bisnis perusahaan.
Rencana PHK tersebut diharapkan bisa selesai pada dua kuartal mendatang atau pada 2025. Namun, AVP Media and Communications Bukalapak, Fairuza Ahmad Iqbal mengatakan hingga saat ini belum ada ketetapan jumlah karyawan yang akan mengalami PHK. Berdasarkan laporan keuangannya, per 30 September 2024 Bukalapak memiliki 1.219 karyawan.
Sebelumnya, CEO Bukalapak Willix Halim, mengatakan perusahannya akan mengubah pendekatan operasional dan segmen bisnis yang terfokus usai mengalami kerugian beruntun. Bukalapak akan berfokus pada bisnis inti yang meliputi Mitra Bukalapak, Gaming, Investment, dan sejumlah layanan di Retail.
Bukalapak telah mengumumkan hasil keuangan tidak diaudit untuk kuartal pertama yang berakhir pada 30 September 2024. Pada kuartal III-2024, berdasarkan perhitungan dengan earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) Bukalapak masih mencatatkan kinerja keuangan perseroan minus Rp168 miliar.
“EBITDA yang disesuaikan pada Kuartal III-2024 masih negatif di angka minus Rp168 miliar yang mana tidak sejalan dengan target profitabilitas di tahun 2024,” kata dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini