Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan Mesin Pembunuh

Sekitar 40 bank berpeluang menjadi jangkar. Perlu dikilik-kilik.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM kawin antarbank tak lama lagi akan tiba. Bank Indonesia (BI), Kamis pekan lalu, mengeluarkan kriteria bank jangkar. Tentunya setiap lembaga keuangan ini wajib menyandang status bank kinerja baik (BKB) dulu sebelum bisa mengakuisisi bank lainnya.

Menurut Deputi Gubernur BI, Siti Ch. Fadjrijah, BKB adalah bank yang selama tiga tahun terakhir memiliki modal inti paling sedikit Rp 100 miliar. Lalu tergolong bank sehat—sekurang-kurangnya peringkat komposit dua— dengan manajemen yang baik dan rasio kecukupan modal (CAR) minimum 10 persen.

BKB, kata Fadjrijah, punya potensi menjadi bank jangkar. Namun, ada kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, memiliki modal kuat dan stabil dengan CAR paling minim 12 persen. Kedua, punya kemampuan tumbuh secara berkesinambungan yang tecermin dari rasio tingkat pengembalian aset (ROA) minimal 1,5 persen.

Ketiga, berperan dalam mendorong pembangunan ekonomi. Buktinya adalah pertumbuhan ekspansi kredit paling kecil 22 persen, atau rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga 50 persen, dan kredit bermasalah (NPL) di bawah 5 persen. Keempat, sudah atawa punya rencana menjadi perusahaan terbuka. Terakhir, punya kemampuan menjadi konsolidator.

Fadjrijah menegaskan, BI tidak akan mengumumkan siapa saja yang layak menjadi bank jangkar. Masing-masing lembaga keuangan itulah yang harus datang ke bank sentral meminta persetujuan. "Sambil membawa pengikutnya (bank-bank yang akan diakuisisi)," kata Fadjrijah. "BI yang ketok palu, disetujui atau tidak."

Menurut Fadjrijah, saat ini belum satu pun bank yang memenuhi kriteria jangkar. Tapi ada sekitar 40 dari 133 bank yang berpeluang. Sayang, dia enggan merinci nama bank itu. Gubernur BI Burhanuddin Abdullah mengatakan bank besar dan kuat belum tentu menjadi jangkar, "Selagi tidak membawa teman-temannya untuk konsolidasi."

Menurut penelusuran Tempo, ada lima bank—mengacu pada kriteria rasio finansial: CAR, NPL, LDR, dan ROA—yang berpotensi memenuhi syarat BI. Kelimanya adalah PT Bank Danamon Tbk., PT Bank Buana Indonesia Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., PT Bank NISP Tbk., dan PT Bank Permata Tbk. (lihat, Berpeluang Jadi Bank Jangkar).

Deputi Direktur Pengaturan Bank BI yang juga koordinator Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Muliaman Hadad, mengatakan bank jangkar tidak harus ada, sehingga bank sentral tidak memaksa lembaga keuangan. Soalnya, bank jangkar hanya salah satu alat menuju penguatan struktur perbankan. "Bank jangkar bukan akhir," katanya.

Kriteria bank jangkar, kata Fadjrijah, merupakan program konsolidasi perbankan dalam API yang diluncurkan awal tahun lalu. Tapi industri keuangan ini malah merespons sangat lambat. Merger dan akuisisi yang diharapkan BI tak terjadi. Hanya ada Bank Century yang dilahirkan dari proses merger tiga bank—Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac.

"Perlu dikilik-kilik supaya banknya mau bergerak," kata Fadjrijah. Bank sentral terpaksa turun tangan juga. Sebab, masih ada sekitar 50 bank yang modal intinya di bawah Rp 80 miliar. Dalam dua tahun—sampai akhir 2007— ekuitas mereka harus mencapai angka itu. Caranya: merger dengan bank lain dan jangkar, atau menambah modal.

Jika tak mampu, kata Fadjrijah, masih diberi kelonggaran sampai 2008. Tapi ada sanksi tidak boleh melakukan kegiatan sebagai bank umum devisa, dan menutup seluruh jaringan di luar wilayah provinsi kantor pusat. Lalu, membatasi pinjaman paling tinggi Rp 500 juta dan dana pihak ketiga yang dihimpun 10 kali modal inti.

Bank yang masih tercatat modalnya belum Rp 80 miliar, antara lain, Prima Master Bank (Rp 25,5 miliar), Bank Bisnis Internasional (Rp 28,6 miliar), Bank Bintang Manunggal (Rp 29,4 miliar), Bank Liman Internasional (Rp 62,5 miliar), Bank Dipo Internasional (Rp 78,7 miliar), BPD Sulawesi Tengah (Rp 22,5 miliar), dan BPD Sulawesi Tenggara (Rp 67,7 miliar).

Tapi, bank-bank itu belum betul-betul bernapas lega. Soalnya, pada akhir 2010 mereka masih harus menggenjot modal inti mencapai paling sedikit Rp 100 miliar. "Bank yang kinerjanya tidak baik akan dipaksa kawin (mandatory merger)," kata Fadjrijah. Dia menambahkan, dengan konsolidasi ini, nantinya hanya tersisa 60-70 bank.

Muliaman Hadad menegaskan program konsolidasi bukan mesin pembunuh bank. Tidak ada satu klausul pun yang menyebutkan bank akan ditutup kalau tak memenuhi kriteria. "Yang ada, kita ajak rame-rame, baik dalam bentuk merger maupun akuisisi," katanya. "Kita tolong sama-sama supaya bisa naik kelas."

Menurut pengamat ekonomi dari Indef, Imam Sugema, kriteria bank jangkar terlalu mudah dicapai. Mestinya, syarat rasio kecukupan modal paling tidak berada di level 16 persen. Jadi, "Seperti ada tawar-menawar (soal kriteria) antara dunia perbankan dan BI," katanya. Maklum, sebelum penetapan kriteria, bank sentral menerima masukan dari bank.

Bagi Ketua Himpunan Bank-bank Negara (Himbara), Sigit Pramono, tidak mudah buat industri perbankan menjalankan konsolidasi secara alamiah. "Tidak punya tradisi atau sejarah, merger dilakukan secara sukarela," katanya. Tetap perlu arahan yang tegas dan rekomendasi yang kuat dari BI.

Bank sentral, kata Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk. ini, juga harus memberikan kompensasi. Misalnya, mempermudah izin pelaksanaan merger. Pemerintah juga perlu membantu lewat insentif pajak. Sebab, pajak yang dikenakan akibat penggabungan dua aset bank yang merger sangat tinggi.

Direktur Bank Permata, Elvyn G. Masassya, malah mengingatkan bahwa kehadiran bank jangkar hanya akan menjadi bumerang jika tidak dilengkapi infrastruktur yang memadai. Apalagi, pelaksanaan manajemen risiko dan tata kelola masih jauh panggang dari api. "Ketiganya harus imbang. Kalau tidak, akan pincang," ujarnya.

Menurut Elvyn, masih perlu dua-tiga tahun lagi menuju bank jangkar. Aspek modal kuat saja tidak memberi jaminan. Dibutuhkan juga upaya homogenisasi perbankan. Dalam soal begini-beginian, Indonesia perlu mencontoh Malaysia. Konsolidasi perbankan di negeri jiran itu tidak menimbulkan gejolak, karena infrastrukturnya siap.

Rasa khawatir juga ditunjukkan pemerintah. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Darmin Nasution, mengatakan pengumuman bank jangkar akan menimbulkan relokasi dana. Nasabah dipastikan akan memindahkan dananya ke bank-bank yang punya kriteria baik. Akibatnya, akan ada bank yang kesulitan likuiditas. "Kami bakal repot kalau mereka tidak bisa bayar rekening nasabahnya," katanya.

Namun, di tengah rasa khawatir dan pesimistis, ada beberapa bank yang sudah melakukan lamaran. Bank Buana, contohnya. Menurut Direktur Bank Buana, Pardy Kendi, pihaknya sudah melakukan pendekatan ke bank-bank yang memiliki jaringan operasional kuat di suatu daerah.

Bank yang bergerak di sektor korporasi dan konsumen ini juga sedang membidik lembaga keuangan sejenis yang memiliki pangsa pasar unik. Pangsa pasar ini, kata Pardy, sama sekali belum pernah dimasuki Bank Buana. Akan halnya bank mana saja yang sudah dipinang, ia tak mau angkat bicara.

BNI malah sudah terang-terang ingin mengakuisisi PT Bank Tabungan Negara. Keinginan menjadi bank jangkar, sekaligus membeli Bank BTN, sudah disampaikan ke BI. Bank sentral sudah memberi lampu hijau.

Stepanus S. Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus