HAMPIR saja Bank Umum Majapahit Jaya (BUMJ) karam setelah satu setengah tahun terombang-ambing bagaikan kapal tak bernakhoda. Bank yang dilanda kemelut mismanagement dan pelanggaran hukum oleh pengurusnya ini, tengah pekan silam, diumumkan dapat beroperasi kembali. Sebelum itu, sejak Senin pekan lalu, pengurus baru BUMJ mengadakan pertemuan dengan sekitar 1.200 nasabah, yang secara maraton diselenggarakan di kantor Bank Indonesia di Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Pengurus baru, hasil pilihan Forum 37 Plus (terdiri dari bank-bank dan LKBB yang mempunyai piutang di BUMJ ditambah tokoh perbankan yang tak punya tagihan ke BUMJ), memilih bankir Roy E. Tirtadji (sehari-hari Managing Director Grup Lippo) menjadi presiden komisaris BUMJ. Roy didampingi Antonius Ananto (sehari-hari Presiden Direktur Jaya Bank) sebagai anggota komisaris. Forum 37 Plus dinyatakan sah menguasai BUMJ pada 17 Februari 1992. Hal ini dilakukan karena pemilik lama BUMJ, Effendi Ongko, akhirnya menyatakan tidak mampu mengatasi kemelut, setelah bank itu dinyatakan pailit oleh BI, akhir tahun 1990. Semua keputusan tersebut berada di bawah pengawasan Bank Sentral. Dengan demikian, harta milik para deposan BUMJ, yang hampir lenyap, akan dapat diselamatkan. Roy Tirtadji mengatakan bahwa yang pertama-tama diselamatkan adalah dana deposan kecil yang jumlah simpanannya di bawah Rp 5 juta. Nasabah kategori ini berjumlah 31.300 orang. Simpanan mereka akan dikembalikan seluruhnya. Deposan yang memiliki saldo di atas Rp 5 juta akan memperoleh pengembalian Rp 5 juta per deposan. Sisa uang mereka akan dikonversikan ke dalam saham BUMJ. Uang tunai yang wajib dikembalikan BUMJ kepada nasabah seluruhnya Rp 11 milyar. Bila dengan utang-utang BUMJ yang lain, total kewajibannya: Rp 145 milyar. Sementara itu, dana tunai dalam kas BUMJ (yang hanya Rp 600 juta) jika digabung dengan harta yang masih dapat ditagih baru mencapai Rp 45 milyar. Maka, posisi keuangan BUMJ sekarang minus Rp 100 milyar. "Itulah tantangan buat pengurus baru," kata Roy Tirtadji. Kendati demikian, BUMJ dinyatakan siap untuk beroperasi. Bank ini toh masih memiliki Rp 45 milyar, sementara kewajiban yang harus dibayarkan segera jumlahnya Rp 11 milyar. Berarti, masih ada Rp 34 milyar. Perhitungan ini dapat diterima kalau seluruh tagihan milik Forum 37 Plus itu tidak ditarik. Alternatif inilah rupanya yang dipilih, demi menyelamatkan BUMJ dan para nasabah kecilnya. Diakui oleh Presiden Direktur BUMJ (baru) Yusuf Valent bahwa alternatif seperti itu memang merupakan tugas berat bagi direksi. BUMJ merupakan bank swasta nasional yang didirikan November 1966. Saat ini memiliki sembilan kantor, antara lain di Semarang dan Surabaya. Bank swasta papan tengah ini pada 27 November 1990 dinyatakan kalah kliring oleh BI. Ketika itu, ada 37 bank yang menyatakan mempunyai tagihan ke BUMJ, yang nilainya sekitar Rp 66 milyar. Dana tersebut kabarnya disalurkan sebagai pinjaman kepada sejumlah perusahaan yang tak jelas, yang alamatnya pun tak tercatat. Sebagian dana itu rupanya dikantongi sendiri oleh Lody Djunaidi, menantu Effendi Ongko yang ketika itu bertindak selaku kepala cabang BUMJ Surabaya. Lody pada 4 Desember 1990 ditangkap polisi Hong Kong, lalu dideportasi ke Indonesia dengan tuduhan membawa lari uang BUMJ sebanyak Rp 170 milyar. Ia kemudian dipidana. Bagi pengurus BUMJ yang baru, Effendi Ongko tetap harus bertangung jawab atas sejumlah kredit fiktif yang dikeluarkannya, yang telah menyalahgunakan uang masyarakat untuk kepentingan pribadi. Bagaimana kalau Effendi Ongko tidak sanggup? Roy Tirtadji menjawab, "Ya, tetap kami tuntut. Kewajibannya tidak akan kami hapus." Mohamad Cholid dan Moebanoe Moera (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini