Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, memberi sejumlah catatan terkait asumsi dasar makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Faisal menyoroti pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,1 persen hingga 5,5 persen. Menurutnya target itu sulit tercapai bila pemerintahan selanjutnya masih menggunakan pendekatan yang sama dalam 10 tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, pemerintah harus mendorong pertumbuhan industri manufaktur untuk berkontribusi lebih besar terhadap PDB. "Jadi artinya kalau ingin tumbuh ekonomi di atas 5 persen, apalagi pada 2025 dipatok hingga 5,5 persen, berarti harus ada pendekatan yang berubah. Jadi ada syaratnya, bukan berarti tidak realistis, tapi ada syaratnya, tidak bisa dengan pendekatan yang sudah-sudah," katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 6 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait laju inflasi yang ditetapkan 1,5 hingga 3,5 persen, menurut Faisal, masih dalam batas yang wajar. Kendati demikian, dia mengatakan kebijakan yang bisa memengaruhi harga-harga yang diatur pemerintah, seperti BBM dan LPG, harus diatur dengan teliti jika laju inflasi tidak ingin melebihi 3,5 persen.
"Kalau (harga) itu ada penyesuaian, ada kenaikan harga, efeknya bukan hanya first round efek, tapi juga second round efek yang berdampak juga ke harga-harga barang yang lain termasuk harga pangan," katanya.
Kemudian terkait target stabilitas nilai rupiah terhadap dolar ke level 15.300 hingga 15.900 dalam asumsi dasar makro, kata Faisal, terlalu ambisi. Menurutnya, capaian tertinggi nilai tukar rupiah per dolar hanya akan berada di level 15.900.
Dia menjelaskan nilai tukar rupiah sangat bergantung pada faktor eksternal, terutama kebijakan bank sentral Amerika Serikat. "Itu pun dengan asumsi memang di akhir tahun ini The Feed menurunkan tingkat suku bunganya, akhirnya seperti yang diprediksi memangkas tingkat suku bunganya, tidak lagi ditunda lagi sampai tahun depan," katanya.
Sedangkan terkait tingkat suku bunga SBN yang ditetapkan sebesar 6,9 persen hingga 7,2 persen masih bisa tercapai. "Demikian pula yang lain-lain, harga minyak mentah, lifting minyak bumi, dan gas bumi. Nah tapi kalau harga minyak mentah ini juga banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan geopolitik," ujarnya.
Dari sejumlah target-target di atas, Faisal memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 hanya berkisar 4,9 hingga 5 persen saja. " Artinya kalau berkaca pada 2024 ini dan pendekatannya masih sama saja, realisasi nanti di 2025 tidak akan jauh dari realisasi di 2024, kecuali ada pendekatannya yang berubah," kata Faisal.
Sebelumnya, pada Kamis, 4 Juli 2024, pemerintah menetapkan asumsi dasar makro dalam RAPBN 2025 sebagai berikut:
Pertumbuhan ekonomi: 5,1 persen hingga 5,5 persen
Laju inflasi: 1,5 persen hingga 3,5 persen
Nilai tukar rupiah: Rp15.300 hingga RP15.900 per dolar AS
Tingkat suku bunga SBN 10 tahun: 6,9 persen hingga 7,2 persen
Harga minyak mentah Indonesia: US$75 hingga US$85 per barel
Lifting minyak bumi: 580 ribu hingga 605 ribu barel per hari
Lifting gas bumi: 1.003 ribu hingga 1.047 ribu barel setara minyak per hari