SUZUKI dan Tiga Berlian barusan kawin. Khususnya dalam mengembangkan dan memproduksi kendaraan tipe I, 1.000 cc, yang biasa dimodifikasi sebagai minibus. Tapi spesifikasi kerja sama itu belum kongkret. Kecuali, seperti kata Soebronto Laras, Dirut PT Indmobil yang punya merk Suzuki itu, bahwa baru pada 1991 mobil hasil kerja sama ini mulai dipasarkan dengan produksi 50 ribu unit per tahun. "Ini jalan keluar untuk menghadapi beratnya pasar di Indonesia," ujar Soebronto, seusai jumpa pers di Candi Pawon, Hotel Sahid, Jakarta, Senin kemarin. Turunnya pangsa pasar sudah terasa sejak tahun lalu. Penjualan seluruh merek mobil kelas 1.000 cc turun 11%, dari 110.301 unit pada 1987 menjadi 98.353 unit pada tahun berikutnya. Tapi Suzuki Carry 1.000 cc, justru naik pamornya. Penjualan pada 1987 mencapai 24.800 unit, pada 1988 malah meningkat menjadi 25.560 unit. Lain halnya dengan Daihatsu Zebra yang melorot, dari 26.700 unit pada 1987 menjadi 20.000 unit pada tahun lalu. Paling naas nasib Jetstar, yang Tiga Berlian itu, anjloknya sampai 55% (dari 9.000 unit pada 1987 menjadi cuma 4.000 unit pada 1988). Maka, bagi PT Krama Yudha, yang punya merek paten Tiga Berlian, "Tak ada jalan lain kecuali harus kerja sama," ujar Herman Z. Latif, Wakil Presdir Krama Yudha. Apalagi primadona permobilan masih pada kelas 1.000 cc ini. Dari seluruh penjualan merek Suzuki yang jumlahnya 36.000 unit tahun lalu itu, misalnya, 33.000 unit di antaranya tergolong kategori I. Sedangkan merek Tiga Berlian, penjualan kategori I cuma 14.000 unit dari total penjualan seluruh merk Tiga Berlian yang mencapai 28.000 unit. Namun sebelum Indomobil menjalin kerja sama dengan Krama Yudha untuk kelas 1.000 cc ini, ternyata sudah terjalin hubungan sebelumnya. Sejak Maret lalu, Suzuki Forsa dari Indomobil dibikin di PT Krama Yudha Kusuma Mobil (KYKM), grup Krama Yudha. "Dengan begitu, kami 'kan dapat pekerjaan. Dan alat produksi kami dapat dioptimalkan," kata Herman. Hal itu, menurut Soebronto, tak membuat harga Suzuki Forsa naik. Dan, sampai kini sudah 300 unit yang telah diproduksi KYKM. Malahan Indomobil bisa hemat, karena memanfaatkan kapasitas KYKM itu. "Kami tak perlu menginvestasi alat produksi yang cukup besar nilainya," tambah Soebronto. Demikian pula kerja sama Krama Yudha dan Indomobil itu. Kata Soebronto, bila tanpa kerja sama maka diperlukan investasi lebih dari 50 juta dolar AS. Melalui kerja sama, justru masing-masing perusahaan bisa saling memanfaatkan kapasitas kendati ini bukan merupakan merger perusahaan. Kata Herman, nanti Krama Yudha khusus akan menangani mesinnya (engine), sedangkan Indomobil bodinya. Padahal Jetstar produk Krama Yudha, yang baru muncul sekitar pertengahan 1986 itu, telah memanfaatkan mesin Daihatsu. "Komponen utamanya akan dibuat di dalam negeri, dengan alat produksi yang kita punyai," tutur Herman, yang melanjutkan bahwa komponen dalam negeri yang dipakai nanti mencapai 80%. Syahdan, harga mobil kelas I ini bakal murah, sehingga lebih terjangkau masyarakat. Soalnya, ya itu tadi, saling memanfaatkan kapasitas perusahaan, sehingga alat produksi jadi optimal. Pihak Indomobil, tambah Herman, nanti akan meriset peralatan produksi Krama Yudha. Begitu juga sebaliknya. "Pokoknya, kami akan saling buka baju," ujar Herman. Itu masih nanti. Kesepakatan kerja sama belum tuntas. Bahkan, kata Soebronto, pihaknya kini juga sedang berusaha melibatkan merek lain dalam kerja sama semacam itu. Arahnya, "Ke satu produk yang kemudian bisa disebut: inilah mobil nasional," ujar Soebronto. Harga jual, tentunya, bisa lebih ditekan lagi. Atau, dengan kata lain, bisa jadi akan mempercepat proses kejenuhan pasaran mobil kelas 1.000 cc.Suhardjo Hs, Budiono Darsono, dan Zed Abidien
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini