Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kompetensi yang saling bersinggungan di antara profesi tenaga kesehatan kerap berdampak pada pelayanan pasien, bahkan berpotensi pada perdebatan hingga konflik internal dalam organisasi profesi dokter. Untuk itulah Kementerian Kesehatan RI menerbitkan surat edaran terkait pembagian kompetensi untuk mengatasi persinggungan pelayanan yang melibatkan profesi dokter spesialis di rumah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk menjawab adanya kompetensi yang sama atau bersinggungan antara dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter subspesialis, dokter gigi subspesialis, diperlukan penataan shared competency agar tidak ada saling klaim pelayanan," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 9 Januari 2023. "Pada suatu pelayanan medis tertentu, ternyata dalam praktiknya dapat dilakukan oleh dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis, dan dokter subspesialis, atau dokter gigi subspesialis dari bidang spesialisasi atau subspesialisasi yang berbeda."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenkes pun menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/5/2023 tentang Penataan Pelayanan Kesehatan Bagi Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Subspesialis/Dokter Gigi Subspesialis Dengan Kompetensi yang Bersinggungan Melalui Shared Competency di Rumah Sakit. Edaran tersebut meminta rumah sakit untuk fokus memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan spesialis dan subspesialis, termasuk penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
Standar kompetensi
Selain itu, setiap tenaga kesehatan harus memiliki standar kompetensi yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau buku putih (white paper) masing-masing bidang spesialis atau subspesialis. Tenaga kesehatan juga wajib memiliki clinical appointment berdasarkan rekomendasi komite medik dari pimpinan rumah sakit tempatnya bertugas.
“Rekomendasi komite medik diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan atau dokumen lain yang membuktikan kompetensi yang dimiliki tenaga medis,” jelasnya.
Kemenkes juga memperhatikan aspek monitoring dan evaluasi penerapan pembagian kompetensi yang dilakukan secara berkala dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif, berkualitas, dan terstandar untuk menjamin mutu dan keselamatan pasien. Pada tahap ini hasil monitoring dan evaluasi disampaikan kepada Menkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan setiap tiga bulan sekali.
“Nantinya hasil laporan tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan penilaian dalam proses akreditasi dan reakreditasi rumah sakit,” tegas Budi.