Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bulog di bawah ketua baru

Menteri negara urusan pangan akan menyusun kebijaksanaan pangan secara menyeluruh. kerugian pada penjualan akan disubsidi dengan penjualan komoditi lain.

15 Mei 1993 | 00.00 WIB

Bulog di bawah ketua baru
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MINGGU pagi pekan lalu, Menteri Negara Urusan Pangan Ibrahim Hasan tampak sibuk sekali. Ia sudah sejak pukul 6.00 berada di halaman belakang Kantor Bulog, yang terletak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. Mengenakan pakaian dan sepatu olah raga (semuanya berwarna putih), Menteri Ibrahim, yang juga menjabat Kepala Bulog, tampak berulang kali mengibarkan bendera start bagi peserta lomba gerak jalan ulang tahun Bulog. Seusai melepas semua peserta gerak jalan itu, Ibrahim menerima wartawan TEMPO Juwarno dan fotografer Dony Metri untuk sebuah wawancara khusus. Petikannya: Apa permasalahan yang dihadapi Bulog saat ini? Permasalahan yang dihadapi Bulog adalah menjaga stabilitas harga. Untuk menjaga harga tetap stabil, kadang-kadang memang diperlukan stok. Kalau suplai terjamin, otomatis harga akan terjamin. Bagaimana dengan kondisi over-supply pada saat ini? Kondisi over-supply beras saya kira nggak masalah sekarang. Yang perlu dicari sekarang adalah menambah langganan. Apakah sebagian akan diekspor? Selama ini yang kita lakukan dalam bentuk pinjaman. Pengembalian bisa dalam bentuk beras lagi atau dalam bentuk counter-trade. Kita pernah meminjamkan beras kepada Kamboja dan Filipina, yang dibayar lagi dalam bentuk beras. Jadi, tidak benar kalau dikatakan kita mau ekspor beras. Bagaimana dengan operasi Bulog ke daerah-daerah? Menteri Negara Urusan Pangan akan menyusun kebijaksanaan pangan secara menyeluruh. Mengingat ada bagian dari negara kita yang sudah maju, ada daerah pedalaman yang belum berkembang, dan ada daerah kepulauan yang tidak bisa ditanami padi. Konsentrasi kita terutama pada daerah yang disebut terakhir ini. Soalnya, kalau hukum pasar diberlakukan di sini, mereka akan menderita. Di Sangir Talaut, misalnya, pada musim angin selama enam bulan, penduduk tidak bisa berlayar, lalu kebutuhan pangan mereka dari mana kalau tidak kita bantu? Saya harus menyusun suatu pola pangan untuk daerah-daerah semacam ini. Bagaimana distribusi dari daerah-daerah lumbung padi ke daerah minus? Itu dengan pengangkutan. Perlu kerja sama dengan Menteri Perhubungan. Tarif angkutan bagi pangan jangan sampai disamakan dengan tarif angkutan barang biasa. Kalau Bulog, misalnya, membawa beras dari Jayapura ke Wamena dengan angkutan udara, karena jalan darat tidak bisa, dikenakan tarif Rp 1.500 per kilogram. Ditambah angkos-ongkos lain, total Rp 2.000. Kalau beras itu dijual ke rakyat Rp 300, berarti rugi Rp 1.700. Ini tentu saja harus disubsidi. Berapa anggaran Bulog per tahun? Anggaran Bulog bukan dari APBN. Bulog sebagai lembaga nondepartemen, maka anggarannya dari kredit bank. Jumlah kredit tergantung jumlah dan apa yang kita beli. Misalnya, tahun ini Bulog mau membeli dua juta ton. Harga satu ton berapa. Tinggal kalikan saja. Mengingat uang itu tidak hanya digunakan oleh kantor pusat, juga oleh daerah-daerah, perlu ada perhitungan bunga yang pas. Bagaimana dengan ide tentang Bulog sebagai holding company? Jangan dibesar-besarkan soal itu. Holding company hanya sebuah pemikiran. Pemikiran Bulog menghadapi suasana sekarang ini. Bulog dalam arti bukan lagi mengurus beberapa komoditi tapi pangan secara menyeluruh. Pangan itu kan ada pangan yang tidak ada alternatif, dan kita harus mau menderita rugi untuk hal tersebut. Beras, misalnya, itu harus disubsidi. Jadi, perlu menjual komoditi lain untuk bisa menutup ini. Jadi, Bulog bukan hanya dagang beras. Ada bumbu, cabe, bawang putih, kacang merah, kacang hijau, gula, sampai terigu. Bagaimana bentuk penjualan komoditi tambahan itu? Bulog memakai mekanisme pasar. Kalau ada orang butuh bawang, kita beli bawang dalam negeri. Karena ada barang nonkomersial dan barang komersial, tidak pada semua barang pangan bisa diberlakukan hukum pasar. Di situ Bulog bisa bermain. Untuk menutup kerugian di beras, misalnya, bisa digunakan keuntungan dari cabe atau lainnya. Ini yang dimonitor. Jadi, kerugian penjualan beras di satu daerah bisa ditutup dengan penjualan komoditi lain di daerah yang sama. Kalau kerugian tidak bisa ditutup, bebannya menjadi tanggung jawab kantor pusat. Kebijaksanaan ke arah inilah yang mau dicoba. Jadi, jangan sampai berpikir, sekalipun Bulog badan usaha negara, harga beras akan rendah. Dalam kebijaksanaan baru itu, kelak Bulog akan menganjurkan agar membikin industri tepung beras. Selama ini kan tepung beras diimpor? Kalau pabriknya dibangun di sini, otomatis konsumsi beras akan meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus