Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdagangan karbon melalui bursa karbon telah resmi diluncurkan pada Selasa, 26 September 2023. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan beberapa catatan yang harus diperhatikan agar bursa karbon dapat benar-benar menurunkan emisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pertama, bursa karbon perlu menjaga integritas, yang berarti unit karbon dari hutan dijamin tidak mengalami deforestasi, kebakaran hutan dan perusakan ekosistem yang bisa menurunkan nilai dari karbon yang diperdagangkan,” kata Bhima kepada Tempo, Kamis, 28 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bhima, kekhawatiran ini muncul terkait dengan skandal Verra atau salah satu lembaga sertifikasi karbon dimana 80 persen proyek yang disertifikasi ternyata tidak berhasil mencegah deforestasi. “Jadi integritas bursa karbon harga mati,” ujarnya.
Kedua, harus dipastikan bahwa bursa karbon tidak membiarkan pembeli melakukan kenaikan emisi secara besar-besaran dan mengklaim sudah melakukan offset karbon.
“Jangan sampai PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) batu bara meningkatkan produksinya hanya karena sudah beli unit karbon di hutan Kalimantan, padahal PLTU nya di Jawa. Itu namanya greenwashing. Sumber polusinya harus berkurang,” ucap Bhima.
Ketiga, terkait pajak karbon. Menurutnya, pajak karbon harus segera diberlakukan agar perusahaan domestik tertarik melakukan transaksi. “Tarif pajak karbon juga sebaiknya direvisi lebih tinggi,” katanya.
Keempat, mencegah double counting atau penghitungan ganda. Hutan yang sudah disertifikasi karbon perlu dipastikan tidak diperdagangkan di tempat lain.
Lebih lanjut, ia pun menyoroti soal sistem bursa karbon berbasis efek yang agak sulit diterima. Hal ini karena perdagangan karbon di negara seperti Eropa dan Amerika Serikat, banyak keterlibatan perusahaan asing dan bentuknya adalah komoditas. “Perbedaan sistem inilah yang membuat daya tarik bursa karbon di indonesia rendah,” ujar Bhima.
Sebelumnya, peresmian bursa karbon telah dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Ia mengklaim potensi bursa karbon bisa mencapai Rp 3.000 triliun, bahkan lebih.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga mengatakan peluncuran bursa karbon merupakan bentuk kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis perubahan iklim. Adapun hasil dari perdagangan dari bursa karbon akan direinvestasikan kembali untuk upaya menjaga lingkungan khususnya untuk pengurangan emisi karbon.