Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Deretan Masalah yang Dihadapi Sofyan Djalil, Komut Baru Ancol: Politik Internal hingga Utang 1,4 Triliun

Sofyan Djalil ditunjuk jadi Komisaris Utama Ancol yang baru. Apa saja tugas berat yang harus dihadapi mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang ini?

2 Februari 2023 | 17.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjung menyaksikan atraksi barongsai di Sea World Ancol, Jakarta Utara, Rabu, 18 Januari 2023. Pertunjukan barongsai bawah air tersebut merupakan rangkaian Ancol Lunar Fest 2023 dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili yang berlangsung hingga 29 Januari. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil telah ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA), menggantikan Thomas Lembong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dengan demikian, RUPSLB memberhentikan dengan hormat Komisaris Utama dan Komisaris Independen sebelumnya, yaitu Bapak Thomas Trikasih Lembong serta mengesahkan pengunduran diri Bapak Geisz Chalifah sebagai komisaris," kata manajemen Ancol dalam pernyataan resminya di laman mereka, Rabu, 1 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tugas baru yang diemban Sofyan Djalil tampaknya tidaklah mudah. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan Thomas Lembong atau Tom Lembong saat wawancara khusus dengan Tim Tempo pada Jumat, 12 Agustus 2022 lalu. Wawancara itu dilakukan belum terlalu lama, sekitar 6 bulan lalu.

Saat itu Tom Lembong memaparkan sejumlah karut-marut dalam pengelolaan taman rekreasi Ancol. Apa saja masalah yang ada di Ancol?

1. Politik internal di manajemen Ancol

Tom Lembong dalam wawancara menyebutkan manajemen Ancol diwarnai dengan politik internal dan sikap pecah belah di antara sesama manajemen. "Tidak kompak dan saling sabotase," katanya.

Thomas Lembong mengaku lelah dengan Dewan Direksi Ancol saat ini yang terlalu berpolitik untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Hal itu lantas menyebabkan Ancol tidak berkembang.

"Saya sangat capai (lelah), karena banyak energi terkuras bolak-balik politik internal dan terlalu politis," katanya. 

2. Deretan proyek mangkrak di Ancol

Akibat konflik dan politik internal di dalam manajemen itu, kemampuan direksi untuk mengembangkan perusahaan dan mengelola aset menjadi terdampak. Walhasil, sejumlah rencana yang sudah dibangun, mangkrak di tengah jalan.

“Ancol tidak berkembang, banyak proyek mangkrak di Ancol,” ujar Tom Lembong kala itu.

Selanjutnya: Proyek pembangunan hotel bintang lima...  

Tom mencontohkan proyek pembangunan hotel bintang lima di sebelah Resor Putri Duyung yang digadang-gadang bakal menjadi properti unggulan Ancol. Alih-alih menghasilkan bangunan megah, proyek yang telah menghabiskan duit senilai ratusan miliar itu hanya menyisakan fondasi.

Ia juga menyinggung pengelolaan ABC Mall atau Ancol Beach City yang berada di kawasan Pantai Karnaval Ancol. Operasional aset yang pengelolaannya dipegang oleh dua pengusaha berkongsi ini terpaksa mandek lantaran adanya konflik internal.

Dia berujar mal ini adalah proyek antara dua pengusaha yang kemudian bertengkar. Alhasil, proyek mangkrak. "Akhirnya kami yang tanggung, kan. Itu barang rongsok di lahan kami mau diapakan juga menjadi beban," ucap dia.

Pengelolaan Sea World bermasalah. Akuarium raksasa ini, kata Tom, semestinya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Namun nyatanya, perjalanan pengelolaan Sea World pun bermasalah. “Sea World kongsi dengan Lippo, sempat berjalan dengan baik tapi bermasalah sampai ke Mahkamah Agung,” tuturnya.

3. Model bisnis jadul Ancol

Model bisnis perseroan masih mengandalkan wahana bermain atau theme park yang sudah ketinggalan zaman. Dufan, satu-satunya aset theme park andalan Ancol, dianggap tidak cukup menutup beban utang perusahaan meski masih menguntungkan.

“Manjemen terlalu lama nempel ke model bisnis Ancol yang sudah ketinggalan zaman,” ujar Thomas Lembong.

Thomas mengatakan bisnis theme park tidak cocok dengan pasar wisata di abad ke-21. Bisnis ini membutuhkan investasi yang besar untuk peralatan beserta perawatannya. Sedangkan balik modalnya mesti menunggu sampai 40-50 tahun.

Ia tak menyarankan Ancol merealisasikan membangun Dufan kedua. Apalagi Dufan pada masa mendatang tak lagi mampu menyasar semua kelas wisatawan.

“Wisatawan kelas menengah atas dengan mudahnya sekarang bisa pakai budget airlines terbang ke Singapura, ke Universal Studio. Atau yang punya daya beli kuat, mereka akan langsung ke Sentosa Island,” ucap Thomas.

Selanjutnya: 4. Masuk Ancol seharusnya...

4. Masuk Ancol seharusnya gratis

Tom Lembong juga menyinggung bahwa semestinya masyarakat yang masuk ke kawasan wisata Ancol tak perlu membayar tiket. Penarikan tiket masuk, kata dia, seharusnya hanya berlaku untuk wahana-wahana tertentu.

“Seharusnya untuk masyarakat (tiket masuk ke Ancol) itu gratis,” ujar Tom Lembong.

Thomas Lembong mengakui penarikan tiket masuk merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi perusahaan. Namun, ia melihat cara itu sudah lawas dan ketinggalan zamaan.

“Kita harus bisa menciptakan mesin-mesin penghasilan lain untuk menghasilkan keuntungan usaha atau likuiditas yang cashable,” ucapnya.

5. Ancol masih punya utang Rp 1,4 triliun

Hingga saat Tom menjabat, Ancol masih menanggung beban utang jumbo sebesar Rp 1,4 triliun. “Kegagalan manajerial ini mengakibatkan kita enggak bisa menopang utang dengan baik,” ucap Thomas Lembong.

Utang tersebut membengkak akibat dampak pandemi Covid-19 dan minimnya inovasi bisnis perusahaan dari periode sebelum pagebluk yang sebesar Rp 1 triliun. Adapun komponen utang Ancol ini 100 persen domestik dan keseluruhannya dalam bentuk rupiah.

"Seratus persen dari utangnya sih utang domestik ya, tidak ada utang luar negeri, dan 100 persen dari utangnya dalam bentuk rupiah, tidak ada utang valas setahu saya," kata Tom.

Selain komposisi utang yang membengkak, omzet perusahaan pun stagnan. Dalam kondisi normal atau tidak ada pagebluk saja, Thomas menceritakan, omzet Ancol per tahun hanya sekitar Rp 1,4 triliun dengan laba bersih Rp 100-200 miliar. Sementara itu, arus kas keuangan atau cashflow Rp 200-300 miliar per tahun.

TIM TEMPO

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus